Antara Benci Dan Cinta

Antara Benci Dan Cinta

Bab 1.

Pagi-pagi di rumahnya yang sederhana Nuraini berdandan secantik mungkin menyambut kedatangan Agung Mahendra suaminya setelah tiga tahun penantiannya.

Bagaimana mereka terikat dengan nikah gantung ini, itu karena tiga tahun yang lalu sebelum usianya genap 16 tahun, Ayahnya menerima pinangan dari orang tua Agung yang kala itu berusia 24 tahun dengan alasan persahabatan.

Berhubung Anik masih sekolah tidak ada pesta meriah hanya akad nikah yang hanya dihadiri oleh keluarga inti saja, apalagi malam pertama.

Semula Anik menerima karena ingin patuh pada Ayahnya namun ternyata Agung sangat tampan sehingga terbit rasa suka di hatinya, disinilah ia sekarang menunggu dengan gelisah bolak-balik ke kamar mandi sampai bajunya kusut dan riasannya luntur.

"Mana sih! Kenapa mereka belum sampai, huh!" Keluhnya sambil memegangi perutnya. Menunggu membuat Anik meriang, mules serta jantung berdebar-debar. Gejala ciri-ciri orang nervous.

"Iya, coba telpon Yah!" Ningsih ibunya Anik pun ikutan gerah.

Perjalanan dari Kota Jkt ke desa Anik cuma dua jam lebih dengan mobil pribadi. Kalau berangkat jam sembilan pagi jam sebelas siang atau paling telat jam dua belas sudah sampai lewat jalan tol. Sekarang waktu menunjukkan angka 14.30wib. "Hm..." Sekdes Safar membuang nafas pelan.

"Mungkinkah terjadi kecelakaan?" Tanya Ningsih pada suaminya.

"Hus, jangan bicara sembarangan! Wicaksana itu keluarga terpandang, banyak iring-iringan pengawal yang menjaga keselamatan mereka."

"Tapi kalau Allah berkehendak..."

"Diam lah," potong Sekdes Safar marah, ucapan istrinya ini seolah mendo'akan.

"Baru terlambat dua jam kamu sudah bawel!" Bentaknya, Ningsih terdiam. Menarik nafas berat membuangnya kasar, hah! Bahkan saat pernikahannya dulu, Ningsih tidak gelisah seperti ini menunggu pengantin prianya.

"Anik, lihat ini!" Cilla bernama lengkap Prisila Hermana usia 20 tahun, satu-satunya teman Anik yang tau dia telah menikah, tiba-tiba berteriak.

Karena penasaran dengan tampang suami teman sebangkunya di SMA itu, ia ikut makan siang bersama keluarga Anik yang berakhir kecewa. Namun dengan sabar dia menunggu sambil browsing-browsing hapenya.

"Apa sih, bikin kaget aja!" kesal Anik. Karena lama menunggu hormonnya jadi gak stabil, perasaannya benar-benar gelisah. Duduk gak tenang, berdiri apalagi.

"Ini," Cila menunjukkan layar hapenya.

"Sebuah ledakan di jalan tol memakan korban jiwa, untuk sementara berjumlah lima belas orang termasuk orang penting Wicaksana Grup."

"Aaaaa!" Anik menutup mulut kaget.

Safar dan istrinya juga terkejut, segera membuka ponsel masing-masing.

"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un."

***

Malam hari di Rumah besar Wicaksana tamu-tamu berdatangan berpakaian hitam-hitam, terutama dari karyawan perusahaan. Rekan bisnis bahkan Kepala negara, beberapa menteri beserta staf datang menyampaikan ucapan turut berduka cita.

Tuan Tara Wicaksana dan Istinya Nyonya Nadya ikut menjadi korban ledakan, dua pengawal dan juga supir pribadi.

Keluarga Anik sudah sampai di rumah duka, duduk paling depan di samping jenazah disemayamkan. Rencananya besok akan dimakamkan menunggu keluarga besar lainnya berdatangan.

Dengan mata sembab, Anik mencari keberadaan suaminya. Bertanya pada pengawal Rumah Besar tidak ada yang mengetahuinya. Begitu juga pelayan wanita di dapur, mereka tidak tau kalau Anik adalah istri Tuan muda mereka.

"Ngapain dia nanya-nanya," sinis sesama pelayan wanita.

"Tau, pacarnya kali." Jawaban salah satu ART mengundang cekikikan ART yang lain.

"Kalau dia pacar Mas Agung berarti aku istrinya," ujar Susi si ART paling seksi.

Hahahaha, mereka tertawa sambil tutup mulut takut dibilang kurang ajar kalau ada yang mendengar.

"Aku tidak melihat Mas Agung semenjak pulang dari London, ada yang tau?" tanya yang lain.

"Pastilah sibuk, kamu gak tau kejadian ini bisa berdampak tidak baik pada saham perusahaan."

Cis! "Sotoy lo, kebanyakan nonton drama. Mas Agung belum bekerja di perusahaan kan?"

"Kalau iya juga, masa lebih mementingkan saham dari pada orang tua."

Anik menguping pembicaraan, karena di berita tidak ada nama Mahendra ikut menjadi korban jiwa maupun luka-luka, artinya Agung dalam keadaaan sehat wal'afiat.

"Mas Agung dimana sih kamu?"

Anik tidak mengenal satupun dari keluarga Agung, jadi disini statusnya belum jelas sebelum dia bertemu suaminya itu. Orang tua Anik tidak mau lancang memperkenalkan siapa dirinya, walaupun ada photo-photo mereka saat menikah dan satu bukti yang paling konkrit yaitu surat nikah.

Saat ijab Kabul satu pengawal yang jadi korban dan Supir ikut menjadi saksi, tapi mereka pun telah meninggal. Ada satu pengawal lagi yang dia ingat tapi sama seperti Agung, Anik tidak tahu dimana keberadaannya.

***

Sementara Anik mencari Suaminya.

Agung sendiri sedang duduk termenung di ruang baca keluarganya di lantai tiga, tidak ada yang tau kapan dia datang.

Saat tiba dari luar negeri Agung pergi ke kota B bertemu dengan teman-temannya. Berjanji akan menyusul ke rumah Anik saat pesta berakhir. Namun sampai seminggu Agung belum juga ke rumah istri di atas kertasnya itu, orang tuanya ngotot mau menjemput menantu mereka walau tanpa dirinya.

"Akh!"

Agung mengepal tangan geram, tidak ada air yang keluar dari matanya. Yang ada hanya amarah, dendam pada Anik penyebab orang tuanya tewas.

Dari laporan asisten pribadinya, Agung tau keluarga Anik ada di ruang utama. "Presiden datang saja aku tidak keluar, apalagi mereka. Dasar keluarga pembawa sia!"

Agung meninju pegangan kursinya, ingin rasanya mencekik mereka satu persatu. Terutama Anik, perempuan jelek yang tidak sadar bentuk itu.

Prank!

Barang-barang di atas meja kerja Papanya jadi korban kemarahan Agung, juga yang ada di lemari buku hancur berserakan di lantai.

"Mas Agung, anda tidak apa-apa?"

Doni si asisten pribadi bertanya khawatir. Takut kenapa-napa dengan Tuan mudanya itu, sejak tadi dia berdiri di depan pintu ruang baca berjaga-jaga.

Waktu menunjukkan angka 23.00wib, Rumah Besar Wicaksana sepi. Tinggal pengawal dan beberapa tetangga yang akrab menemani keluarga besar bercakap-cakap.

"Doni, Agung ada di dalam?" tanya Kakak perempuan Agung datang menghampiri. Saat mendengar keributan dari lantai atas, dia segera naik.

Agung merupakan anak tunggal tidak mempunyai saudara kandung, hanya ada satu saudari angkat yaitu Adelia berusia 35 tahun yang masih betah sendiri. Adel termasuk jajaran petinggi perusahaan, pemilik saham nomor 4 terbesar setelah Papa Tara, Mama Nadya dan Agung Mahendra sendiri.

"Ada Nona," angguk Doni menunduk hormat. "Tapi Mas Agung ingin sendiri," lanjutnya.

Ck! Tidak perduli dengan peringatan Doni, Adel membuat panggilan nomor Agung beberapa kali namun benar saja tidak di angkat-angkat bahkan panggilannya direjeck lalu ponselnya di off.

Tok tok tok! Adelia mengetuk.

Satu kali...

Dua kali...

Tiga kali...

Sampai sepuluh kali tidak ada jawaban juga, Adelia tidak mau putus asa. Mengambil kunci serap miliknya lalu membuka sendiri pintunya.

Astaga!

Melihat kehancuran di ruang baca melebihi kena gempa delapan skala richter. "Agung!" panggil Adelia menghampiri adik tampannya. Menangis sejadi-jadinya, memeluk Agung yang terduduk di Sofa.

Wajahnya tertutup jemari tangannya, Agung yang menengadah ke atas kemudian menunduk ke arah kakak di pelukannya.

"Huh!"

Menarik nafas berat membuangnya kasar, Agung balas memeluk kakak cantiknya. Hampir terpancing sedih, namun Agung menahan diri untuk tidak menangis.

Perasaan marah ini akan ku patri dalam hati, untuk membalas dendam pada keluarga sialan itu.

Rahangnya mengetat, suara gigi gemeretak Agung terdengar di telinga Adelia.

***

Saat mendengar keributan Anik mengendap ke lantai tiga, banyak tangga menuju ke atas. Di depan satu pintu yang terbuka, dia melihat seseorang yang familiar.

Sepertinya bapak ini salah seorang yang dulu ikut menjadi saksi pernikahanku dengan Mas Agung. Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga saksi yang masih hidup.

Ucap dalam hati Anik, kemudiannya berjalan mendekati si pengawal.

"Nyonya," sapa Doni melihat Anik.

"Hm," senyum Anik membalas anggukan Doni, ternyata dia ingat padaku batin Anik lega. Merasa ada harapan bertemu suaminya malam ini. "Saya mencari Mas Agung, Pak." Anik suara pelan berbisik, takut kedengaran orang.

"Ada di dalam, Nyonya. Tapi Mas Agung tidak mau diganggu katanya." Doni berkata segan, secara ia tahu Anik adalah istri sah Agung.

"Begitu ya," gumam Anik spontan melirik ke dalam ruangan dari celah pintu yang terbuka, seketika matanya membelalak.

Seorang perempuan berambut gelombang sebahu, wajahnya tidak terlalu jelas kelihatan. Hampir separuh bagian atas tubuhnya terbuka, tersembul dua buah semangka ukuran mantap untuk seorang wanita yang disebut seksi.

Tiba-tiba pitam kepalanya pusing, tubuhnya hampir melorot kalau Anik tidak cepat-cepat menyandar ke dinding. Dengan matanya sendiri, Anik melihat suaminya Agung sedang bercumbu dengan sangat bernafsu.

***Tbc.

Terpopuler

Comments

Yani Cuhayanih

Yani Cuhayanih

Kk aku mampir ya dan langsung esmosi aku benci padamu Aguuuuuuuung bisa2 nya orang cerdas kayak kamu menyalahkan anik atas kematian orang tuanya.pdhal kelakuan Agung berenggggseeeeek........hah

2022-12-28

1

🌸 andariya❤️💚

🌸 andariya❤️💚

hadir kak 👍

2022-03-31

5

🌸 andariya❤️💚

🌸 andariya❤️💚

sekuntum mawar 🌹..buat kak Thor 😍

2022-03-31

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!