BAB 4

" Shan????''

Anin tampak tak percaya mengetahui kalau pria itu adalah Shan. Ia bahkan tak mengenali pria itu sedikit pun. Mungkin karena waktu itu Anin masih kecil dan tak begitu memperhatikan wajahnya, jadinya ia mengira Shan sebagai orang katering.

" Masuk Shan." Bunda mempersilahkannya masuk.

" Iya, Tante." Shan memasuki kediaman itu. Terlihat beberapa orang sedang sibuk dengan pekerjaannya dan berlalu lalang kesana kemari.

" Papa kamu?'' tanya bunda yang heran tidak melihat sahabat baiknya itu muncul.

" Papa masih di Paris, Tante, kemungkinan tidak bisa kesini. Jadi Papa titip salam sama Tante dan keluarga."

" Papa kamu itu selalu saja sibuk." Tampak bunda kecewa karena mendengar sahabatnya itu tidak akan bisa hadir.

Shan hanya tersenyum kecil mendengar keluhan tantenya itu. Ia mengerti bagaimana perasaan tantenya itu karena ketidakhadiran papanya disini.

" Tuan ini ditaruh dimana?'' tanya seorang pria paruh baya dengan kotak yang berada ditangannya.

" Taruh disana saja," jawabnya.

" Apa ini Shan?'' Bunda terheran dengan banyaknya barang yang masuk ke dalam rumahnya.

" Itu hadiah dari Papa, Tante."

" Ya Allah kenapa jadi repot begini. Ini barang mahal, Nak."

" Ini permintaan Papa, Tante."

Bunda menghela napas karena ia pun tak bisa menolak barang pemberian sahabatnya itu.

" Terima kasih banyak Shan tapi bilang sama Papa kamu kalau Tante marah besar."

" Iya, Tante, nanti akan Shan sampaikan pada Papa," ujarnya tertawa.

" Ya sudah yuk temui Agni. Dia pasti senang ketemu kamu."

" Iya Tante."

Anin melipat tangannya memperhatikan Shan dari kejauhan. Ia merasa aneh dengan kedatangannya itu. Setahu Anin seharusnya mereka tidak boleh bertemu sampai acara dilangsungkan. Mengapa kali ini berbeda.

Shan menemui Agni yang sedang sibuk dengan urusan pertunangannya besok. Shan memandangnya tersenyum karena Agni begitu antusias dengan acaranya itu hingga ia tak sadar akan kedatangannya.

" Agni, ada Shan itu," ujar bunda lalu meninggalkan mereka berdua.

" Loh Shan, kapan pulang dari Paris."

" Sudah tiga hari yang lalu, tapi sebenarnya aku sering bolak balik Indonesia - Paris."

" Kenapa tidak kasih kabar, apa susahnya coba?''

" Kamu nya kan sibuk."

" Bisa saja kamu mengalihkan pertanyaan."

Shan pun tersenyum.

" Oh ya, sudah lihat Anin belum."

" Sudahlah, kejadiannya juga sama, dia yang bukakan pintu."

" Wah, jodoh tuh namanya. Lagian sudah aku jaga dia loh buat kamu."

" Masih ingat?''

" Iyalah, tapi si Anin masih mikir kita ini di jodohkan. Padahal kan jelas-jelas kakaknya mau nikah sama Bimo kenapa dia masih kukuh di pemikiran yang sama ya."

" Biar deh dia masih mikir kayak gitu."

" Kenapa? Jangan-jangan kamu mau mengerjai adikku ya."

" Sedikit menggoda dia lah. Terkadang melihat ekspresi dia yang penasaran itu membuatku terhibur."

" Kamu ini, awas loh kalau berlebihan."

" Iya, tenang saja."

" Tapi Anin sudah berubah kan, tambah cantik kan dia."

" Ya secara fisik Anin memang berubah tapi sepertinya secara kelakuan dia masih sama saja deh Ni."

" Ya kamu benar," ujar Agni tertawa.

" Tapi itu sih yang buat dia berbeda."

" Hm....iya deh, dasar sudah kepincut sama si Anin, ya begini."

" Apaan sih kamu, Ni."

" Sampai aku nikah kamu di sini kan?''

" Iyalah. Lagian aku akan menetap di sini kok."

" Oh ya?''

" Hm. Oh ya, ini hadiah buat kamu, semoga kamu suka." Shan memberikan sebuah kotak yang tidak terlalu besar dan tidak juga terlalu kecil kepadanya. Agni menerimanya dengan senang hati.

'' Boleh aku buka sekarang?"

'' Tentu, aku juga mau tahu kamu suka atau tidak."

Agni membuka kotak yang berada ditangannya dengan perlahan. Begitu ia tahu apa isi dari kotak itu, Agni menatapnya bingung.

" Shan, ini terlalu berlebihan. Perhiasan ini pasti mahal."

" Apanya yang mahal, untuk sahabat tidak ada yang mahal. Itu di desain khusus untukmu."

" Shan aku harus mengatakan apa, terima kasih saja tidak cukup untuk membalasnya."

" Kamu ini apa sih, tidak perlu seperti itu. Aku senang melihat kebahagiaanmu."

" Terima kasih Shan."

" Sama-sama, semoga pernikahanmu berjalan dengan lancar."

" Hm... terima kasih Shan."

" Anin....!!!'' Terdengar suara gaduh di luar sana. Agni dan Shan tampak bingung dengan suara teriakan menyebut nama Anin.

" Tante, ada apa di luar sana?" tanya Agni pada tantenya yang kebetulan lewat.

" Biasalah si Anin, di suruh kupas mangga untuk dibuat jus eh malah di makan bareng bocah-bocah. Ya sudah, bunda kamu marah."

" Ya Allah si Anin."

" Adik kamu memang ajaib, Ni."

" Lihat dong sana Shan, bisa naik darah tinggi bunda nanti."

" Iya, iya aku kesana ya."

" Hm."

Shan menghampiri bunda yang sedang memarahi Anin di sana. Anin hanya bisa menunduk karena bundanya yang marah itu.

" Tante ada apa?'' tanya Shan yang melihat tantenya tampak menenangkan amarahnya.

" Shan, ini nih si Anin," jawab bunda menghela napas.

" Bunda, Anin memang salah. Tapi bukan berarti Bunda bisa marahi Anin di depan orang banyak. Anin bukan anak kecil lagi, kalau Anin buat salah bisa kan kita bicara berdua." Bola matanya tampak berbinar menahan air matanya. Hal yang tak pernah Shan lihat sebelumnya.

Bunda hanya diam seribu bahasa mendengar ucapan Anin dengan suara bergetar itu.

" Tante." Suara mungil itu memanggil namanya . " Tadi Tito, Ami sama Erli yang minta mangga nya. Tadinya kak Anin enggak mau kasih tapi kami terus paksa. Terus kak Anin kasih kita makan mangga nya. Jangan marah sama kak Anin ya tante, kami janji enggak akan nakal lagi," ujarnya se gugukkan.

Bunda menghela napas, ia merasa bersalah pada anaknya itu. Ia sudah memarahinya tanpa bertanya terlebih dahulu bahkan sudah memarahinya di depan orang banyak.

" Anin, maafkan Bunda ya," ujar Bunda memeluk Anin.

" Iya Bunda tidak apa-apa kok." timpal Anin. '' Anin keluar sebentar ya Bunda''.

" Anin mau kemana?''

" Mau ganti mangga nya, sekalian buat adik-adik," ujar Anin berlalu.

" Anin!!" teriak Bunda tapi Anin tidak menggubris panggilan Bundanya itu.

" Tante. Biar Shan yang temani Anin."

" Tolong ya Shan, tante khawatir sama Anin."

" Iya Tan, tenang saja."

Shan mengikuti langkah kaki Anin dari belakang. Anin sesekali melirik Shan yang ada di belakangnya. Ia merasa heran kenapa Shan terus mengikutinya. Ia juga merasa tidak nyaman karena ulahnya itu.

" STOP!!!'' Anin menghentikan langkah Shan. " Shan, kenapa ikuti Anin terus."

" Biar kamu tidak hilang."

" Anin sudah besar mana mungkin hilang. Lagian ini daerah kekuasaan Anin mana mungkin juga Anin tersesat."

" Siapa bilang tidak mungkin."

" Lagian Anin cuma beli mangga bukan beli barang terlarang."

" Ais, cerewet banget nih bocah. Sudah ayo," ujarnya menarik tangan Anin.

" Kenapa tangan Anin di gandeng sih, memang mau menyeberang?''

" Iya."

Anin diam. Sebenarnya Anin merasakan kekacauan di dalam hatinya. Baru pertama kali ini Anin berpegangan tangan dengan seorang pria. Wajahnya kini memerah bak udang rebus.

" Anin sadar dia itu tunangan kak Agni," gumamnya.

" Kenapa tiba-tiba diam? Apa kamu menikmati?"

" Ha?? Bicara apa sih!"

Shan tersenyum melihat reaksi Anin yang tak biasanya itu.

" Pak Budi mangga nya dua kilo ya."

" Loh Nin, bukannya tadi bunda sudah beli?''

" Iya, buat adik-adik, Pak, terus mengganti mangga yang sudah di makan."

" Oh gitu."

" Iya."

" Di gandeng terus takut Anin nya hilang?'' celetuk Pak Budi karena melihat tangan Anin masih berpegangan dengan Shan.

" Iya, Pak, takut si Anin hilang."

" Apaan sih lepas," bisik nya.

" Tidak bisa," ujar Shan.

" Kalau takut hilang, minta Anin sama Bundanya. Biar Anin cepat nikah, menyusul Agni."

" Ih Pak Budi, Anin masih kuliah."

" Memang kenapa, habis nikah kan bisa lanjut kuliah."

" Tuh dengar kata Pak Budi," celetuk Shan yang membuat Anin salah tingkah.

" Apaan sih."

" Nih mangga nya manis semua ini."

" Ini uangnya, Pak, terima kasih ya."

" Iya Nin. Nanti jangan lupa undang Bapak ya."

" Ih Pak! Anin.. . " Shan langsung membekap mulut Anin.

" Nanti pasti di undang Pak. Kami permisi ya, Pak."

" Iya hati-hati."

Shan pun melepaskan tangannya dari mulut Anin. Anin tampak kesal padanya, tapi Shan tidak peduli.

" Shan lepaskan tangan Anin lah."

" Nanti sampai di rumah baru di lepas."

Anin tampak cemberut.

" Apaan sih dia ini. Kalau kak Agni sama Bunda lihat gimana, kan besok tunangan. Dasar Shan bodoh," gerutunya.

" Loh Nin, banyak banget mangga nya."

" Iya Bunda, buat adik-adik juga."

" Kalian kenapa pegangan tangan gitu."

Anin pun langsung menarik tangannya.

" Biar Anin nya tidak hilang Tante."

" Siapa juga yang bisa hilang, beli mangga cuma di depan," celetuk Anin berlalu meninggalkan Shan dan bundanya.

" Kenapa si Anin,Bun?'' tanya Agni yang tiba-tiba muncul.

" Tidak tahu. Ya sudah bunda kesana dulu."

" Iya, Bun." Agni menoleh pada Shan lalu menatapnya tajam.

" Kenapa?''

" Menang banyak nih sama si Anin," ujarnya sambil tersenyum penuh arti. Shan hanya menggeleng-geleng kan kepalanya. " Habis pegangan tangan terus apa lagi Shan?''

" Nikahi dia dululah baru bisa di pikirkan mau apa lagi."

" Di tunggu lamarannya."

Shan hanya tersenyum mendengar celotehan sahabatnya itu.

Terpopuler

Comments

Afrizal Tanjung

Afrizal Tanjung

lanjut

2020-07-28

1

M_T_A

M_T_A

Semangat kak nulisnya😄
Kalau ada waktu luang mampirke karyaku "The Perfect My Wife"

2020-05-02

1

Afrizal Tanjung

Afrizal Tanjung

semangat

2020-04-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!