Anggota keluarga yang melihat Agung, datang menyapa. Satu paman dan dua tante mengucapkan bela sungkawa. Mereka juga mendengar ada keributan dari lantai atas tapi tidak ada yang berani menyinggung masalah privasinya.
"Agung, kamu baik-baik saja kan?" Tante Erlina, kakaknya Papa basa-basi.
Hm, Agung mengangguk pelan.
"Derry dan Drajat kirim salam turut berduka cita," lanjut Erlina.
Kedua anaknya itu tinggal di luar negeri. Yang bungsu sudah menikah dengan gadis bule sedangkan si sulung belum, hanya lebih suka dengan kehidupan di luar negeri makanya betah.
"Hm," hanya dijawab deheman sudah lumayan bagi Erlina.
Mengenai tante Eliana adiknya Papa, punya anak satu cewek sekolah di luar negeri atas tanggungan keluarga Agung. Tante kecil seorang single parent ditinggal mati suaminya, dia setor muka berharap setelah ini masih dapat transferan setiap bulan.
Paman Erlangga merupakan kembaran tante Erlina, bekerja di perusahaan keluarga Agung membantu Adelia. Walaupun dia membawa anggota keluarganya, tapi karena selama ini tidak pernah disapa jadilah mereka diam saja duduk manis.
Agung orangnya pendiam seperti Papanya, tidak suka basa-basa. Menjawab kalau ditanya itupun jika anda beruntung, makanya kalau ingin menegurnya lihat dulu arah mata angin. Jangan melawan arus kalau gak mau diabaikan, tapi tetap dicuekin juga sih mau ikut arus juga. Istilah kerennya introvert spesies langka, karena kalau bertemu teman-temannya, Agung bisa bocor juga.
Tapi bagusnya dari Agung adalah sangat, sangat penurut sama orang tua. Walaupun di hatinya gak terima, tetap berusaha patuh tanpa pernah protes walau seupil.
Buktinya disuruh kuliah hukum dia mau, padahal cita-citanya ingin jadi dokter. Disuruh nikah dengan gadis kampungan mau, walaupun dia gak suka. Bukan karena tipenya gadis metropolitan, cuma belum ada perempuan yang menggetarkan hatinya. Kalau menggetarkan bagian bawahnya, banyak!
Tanpa basa basi Agung kembali ke kamarnya, Doni bantu menutup pintunya menempatkan pengawal dua orang membantunya berjaga.
Anik masih tertidur, Agung memegang kepalanya agak hangat.
Gadis sial, pake demam lagi!
Agung membuka selimut tebal pasti gara-gara ini dalam hatinya, suara hape berbunyi tapi bukan nada dering dari smartphonenya. Agung melihat ke sofa ada tas kecil lalu mendatanginya.
Meraih ke dalam tas, benar saja ada panggilan dari nomor tidak dikenal, Agung ngerejeck...tup. Layar pun menghitam...
Diseberang telepon, "hape dinonaktifkan, Kep." Seorang polisi melapor pada komandannya.
***
Anik belum sadarkan diri, tubuhnya yang hangat tidak mengkhawatirkan Agung. Menurunkan pendingin AC ke bawah derajat, membaringkan tubuhnya di samping perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu.
Sejak kapan dia jadi secantik ini.
Agung memandang wajah Anik yang terpejam, seketika buang muka.
Tidak Mahendra, jangan lupa tujuanmu untuk membuatnya menderita.
Membungkus tubuh dengan selimut tebal Agung mencoba memejamkan mata, terbayang wajah Nadya yang pucat. Agung menurun wajah cantik Mamanya dan Papa juga tampan, usianya lebih muda lima tahun dari Mama.
Nadya merupakan anak tunggal, ahli waris perusahaan keluarganya. Menikah dengan Papa dari kalangan orang biasa, sehingga derajat keluarga Tara ikut terangkat termasuk kehidupan saudara-saudarinya ikut terjamin.
Jadilah sekarang Agung pemilik tunggal harta warisan orang tuanya yang konglomerat, tapi ada Adelia. Apa kabar anak angkat Mamanya itu, tidakkah dia menuntut lebih dari yang sewajarnya dia dapatkan?
Kehadiran Adel dianggap membawa berkah karena gak lama setelah dia masuk ke kehidupan orang tuanya, Nadya hamil setelah tiga tahun penantian.
Karena itu Adelia diberi saham oleh Mama sebanyak 10%, sementara dirinya 20%. Papa dan Mama masing-masing 30%, 10% dilempar ke publik.
Waktu menunjukkan angka 03.25 wib pagi, Agung mencoba memejamkan mata.
Anik terbangun merasa ada yang menimpa tubuhnya. Hah! Terkejut melihat Agung memeluknya, dengkuran halus bertanda tidurnya pulas.
Si brengsek ini, dia pikir aku guling apa.
Anik mendorong tubuh berat Agung ke samping.
Huh! Akhirnya bisa bernafas.
Anik menunggu apakah Agung akan terbangun, ternyata tidak. Dengan mata menyipit ia melirik jam di dinding kamar remang-remang. Waktu menunjukkan angka 04.45wib, waktunya subuh tapi dimana mau cari mukena? Melihat tubuhnya sudah berganti pakaian, kemeja putih yang kebesaran minus daleman.
Siapa yang mengganti pakaianku, apakah Agung? Artinya dia sudah melihat semuanya, ih! Asal jangan Bapak pengawal itu.
Anik bergidik. Tidak adanya sakit di area tengahnya yang polos tidak terbungkus, hatinya lega.
Beruntung tidak diperkoskos. Selesai pemakaman aku gak mau kembali kemari walau Ayah memaksa.
Dalam hati Anik menarik nafas berat teringat perbuatan menjijikkan Agung, tiba-tiba mual terus lompat dari kasur kejar ke kamar mandi, "uwek uwek!" Anik mau muntah lagi tapi tidak ada cairan yang keluar, perutnya terasa diputar, "uwaeeek!"
Anik gak sanggup membayangkan, kecebong tertelan masuk ke dalam perutnya. Setelah agak mendingan, sekalian dia memenuhi panggilan alam duduk di kloset sambil berpikir-pikir.
Walaupun tampan kalau sakit jiwa, aku gak mau. Perempuan mana yang bisa tahan diperlakukan kasar. Aku akan mengadu pada Ayah, bagaimanapun juga pernikahan ini tidak bisa diteruskan. Sudah pagi, sebentar lagi orang berdatangan mengantar jenazah. Bagaimana ke makam dengan pakaian minim. Pakaian yang semalam basah, tidak bisa diharap akan kering dalam waktu singkat kecuali punya ilmu sihir. Tapi kalau mesin cuci model dry clean bisa kali ya, coba aja. Tapi, dimana posisi baju itu sekarang? Aku harus cepat mencarinya kalau ingin segera keluar dari sini.
Selesai buang hajat Anik menutup tubuhnya lebih tebal dengan bathrobe yang tergantung di rak handuk, rencana mau ke ruangan loundry. Melangkah dan membuka pintu kamar pelan agar yang empunya tidak terbangun, Anik kaget melihat ada dua orang tegap-tegap di depan pintu.
Astaga, tidur pun dijaga dua bodyguard? Tidak heran dia punya banyak musuh, sakit jiwa sih!
"Pak, lihat Pak Doni gak?" tanyanya sambil sedekah senyuman.
"Pergi ke musholla Nyonya, sholat subuh," jawab salah satu dari mereka dengan sikap yang tidak bersahabat, cis.
Brak!
Dengan kesal Anik membanting pintu, ups melirik ke kasur.
Alhamdulillah
Anik mengucap syukur Agung tidak terbangun, mencari tas mau mengambil hape ternyata tergeletak di meja sofa.
Hm, siapa yang ngeluarin dari dalam tas...mati, siapa yang log out.
Anik heran perasaan semalam yakin banget masuk ke dalam tas, menghidupkan lagi ponselnya ada panggilan tak terjawab sebanyak lima kali nomor tak dikenal.
Anik mengabaikannya langsung menekan nomor kontak Ayahnya, senyap. Nomor ibunya juga, tut tut tut.
Deg, jantung Anik berdegup lebih kencang dari normal.
Ya Tuhan, apa yang terjadi.
Anik menepuk dadanya yang tiba-tiba sesak, mencoba memanggil lagi, sama. Kedua nomor orang tuanya tidak aktif, Anik yakin Ayah dan Ibunya sudah sampai rumah dari tadi. Apa ketiduran, jarang-jarang orang tuannya log out hape.
Inisiatif menelpon tetangga dekat rumahnya, Pak Sugi yang biasa pergi subuhan bareng Ayah mengangkat panggilan. "Hallo Anik, lagi dimana?" jawabnya yang memang menunggu panggilan anak dari teman dekatnya itu. "Polisi mencari kemari, Ayah dan ibumu di rumah sakit Sibolon."
Lanjutnya tanpa Anik tau kalau Pak Sugi sedang berusaha menahan tangis.
***tbc
Jangan lupa likenya ya, guys. Pastikan berubah warna, thanks.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
🌸 andariya❤️💚
agung...Agun .. kamu 7da terpesona dengan kecantikan Anik 😂😂🥰🥰
2022-05-06
2
🌸 andariya❤️💚
semoga mereka berdua, baik baik saja😊😊😊😊🤭
2022-05-06
1
🌸 andariya❤️💚
oh .kecelakaan orang tua nya Anik😂😂😂
2022-05-06
2