Bab. 2

"Nyonya, anda tidak apa-apa?" tanya Doni khawatir memandang raut istri Tuan mudanya tiba-tiba pucat dan hampir jatuh.

Anik menggeleng, menahan tubuhnya agar tidak melorot ke lantai. Ingin segera pergi, lututnya masih gemetar.

Melirik dari sela pintu ke dalam ruang baca, Doni mengerut dahi. Cuma dia yang tau kejadian tak senonoh Adelia pada Agung saat masih remaja.

Dasar siluman, apa Mas Agung sudah memaafkan Mbak Adel?

Hah!

Melihat Anik, Doni jadi mengerti apa penyebab Nyonya mudanya ini menangis tersedu sedan.

Menepuk-nepuk dadanya yang sesak tanpa permisi pada Doni, Anik berjalan perlahan menuruni anak tangga. Harapannya jadi istri Agung pupus sudah, siapa lah diriku ini bermimpi terlalu tinggi. Anik mengusap air matanya yang semakin dihapus semakin deras.

Akh!

Sebelum menghampiri Ayah dan Ibunya, Anik berusaha meredakan tangisannya. Menimbang-nimbang, apakah mau memberitahukan atau tidak perbuatan Agung pada orang tuanya.

Aih, aku lupa mengambil gambar sebagai bukti. Agung tidak menyukaiku, yang bersikeras menikahkan kami adalah Tuan Tara. Sekarang beliau telah meninggal, hubungan suami istri terpaksa cukup sampai disini. Agung memiliki wanita, tanpa minta cerai pun aku yakin dia akan mencampakkanku. Sebaiknya aku menyiapkan mental.

Dalam hati Anik terasa sakit banget, dia menyukai Agung dari pandangan pertama tapi tidak menyadari seberapa dalam rasa itu.

Apakah aku telah jatuh cinta pada Mas Agung? Ya Tuhan, kenapa sakit sekali rasanya dikhianati.

Jatuh lagi air mata, menjelang pukul 01.00wib dini hari tangisnya pun reda. Anik mendatangi orang tuanya, "ayah! Kenapa tidak pulang saja dulu. Besok datang lagi langsung ke pemakaman," usul Anik.

"Iya betul kata Anik," ujar Ningsih yang ngantuk-ngantuk setuju.

Tidak ada juga yang memperdulikan mereka. "Anik tinggallah disini Nak, tunggu suamimu." Safar memohon gak enak hati pada besannya yang terbujur kaku.

Menunggu suami berselingkuh? Benar-benar kena mental...

Anik menatap Ayahnya ragu, mau bilang apa tidak.

Lebih baik bicarakan dulu dengan Mas Agung, mau dibawa kemana hubungan ini. Apa maksudnya menikah denganku kalau punya wanita lain.

"Kamu bisa berteman dengan pelayan, bantulah apa saja." Safar menatap putrinya, sayu. Khawatir juga meninggalkan nya sendirian di tempat asing.

Ya Tuhan! Ku mohon, ini kali terakhir aku berurusan dengan Agung batin Anik lalu mengangguk. "Baiklah, Anik nurut apa kata Ayah."

Hm...Sekdes Safar menarik senyuman. Kasihan pada putrinya, sebagai istri Tuan rumah dirinya tidak dianggap oleh keluarga Wicaksana. Hanya Tara dan Nadya yang mendukung Anik, sekarang sudah tidak ada lagi. Sekdes Safar bahkan tidak melihat wujud menantunya dari tadi. "Ya sudah, kami pulang dulu." Pamitnya pada Anik, mengajak Ningsih pergi. Mata istrinya itu redup seperti lampu lima watt.

Menemani Ayah dan ibunya ke mobil, "besok Anik ikut siapa ke pemakaman?" Tanya Anik.

Sebagai menantu, ia merasa berkewajiban mengantar mendiang mertuanya itu ke pembaringan terakhir.

"Pagi-pagi Ayah akan menjemputmu," janji Safar.

Dia hanya ingin mengantar istrinya pulang biar gak terlantar di rumah orang, Safar tidak tau bahwa ini akan menjadi yang terakhir kalinya dia bisa melihat wajah Anik.

Safar membawa mobilnya keluar dari Rumah Besar keluarga Wicaksana tanpa permisi pada keluarga mendiang besannya itu, Anik melambai pada kedua orang tuanya.

Di satu pojok halaman. "Bos! Mereka pergi meninggalkan target," lapor anak buahnya.

"Habisi dulu yang dua orang!" Seorang wanita menarik ujung bibirnya, menyeringai sinis.

"Baik, Bos!" Jawaban dari seberang telepon.

Adel di pelukan Agung, menghapus pesan chatnya tersenyum girang. Walaupun dia bukan satu-satunya wanita yang dekat dengan Agung, namun posisinya paling kuat sebagai anggota keluarga. Siapa yang menghalangi jalannya harus dimusnahkan dari muka bumi.

Setelah sekian lama menahan diri, tiba-tiba Agung menciumnya dengan suka rela. Tentu saja Adel kaget sekaligus senang, bisa luluh juga si gunung es. Selama ini, diam-diam Adel mengirim mata-mata kemana saja Agung pergi.

Begitu banyak wanita di sekelilingmu belum ada yang kau anggap serius, tidak disangka ternyata diam-diam kau menyukaiku juga.

Senyum Adel masih betah di pelukan adik kesayangannya itu, menangis sesenggukan.

Jika air mata adalah senjata yang ampuh untuk menarik simpati Agung, aish kenapa gak dari dulu saja aku berlagak jadi gadis cengeng.

Hah!

Agung menarik nafas berat menghempasnya kasar, walau bukan yang pertama tapi tadi dia melakukannya secara sadar agar dilihat oleh istri sialan itu.

Dulu saat remaja Agung pernah mimpi malam, ketika membuka mata ada Adel di pelukannya. Tentu saja Agung kaget dan marah, secara Adel dan dirinya kakak adik. Adel minta maaf dan menyatakan perasaannya, Agung tidak menolak dengan kasar. Hanya mengingatkan Adel agar menjaga jarak dengannya, kalau dia ngelunjak barulah ditindak tegas. Untungnya tidak demikian. Kenapa Adel bisa menaruh hati padanya, Agung mencari tau ternyata mereka bukan saudara kandung, jadi ya sah-sah saja.

Agung tersenyum devil, menyusun rencana pembalasan dendamnya pada Anik.Tanpa bicara dia meninggalkan Adel, kembali dengan sikap dinginnya.

Barusan dia hangat kenapa sekarang kumat lagi. "Agung," panggil Adel lirih, masih ada sisa tangisnya yang dibuat-buat.

"Aku mau mandi, gerah!" Jawab Agung ketus tanpa menoleh.

Adel terhenyak tidak mengerti dengan sikap Agung, kenapa mempermainkan perasaannya.

Kalau bukan karena ingin dilihat perempuan itu, gak sudi aku menciummu.

Agung menekan rasa jijiknya pada Adel dengan mengingat Anik, perempuan yang telah dinikahinya tiga tahun yang lalu. Perempuan yang menyebabkan orang tuanya meninggal.

Kalau bukan karena mau menjemputnya, Papa dan Mama tidak akan kena musibah. Dulu tidak suka sekarang tambah benci.

Di kamar mandi Agung mengguyur tubuhnya di bawah shower masih berpakaian. Kepalanya panas terasa mau pecah, gak sabar ingin menyiksa anak orang. "Doni!" Agung memanggil dengan suara keras.

"Ya, Mas!" Doni menjawab dengan suara keras juga lalu masuk ke kamar Tuan Mudanya. Doni mengikuti kemana saja Agung pergi, menunggu di depan pintu kamar, standby.

"Panggil wanita itu!"

Wanita itu, siapa neh maksudnya?

"Nona Adel, Mas?" Tanya Doni ingin memastikan.

"Bukan! Wanita yang tadi bersama kamu."

Oh, berarti Mas Agung telah melihat istrinya.

"Baik Mas." Segera Doni mencari Anik.

***

Di ruang utama, Anik gak bisa tidur walaupun ada tempat buat geletak di ambal. Daripada bengong, ia bantu mengangkat gelas-gelas kosong. Mengumpulkan plastik-plastik bekas air mineral, lumayan rapi Anik istirahat duduk di ruang tamu. Memejamkan mata, terlintas di benaknya gambaran Agung dan si wanita di ruangan baca.

Dia menatapku.. apa Mas Agung lupa dengan wajahku. Menyangka aku ini pelayan rumahnya jadi tidak perduli. Seharusnya dia berhenti melakukan hal tak senonoh saat ada orang yang melihatnya, entah itu siapa. Ah, sudah biasa kali terpengaruh budaya luar.

Anik bermonolog sendiri, tak terasa jatuh air mata. Bisa dikira orang bahwa dia yang kehilangan orang tua. Bisa dikira orang, bahwa orang tuannya lah yang meninggal.

Ih, amit-amit jabang bayi. Astaghfirullah.

Ucap Anik buru-buru terbayang Ayahnya yang sedang nyetir di tengah malam buta, sudah pasti belum sampai di rumah.

"Jangan sampai kenapa-napa, ah! Seharusnya aku tidak meminta Ayah pulang tadi!" Anik menyesal, sekarang dia khawatir ingin menelpon ibunya. Segera mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecilnya.

"Nyonya!"

Doni memanggil sebelum Anik sempat menekan nomor kontak ibunya, mendongak, "Iya," jawabnya.

"Anda dipanggil oleh Mas Agung." Doni berkata pelan.

Ha! Jadi benar dia tau aku ada disini, tapi bisa saja laporan dari pengawal ini kan.

"Ada apa Pak?" Tanya Anik.

"Tidak tau, Nyonya. Silahkan ikut saya."

Baiklah, saatnya bicara. Diceraikan pun jadilah, malam ini juga tidak perduli. Aku tidak sudi punya suami yang memiliki lebih dari satu perempuan.

Anik bangun dari duduknya, badannya terasa berat dipaksanya juga berdiri. Mengikut kemana pengawal membawanya, di lantai dua di sudut lorong mereka berhenti.

"Silahkan Nyonya." Doni membuka pintu sebuah kamar.

Anik ragu-ragu mau masuk, mengintip sedikit. "Tidak ada orang," ujarnya menatap Doni.

"Ada Nyonya di kamar mandi, anda sudah ditunggu."

Gleg!

Anik menelan saliva, tiba-tiba jantungnya berdetak lebih kencang dari normal.

Dari satu ruangan di lantai tiga, seorang wanita melihat Anik masuk ke kamar Agung melalui layar monitor. "Dasar perempuan jiiiaalang!" Adel meradang, aaakh!

***tbc.

Hai readers, jangan lupa like ya. Jumpa lagi, 🙏.

Terpopuler

Comments

🌸 andariya❤️💚

🌸 andariya❤️💚

lanjutkan thor 🥰

2022-05-06

3

🌸 andariya❤️💚

🌸 andariya❤️💚

agung..agung...kamu Uda nikah masih saja main perempuan lain....benci bisa jadi cinta lho ya 😊😊

2022-05-06

3

🌸 andariya❤️💚

🌸 andariya❤️💚

wah..kasihan ini Adel😭😭😭😭😭

2022-05-06

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!