NovelToon NovelToon

Ketika Cinta

BAB 1

Jodoh itu adalah misteri Ilahi yang tidak akan pernah tahu kapan datangnya.

*****

Anin begitulah ia biasa disapa. Pemilik nama lengkap Anindira Maheswari ini masih berusia 14 tahun dan duduk dikelas 8 Sekolah Menengah Pertama di sebuah sekolah negeri ternama. Cewek tomboi berambut pendek ini hobinya kelewat aneh, kalau tidak memanjat pohon dan mengganggu kakaknya, ya bertengkar. Kalau sudah ada yang mengganggunya atau pun mengganggu teman-temannya, ia tak akan segan-segan mengajak bertengkar. Ia tak peduli sama sekali siapa lawan yang akan dihadapinya, sekali pun itu laki-laki yang lebih besar darinya, ia pasti akan meladeninya.

Nyonya Renita dan Tuan Doni selaku bunda dan ayahnya sudah capek menasihatinya agar lebih santun sebagai seorang wanita, paling tidak seperti kakaknya Agni. Tapi Anin tak menghiraukan keluhan orang tuanya itu. Ia selalu bilang kalau inilah dia apa adanya. Kata-kata mujarab yang selalu ampuh untuk menghadapi kedua orang tuanya.

Agni dan Anin memang dua kutub yang berbeda. Agni yang sangat feminim sedangkan Anin sangat tomboi. Agni yang hobi masak sedangkan Anin hobinya cuma makan dan mengganggu kakaknya. Ini mungkin dikarenakan jarak usia mereka yang cukup jauh yaitu 7 tahun. Membuat Anin merasa ia adalah prioritas keluarganya.

-----

Ting. Tong...

Anin berlari ketika suara bel berbunyi. Dengan gerakan cepat Anin membuka pintu itu. Terlihat seorang pria berdiri di depan pintu rumahnya. Ia menatap pria yang ada di hadapannya ini. Pria yang baru pertama kali ia lihat. Anin tak segan mengamati pria itu dari atas ke bawah seperti polisi yang sedang mengamati seorang tersangka.

" Om ini cari siapa?'' tanyanya sambil melipat kedua tangannya." Kata Bunda kalau ada orang asing enggak boleh sembarangan dikasih masuk." Ia ingat betul nasehat bundanya yang satu itu karena dulu ia hampir saja mengalami hal yang tidak mengenakkan saat ada orang yang bertamu ke rumahnya. Hampir saja ia mengundang pencuri karena sembarangan menyuruh masuk tanpa bertanya siapa orang yang datang itu.

'' Kamu tadi bilang apa? Om?" Pria itu protes karena sebutan yang ia anggap tak sesuai untuknya.

'' Iya, memangnya Anin harus panggil apa? Adek, mas atau.....kakek." Anin malah menantangnya balik seolah apa pun yang di ucapkannya tak ada yang salah.

'' Anin, siapa Nak yang datang, " teriak Bunda dari arah dapur.

'' Tuh ditanya Bunda, Om ini siapa?" tanyanya lagi dengan polosnya.

" Nih anak polos atau apa ya," gumam Shan.

'' Ih si Om malah diam aja," protesnya karena ia tak kunjung menyebutkan namanya.

'' Anin....," ujar Bunda menghampirinya di depan.

'' Nih, Bunda, tamunya makhluk aneh ditanya diam aja." Anin yang sudah kesal pergi meninggalkan Bunda dan pria itu.

'' Loh Shan, kamu toh, ayo masuk, Nak."

'' Iya Tante," ujarnya. Shan pun masuk ke dalam rumah itu sambil memandang sekitar, rumah yang dulu sering ia kunjungi saat masih kecil. Tak banyak berubah dari rumah mungil ini.

'' Anin ini enggak sopan sama tamu malah dibilang makhluk aneh," protes Bunda padanya.

'' Anin mana tahu, Bun, kalau Bunda kenal. Dari tadi Om nya ditanya diam aja sih."

'' Kenapa Shan dipanggil Om? panggil kakak bukan om."

'' Ah Bunda repot deh." Anin malah merajuk dan pergi meninggalkan bundanya sendiri.

'' Ha, anak itu. Maaf ya Shan kelakuan Anin memang masih kekanak-kanakan."

'' Iya Tante, tidak apa-apa."

'' Papa kamu mana? katanya mau ke sini juga, kenapa cuma kamu yang datang."

'' Ada tante, tadi ketemu sama om di jalan. Terus ya sudah, Papa minta turun biar sama jalannya sama

Om. Katanya lebih enak jalan sambil mengobrol."

'' Oh gitu. Mereka memang begitu kalau sudah ketemu banyak yang dibahas."

'' Iya Tante."

'' Assalamualaikum." Terdengar suara seseorang mengucapkan salam.

'' Waalaikumsalam."

Dua orang yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang juga.

'' Renita sudah lama tidak ketemu."

'' Kamu terlampau sibuk Di. Tidak mau datang kesini lagi."

'' Bukan begitu. Banyak yang harus ditangani, mamanya Shan sudah tidak ada, jadinya makin sibuk."

'' Jagalah kesehatan Di, jangan memaksakan diri."

'' Tenang Don, sekarang sudah lebih santai. Ada Shan kan."

'' Tapi Shan masih kuliah kan?''

'' Iya Om, Shan masih kuliah sembari bantu-bantu Papa."

'' Kamu memang anak yang berbakti Shan."

Shan hanya tersenyum mendengar pujian dari om nya itu.

'' Oh ya Anin sama Agni mana, Bun?''

'' Agni lagi di dapur menyiapkan minuman ya, kalau Anin paling mengganggu kakaknya."

'' Agni yang paling besar kan, Don?''

'' Iya, Agni yang paling besar. Masih kuliah sama seperti Shan. Yang kecil namanya Anin, masih kelas 8 SMP."

'' Nah itu mereka."

'' Silakan diminum Om, Shan," ujar Agni meletakkan air minuman dan camilan di atas meja.

'' Agni sudah besar, makin cantik lagi. Bagaimana kuliah kamu, Nak?''

'' Lancar om'', ujarnya. '' Om sehat kan?''

'' Alhamdulillah sehat."

Saat mereka asyik mengobrol satu sama lain, Anin merasa kesal karena merasa ter acuhkan. Ia jadi sebal sendiri karena hanya kakaknya yang selalu dibicarakan dan dianggap.

Ia pun pergi diam-diam tanpa sepengetahuan mereka. Anin terus mengomel sambil menghidupkan televisi karena diacuhkan.

'' Ya kali Anin dicueki, Anin dianggap makhluk halus kali ya, nasib deh. Mending lihat kartun," ujarnya sambil mengambil remot lalu menghidupkan TV.

Dengan asyiknya ia menonton film kesukaannya itu sambil tertawa sendiri sampai-sampai ia tak menyadari ada seseorang yang tengah berdiri tepat dibelakangnya, menatapnya dengan serius.

'' Masih nonton kartun?''

Merasa ada seseorang yang berbicara padanya Anin langsung menoleh ke belakang. Raut wajahnya langsung tak enak saat tahu orang yang berbicara padanya itu.

'' Kenapa Om ada disini?''

'' Hei bocah, memangnya aku sudah setua itu dipanggil Om."

'' Terus mau dipanggil apa?''

'' Panggil aku Kakak, mengerti!''

'' Baiklah, Kak. Nama Kakak tadi siapa?''

'' Shan."

'' Shan....the sheep? domba dong," ujarnya tertawa.

'' Ha???'' Shan tak mengerti dengan ocehannya itu.

'' Nama kakak domba, tuh, kayak kartun yang Anin tonton, Shan the sheep."

'' Bocah, itu Shaun."

'' Samalah, cuma beda dikit doang dipermasalahkan, heran."

Shan kehabisan kata-kata menghadapi sikap Anin yang ajaib. Dia dengan sesuka hati berkata ini dan itu tanpa beban. Dia tak bisa berkata apa-apa lagi dengan anak kecil berumur 14 tahun itu.

'' Loh Shan, kamu disini?'' tanya Agni yang heran melihatnya bersama dengan Anin yang serius menonton TV.

'' Iya, tadi habis dari kamar mandi," jawabnya.

'' Oh, sudah kenal Anin kan?''

'' Sudah, tadi juga Anin yang buka pintu."

'' Oh gitu."

'' Aku balik ke depan ya."

'' Oke," ujar Agni tersenyum.

'' Kakak suka ya?''

'' Ha? bicara apa sih kamu."

'' Senyum-senyum gitu."

'' Terus harus bagaimana? nangis?''

'' Ya bukan gitu juga, Kak. Lagian mereka dalam rangka apa berkunjung ke rumah kita?''

'' Ya kan bunda sama ayah sahabatan sama om Adi, sudah lama kan om tidak ke rumah, apa salahnya kesini."

'' Cuma itu?''

'' Kamu ini mikirnya apa sih Nin, heran kakak."

'' Bukannya om datang mau jodoh in Kakak sama domba?''

'' Jodoh in? domba? siapa itu."

'' Itu Shan, domba kan."

'' Anin itu Shaun."

'' Iya ya sudahlah anggap saja sama, Kak. Benarkan kakak mau dijodohin sama Shan, soalnya tadi Anin dengar gitu."

'' Dari mana kamu dengar? Ada-ada aja kamu, Nin."

'' Is, percaya deh sama adiknya."

'' Malas deh ngomong sama kamu, Dek."

'' Gitu deh Kak Agni," protesnya.

'' Bantu Bunda di dapur yuk, bentar lagi makan siang nih."

'' Iya." Dengan langkah malas Anin menghampiri bunda dan kakaknya di dapur.

Bunda tengah sibuk mengaduk-aduk rendang yang hampir mengering agar tidak gosong dan sesekali melihat rebusan yang ada di sebelahnya. Sedangkan Agni sibuk menata ayam goreng yang sudah selesai dimasak serta menaruh sambal terasi yang sudah dibuatnya tadi.

'' Bunda, Anin bantu apa?''

'' Piring-piring sama gelas, Nak, taruh di meja."

'' Oh oke Bun."

Anin mengambil beberapa piring lalu meletakkannya satu-satu di atas meja. Lalu mengambil gelas dan diletakkan persis yang dilakukannya tadi. Masakan yang sudah selesai, ia taruh juga di atas meja.

'' Nin, panggil Ayah, Om sama Kak Shan sana."

'' Iya bun."

Anin melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Ayah dan om Adi masih asyik dengan obrolan nostalgia mereka, sedangkan Shan hanya diam sesekali tersenyum mendengar obrolan mereka itu.

'' Ayah, sudah waktunya makan."

'' Oh iya, ayo kita makan dulu Di, Shan. Bundanya anak-anak masak khusus buat kalian."

'' Jadi bikin repot."

'' Tidak repot, malah senang. Ayo. Ayo."

Mereka pun bergegas ke ruang makan. Disana bunda dan Agni menyambut mereka dengan senyuman.

Lalu mereka menyantap makanan yang telah disediakan itu dengan nikmatnya.

Setelah selesai makan, Anin dan Agni mengumpulkan piring kotor untuk dicuci. Anin yang memang tugasnya mencuci piring harus menghadapi kenyataan piring-piring dan segala teman-temannya sudah bertumpuk dan meraung-raung meminta untuk dibersihkan.

Anin menghela napas panjang. Ia menggulung lengan bajunya dan siap untuk bertempur.

" Baiklah pertempuran dimulai, siap-siap ya piring-piring, tidak ada ampun untuk kalian hari ini.'

BAB 2

Akhirnya pekerjaan yang penuh dengan perjuangan telah Anin selesaikan. Dengan berpeluh keringat dan air mata, ya sebenarnya tidak sih, lebih tepatnya pakaian yang dipakainya saat ini sudah basah karena cipratan air.

Bunda yang ada di hadapannya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat anak gadisnya ini. Anin membalas bundanya dengan senyuman penuh makna supaya bundanya tidak marah padanya.

" Anin sana ganti baju, nanti masuk angin," titah bundanya.

" Iya Bun," ujarnya berlari-lari kecil meninggalkan bundanya di dapur.

Anin bergegas ke kamarnya dan berganti pakaian. Sebuah kaos berwarna putih dan celana kulot berwarna coklat jadi pilihannya. Setelah beres berpakaian, ia pun turun ke bawah berniat untuk menonton film kesukaannya. Tapi, di teras samping terlihat Agni dan Shan tengah mengobrol sesekali diselingi canda tawa. Prediksinya tentang perjodohan itu semakin besar karena keakraban mereka itu.

" Eh Nin, kebetulan kamu disini. Tolong temani kak Shan dulu sana, kakak mau pergi sebentar."

" Ya kenapa Anin?''

" Terus siapa lagi anak nakal."

" Memangnya kakak mau kemana?"

" Ke mini market depan."

" Ya sudah Anin saja yang pergi."

" Tidak bisa, ongkos jalan kamu lebih mahal ketimbang yang dibeli. Sudah sana, apa mau nih kakak batalkan tas baru kamu itu."

" Ya, malah diancam. Iya. Iya Anin kesana, tapi janji tas barunya tetap dibeli."

" Iya, sudah sana."

Dengan langkah cepat Anin bergegas menemui Shan disana. Terlihat Shan sedang mengetik sesuatu di ponselnya dengan serius. Sesekali ia mengernyitkan dahinya, entah apa yang sedang dipikirkannya.

" Loh bocah lagi apa disitu?'' tanyanya yang heran melihat Anin duduk di samping pintu.

" Disuruh kakak temani," jawab Anin polos.

" Temani? Kalau mau temani kenapa disitu, kesini duduk".

" Banyak maunya ya." Walaupun mengomel tetap saja Anin menuruti ucapan Shan itu. Ia pun duduk didepan Shan. " Sudah kan."

" Bagus."

" Bikin kesal deh, yang mau PDKT siapa yang jadi tumbal siapa," ocehnya.

" Siapa yang PDKT?''

" Oh ya, boleh tanya kan," ujar Anin tanpa memedulikan pertanyaan Shan tadi.

" Tanya apa?''

" Setahu Anin kak Agni sudah punya pacar, Shan masih mau sama kak Agni. Kasihan dong kak Bimo ditinggal sama kak Agni."

" Tunggu-tunggu maksudnya apa ya? Dan kenapa kamu manggil hanya dengan nama, memangnya kita sebaya."

" Gitu aja marah. Apalah arti sebuah nama."

" Dasar bocah."

" Dijawab dong pertanyaan Anin tadi."

" Kamu kebanyakan nonton sinetron kayaknya, dikurang-kurangi deh."

" Memangnya yang Anin bilang tadi salah ya? Kalau nanti kak Agni milih kak Bimo, ya sudah nikah sama Anin aja."

" Ha???''

" Anin serius loh," ucapnya dengan wajah datar. Shan tidak mengerti apa Anin sadar atau tidak dengan ucapannya itu. " Ya sudah ya Anin mau belajar, besok ada ulangan," ujarnya meninggalkan Shan yang masih bingung dengan ucapan Anin barusan.

" Gila, dia sadar enggak sih apa yang barusan di ucapkannya. Dasar anak aneh." Shan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Shan tak henti-henti tersenyum mengingat tingkah Anin tadi. Baru kali ini ada cewek, masih bocah pula berani berbicara padanya seperti itu. Apalagi memintanya untuk menikah dengannya. Sesuatu yang sangat tidak masuk akal buatnya.

" Loh si Anin mana Shan?'' tanya Agni yang tidak melihat Anin bersama Shan.

" Sudah pergi, katanya mau belajar karena besok ada ulangan," jawabnya sesuai apa yang diucapkan Anin.

" Oh''.

" Anin itu aneh ya, maksudku dia itu bicara sesuka hatinya tanpa dipikirkan terlebih dahulu."

" Anin sih memang begitu orangnya, aku nih sebagai kakaknya aja kadang geleng-geleng kepala lihat dia, ajaib tingkahnya."

" Dulu aku pikir Anin itu pemalu, tapi sekarang banyak banget omongannya."

" Itu sih bukan pemalu Shan tapi malu-malu in. Itu baru sedikit yang kamu tahu, kemarin-kemarin dia malah bertengkar dengan temannya, laki-laki pula, dia itu sudah sabuk hitam di taekwondo, kalau terjadi apa-apa sama temannya itu bagaimana coba, bikin masalah, kan."

" Sampai segitunya?''

" Iya, kadang suka bingung gimana buat anak itu diam."

" Tapi, aku salut dengan nyalinya tang besar itu."

" Memangnya Anin melakukan apa?''

" Dia kayaknya mikir kalau kita berdua ini dijodohkan."

" Ah, si Anin memang dari tadi omongannya aneh terus, dia juga bilang begitu. Kayaknya dia salah paham deh."

" Ya mungkin, dia juga bilang kak Agni kan sudah punya pacar, kasihan dong kak Bimo. Kalau kak Agni pilih kak Bimo, ya sudah nikah sama Anin aja. Berani banget adik kamu itu Ni."

" Anin ngomong gitu?'' Shan mengangguk. " Gila si Anin masih kecil omongannya udah gitu."

" Yang anehnya dia mikirnya kenapa jauh gitu, kok bisa ada kata-kata perjodohan di pikirannya itu."

" Aku juga enggak tahu kenapa Anin bisa mikirnya gitu. Mungkin karena dia lihat kita akrab, dia jadinya salah paham melihat kedekatan kita padahal kan kita memang sahabatan sejak kecil."

" Adik kamu memang aneh."

" Awas loh entar suka lagi sama si Anin. Dia memang masih kecil, kelakuan masih kekanak-kanakan, tapi lihat deh nanti kalau dia sudah dewasa, bakalan klepek-klepek deh kamu."

" Kamu ini sama saja anehnya sama adik kamu."

" Dasar."

Mereka pun tertawa.

" Shan, Agni sini," panggil bunda menyuruh mereka datang ke ruang tamu.

" Ada apa bun?'' tanyanya.

" Om mau pamit pulang," jawab bunda.

" Cepat banget om pulangnya."

" Iya, besok om sama Shan sudah harus pergi ke Paris. Ada proyek besar disana, sekalian tinggal disana sementara waktu."

" Baru juga ketemu Di, sudah pergi jauh."

" Maaf Don, makanya kita kesini sekalian pamit."

" Semoga sukses disana, jangan lupa kasih kabar."

" Tentu, kalau begitu kami pamit."

Bunda, ayah dan Agni mengantar kepergian mereka. Agni menarik Shan lalu berbisik padanya yang membuat Shan geli sendiri.

" Gimana? Aku jaga deh si Anin buat kamu Shan."

Shan agak terkejut mendengar bisikan Agni itu. Shan menatap Agni dengan tatapan penuh kebingungan.

'' Gimana?''

Setelah berpikir sesaat, Shan pun mengangguk saja lalu tersenyum. " Aku pegang janjimu."

" Oke."Agni pun tersenyum senang.

Shan pun masuk ke dalam mobil. Setelah berpamitan lagi, mobil itu pun melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan kediaman mereka.

" Kalian bicara apa tadi? tanya bunda yang penasaran karena melihat anaknya dan Shan tertawa bahagia.

" Rahasia bun, bunda mau tahu aja," jawabnya meninggalkan bundanya yang penasaran.

'' Sudah main rahasia-rahasia sama bunda ya," celetuk bundanya.

------

" Belajar apa tidur Nin," ocehnya memasuki kamar adiknya itu.

" Sambilan kak," ucapnya tak kalah aneh.

" Gimana caranya?''

" Ya gitu, dibayangi aja gimana caranya."

" Dasar."

Anin tertawa puas mengerjai kakaknya.

" Om sama domba sudah pulang ya kak?''

" Sudah, kenapa kamu tidak turun tadi?''

" Lagi nanggung belajarnya, besok ada ujian. Kan kakak yang bilang kalau nilai ulangan Anin bagus, baru bisa dibelikan tas baru."

" Oh iya, masih ingat juga kamu."

" Iyalah ingat, sudah pengen banget sama tas itu. Jangan bohong ya kak."

" Kapan juga kakak bohong sama kamu Nin."

" Mana tahu gara-gara ketemu sama domba."

" Shan dek, kamu enggak boleh gitu sebut nama orang."

" Iya kak, maaf."

" Oh ya dek."

" Iya kak."

" Jangan pacaran dulu ya."

" Apaan sih kak, siapa yang mau pacaran."

" Makanya kakak bilang kan, jangan pacaran dulu."

" Memang ada apa sih kak? " Anin bangkit lalu menghampiri kakaknya sangkin penasarannya.

" Ada deh, nanti kalau sudah waktunya kamu tahu sendiri."

" Kakak apaan sih, yang jelas kalau ngomong."

Agni hanya tersenyum melihat adiknya itu kesal karena penasaran.

" Sekarang sih kamu belum mengerti dek, nanti kalau sudah waktunya kamu mengerti sendiri. Sekarang sih tugas kakak menjaga kamu supaya jangan ada yang dekat sama kamu apalagi kamu naksir orang lain. Pokoknya jangan. Kakak lagi dalam misi menjaga jodoh", gumamnya.

BAB 3

Tak ada yang lebih indah selain dua orang yang bertemu karena saling menemukan. Sama-sama berhenti karena telah selesai mencari. Tak ada yang akan pergi, sebab tahu bagaimana sulitnya mencari.

~anonim~

---------

Setelah lima tahun berlalu kini Anin sudah beranjak dewasa. Usianya menginjak 19 tahun dan tentu saja sudah memiliki kartu tanda penduduk. Sebuah kartu yang membuatnya sah sebagai orang dewasa. Begitulah ia menganggap kartu sakti itu.

Anin yang dulu bukanlah Anin yang sekarang. Dulu dia gadis remaja tomboi dengan rambut pendeknya, sekarang ia gadis dewasa dengan rambutnya yang panjang. Ia tampak berbeda dan semakin cantik. Ya fisik boleh berubah tapi naluri tetaplah Anin yang dulu, tidak akan pernah berubah bagaimanapun juga.

Anin sudah kuliah di sebuah Universitas swasta ternama di kotanya. Sekarang ia sudah memasuki semester kedua.

Setelah menyelesaikan mata kuliahnya sampai siang, Anin buru-buru pulang ke rumah karena harus membantu bunda dan keluarganya untuk mempersiapkan acara lamaran kakaknya Agni.

Semua orang sibuk mempersiapkan acara lamaran yang akan dilangsungkan esok hari itu. Bunda adalah orang yang paling sibuk karena harus mengatur ini dan itu, bunda tidak mau ada yang tidak beres karena ini adalah acara pertama yang mereka buat untuk putri pertama mereka.

Tapi selain bunda, masih ada orang yang tak kalah sibuknya. Siapa lagi kalau bukan Anin. Ia sibuk membongkar lemari, mencari kesana kemari barang yang belum ia temukan.

" Anin ribet banget sih, kamu cari apa?''

" Sepatu high heel Anin mana kak?''

" Kenapa kakak yang ditanya. Memangnya di mana kamu simpan Nin?''

" Iya di sini kak, tapi kok enggak ada ya, cuma itu sepatu high heel Anin kak, nanti acara kakak, Anin pakai apa?''

" Ya sudah pakai sendal saja."

" Solusi yang baik, benar ya, Anin pakai sendal jepit nih."

" Ya jangan, cari yang benar sana. Jangan terburu-buru carinya biar ketemu."

" Bukan dibantu juga," gerutunya.

Anin sibuk mencari sepatu high heel nya yang hanya ada satu pasang itu. Ia memang tidak suka memakai hak tinggi seperti itu, terlalu ribet menurutnya. Punya satu saja dramanya sudah seperti sinetron, penuh perjuangan, kalau tidak karena ada acara yang akan dilangsungkan tak lama lagi, mungkin sepatu itu tidak akan pernah ada di rak sepatunya.

" Hei cinderella tuh sepatunya," ujar kakaknya meletakkan sepatu yang dicarinya sejak tadi. " Makanya letak barang yang benar."

" Kalau tidak ketemu paling pakai jepit."

" Awas ya kalau berani pakai sendal jepit."

" Bercanda kak."

Anin senyum-senyum sendiri karena amukan kakaknya itu. Jelas saja Agni marah kalau Anin benar-benar memakai sendal jepit karena Agni tahu bagaimana sifat adiknya itu, tidak tertebak sama sekali apa yang akan dilakukannya. Apa yang tidak kita pikirkan tiba-tiba akan dilakukannya. Terakhir kali saja Anin membuat kakaknya malu setengah mati.

Saat itu mereka akan menghadiri acara pesta pernikahan seorang saudara. Ayah dan Bunda sudah bersiap-siap di dalam mobil, sedangkan Agni masih menunggu Anin di ruang tamu. Tak lama Anin pun turun dengan riangnya. Mendengar langkah Anin itu Agni pun menyuruhnya untuk cepat. Tapi apa yang didapatinya setelah melihat penampilan Anin yang begitu membuatnya mengamuk. Anin memakai kemeja dan celana jeans dengan sepatu kets berwarna putih. Tak pelak Agni marah se marah-marahnya hingga membuat orang tuanya harus turun tangan menenangkannya.

Mau tak mau mereka pasrah dengan tingkah laku Anin itu karena memang mereka tidak punya waktu lagi untuk menyuruhnya berganti pakaian. Jadilah Anin pergi dengan pakaian kasual seperti hendak pergi ke mall. Dari situ Agni selalu mengingatkannya untuk berpakaian sesuai kondisi dan tempat, apalagi saat acaranya besok, ia tak mau Anin membuat keributan lagi seperti sebelumnya.

Anin duduk termenung dengan tangan memangku di pipinya. Entah apa yang sedang di pikirkannya hingga terlihat serius seperti itu. Sekali-sekali ia menghela napasnya lalu menggelengkan kepalanya dan terkadang berbicara sendiri. Seperti ada beban berat di pikirannya itu.

Bundanya yang sejak tadi memperhatikannya hanya bisa menggeleng-geleng kan kepalanya melihat anak gadisnya itu.

" Bunda lagi apa?'' tanya Agni yang melihat bundanya seperti khawatir.

" Tuh lihat adik kamu," ucap bunda menunjuk Anin yang sedang duduk disana.

" Kenapa dengan Anin bun?''

" Dari tadi bunda perhatikan dia bicara sendirilah, geleng-geleng kepalalah . Entah apa yang sedang dipikirkannya,"

" Anin kan memang begitu bun, kayak bunda baru tahu sifat Anin aja."

" Iya, tapi kok kayaknya berat gitu yang dipikirkannya. Coba sana bicara sama adik kamu."

" Iya deh bun."

Agni pun menghampiri Anin atas perintah bundanya yang khawatir dengan anak keduanya itu. Takut terjadi apa-apa dengan Anin yang melamun tanpa sebab.

" Lagi apa sih Nin?'' tanyanya sambil mengambil posisi duduk di sebelah adiknya itu.

" Lagi memikirkan sesuatu kak," jawab Anin mantap.

" Memikirkan apa? Serius banget."

" Tentang pertunangan kakak."

" Ha? Memangnya kenapa."

" Bukannya kakak di jodohkan sama Shan, terus kakak mau tunangan sama kak Bimo. Ini sebenarnya bagaimana sih kak?'' tanyanya menatap kakaknya serius.

" Yang buat cerita soal perjodohan kan kamu sendiri Nin. Lagian kenapa sampai sekarang Anin masih tetap kukuh memikirkan soal perjodohan? Dia tidak tahu apa kalau sebenarnya antara kami berdua tidak ada hubungan apa-apa. Ni adikku polos atau apa ya, heran deh lihatnya," gumamnya

" Kak Agni jangan diam aja dong, dijawablah pertanyaan adiknya."

" Mau jawab apa dek, kakak aja bingung dengan pemikiran kamu itu."

" Kakak kok bingung, ini hidup kakak loh. Kak Bimo atau Shan?''

" Kalau kakak pilih kak Bimo, kamu mau menikah dengan Shan?''

" Ha??''

" Loh kok ha? Lupa ya sama ucapan sendiri."

" Apaan sih kakak, lupa apa coba? Anin polos loh, tidak tahu apa-apa."

" Yang benar??'' Agni terus menggodanya.

" Ya benar."

" Ya sudah," ujarnya pergi meninggalkan Anin dengan sejuta kebingungan.

" Aneh deh kak Agni. Memangnya kalau orang mau nikah jadi seaneh itu ya. Mending Anin pikir-pikir lagi kalau mau nikah, nanti kayak kak Agni gitu."

Anin sepertinya masih salah paham dengan kedekatan Shan dan Agni, pemikirannya saat itu entah mengapa masih membekas sampai sekarang. Kesimpulan yang ia buat sendiri malah membuat kakaknya Agni bingung sendiri. Bagaimana menjelaskan permasalahan ini padanya agar paham dan tidak kukuh pada pendapatnya itu. Padahal Agni dan Shan hanya berteman baik dan Shan pun mengenal Bimo calon suami Agni itu.

Shan dan Bimo dulu satu sekolah walaupun beda kelas. Agni mengenal Bimo pun karena Shan memperkenalkan Bimo padanya. Makanya aneh kalau Anin mengira mereka lebih dari teman. Anin masih belum paham mengenai situasi yang terjadi ini. Ia masih saja memikirkan soal perjodohan yang tak pernah ada itu.

" Anin coba dulu pakaiannya, kekecilan atau bagaimana," ujar bunda memberikannya sebuah gaun yang akan dipakainya besok.

" Tadi sudah di coba bunda, sudah pas di badan Anin."

" Masa?''

" Iya loh bun, tanya deh kak Agni."

" Benar Ni yang dibilang sama Anin?''

" Iya bun," sahut Agni.

" Tuh kan bunda enggak percaya sama anaknya sendiri."

" Bukan bunda enggak percaya, soalnya kamu suka aneh-aneh, jadi bunda harus antisipasi."

" Apa bedanya bun, beda kata doang juga."

" Pokoknya bunda enggak mau kejadian pakai baju butut terulang lagi."

" Ih bunda baju bagus di bilang butut, jahat banget bunda."

" Iya benar tuh kata bunda, awas ya dek kalau terulang lagi," timpal Agni yang membuat Anin terdiam.

" Iya, iya takut banget. Anin mana mungkin buat kayak gitu lagi. Anin kan mau cantik juga."

" Gitu dong dek, jangan buat kakak kesal terus."

" Iya kakakku sayang."

Ting tong....

Terdengar suara bel berbunyi. Agni dan Anin saling menatap, siapa yang akan membuka pintu itu. Belum lagi Agni melontarkan kata-kata, bunda sudah menyuruh Anin untuk membuka pintu itu.

" Tolong buka Nak. Siapa tahu orang katering."

" Ok bun."

Anin pun bergegas ke depan untuk membuka pintu itu. Ada seorang pria muda berdiri di depan pintu rumahnya. Berpakaian modis dan sangat tampan.

Anin melipat kedua tangannya, sedikit heran dengan orang yang ada di hadapannya ini.

" Orang katering ya.''

" Ha?''

" Kok jadi bingung?''

" Anin siapa yang datang?'' tanya bundanya seraya menghampiri Anin di depan sana. Bundanya pun terkejut melihat pria yang datang itu. " Loh kamu Shan."

" Iya tante,"ujarnya tersenyum lalu menatap Anin penuh arti.

" Shan???'' Anin tak kalah terkejut mendengar bundanya menyebut nama itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!