Anik berjongkok sembari menahan dirinya agar berhenti menangis
Tidak boleh cengeng harus tegar.
Membuka tali sepatu sneaker Agung satu persatu sehingga lepas, Anik menarik kaos kaki kemudian meletakkan kedua pasang pelindung kaki itu ke tepi, lalu ia berdiri.
Sekarang apa?
Percuma kalau mau kabur, posisi pintu di belakang punggung Agung. Anik memilih diam membeku memeluk tubuh basahnya malu, tapi lebih kepada takut. Bagaimana tidak bentuk dadanya kelihatan ngecap, hal yang paling buruk dipikiran Anik adalah diperkose.
Apakah dia akan memaksaku jika menolak melakukan hubungan suami istri?
Dalam Anik termenung. "Ayo lanjutkan, kenapa diam?!"
Hm! Anik mengulurkan tangan meraih kancing kemeja atas.
Tatapan Agung ke arah dada mengkal, baru kali ini nemu yang bikin jiwanya gak tenang. Benar-benar perjuangan yang berat. "Bagian celana dulu!" Ketusnya mendorong kening, membuat Anik mundur satu langkah.
Satu buliran bening jatuh lagi di sudut matanya, Anik mengerjab-erjab perih. Baru kali ini ada orang berlaku kasar padanya, celakanya suami Anik sendiri.
Tidak adanya ikat pinggang memudahkan Anik membuka kancing pengait dengan tangannya yang gemetar. Anik menurunkan resleting, gleg! Sesuatu yang sering diimpikannya, sekarang ada di depan mata.
Dia suamimu Anik, gak perlu segan atau takut berdosa. Lebih cepat kamu membukanya lebih cepat tugasmu selesai. Jangan berlama-lama, itu sama saja seperti kamu sedang menggodanya.
Anik melorotkan celana gerakan cepat sampai mata kaki, menganggap Agung seorang anak yang belum bisa mandi sendiri kecuali dalam pengawasan orang dewasa.
"Angkat kakinya," ujar Anik seperti seorang kakak kepada adik kecil.
Agung menurut sehingga celana lepas meninggalkan kangcutnya.
Memiliki sepasang kaki panjang dan langsing, sebagai lelaki Anik akui Agung indah luar dalam. Hais, masih sempat-sempatnya lagi dia kagum, tidak mau melihat isi di dalam kangcut Anik lanjut membuka kancing kemeja.
"Dari yang paling bawah dulu!" Agung menyentil kening Anik.
Dasar brengsek!
Anik hanya berani memaki dalam hati, menahan sakit ia membuka kancing kemeja paling bawah walau Anik ngerti maksudnya bukan itu.
Plak! "Bukan begitu urutannya!"
Njiing! Ish..kan!
Anik meringis mendapat teguran lagi, Agung menggeplak tangannya lumayan kuat.
Maki lagi kan dia, hah! Anik segera melorotkan segitiga berbahan wol warna putih cerah itu dengan cepat. Pitam terotak melihat kepala anakonda tersenyum menatapnya, Anik menekan ekspresinya sebiasa mungkin lanjut membuka kemeja yang telah tertunda beberapa kali.
Hm!
Agung tidak puas merasa belum cukup membuat Anik menderita, kemudian menahan tangannya menyentuh anakonda. "Lemaskan yang ini dulu!"
Anik mendelik, cepat-cepat menarik tangannya mengucap astaghfirullah dalam hati, "tidak mau!" Berkata spontan. "Tugasku hanya melepaskan pakaian," tolaknya, walaupun sadar tidak ada gunanya.
Hm, menyeringai lagi. "Itu tugas pertama, tugas selanjutnya aku perintahkan kamu melemaskannya. Baiklah, terserah mau pilih yang mana duluan." Agung tidak memaksa, perlahan-lahan ia menikmati kemesraan ini.
Astaga!
"Aku tidak tau bagaimana mel...gleg." Suara Anik tercekat di tenggorokan. Ciuman aja belum pernah, disuruh ngebloujob.
Ogah!
Hm! Sudah berapa kali Agung menyeringai, ada yang ngitung?
"Aku tidak percaya kau tidak pernah melakukannya, jangan coba-coba membohongiku. Anak jaman sekarang isi otaknya adegan erotis semua, kamu pikir aku tidak tau," sinis Agung mendorong jidat Anik.
Ya Tuhan, Anik menepis tangan Agung sebelum mendarat untuk kedua kalinya. "Eh maaf, tidak semua ya! Masih banyak anak yang menjaga martabatnya, anak yang takut dosa!" Anik membela kaumnya, tersinggung.
"Jangan munafik!" Agung menjepit dagu Anik kemudian menghempasnya.
Anik melotot kesal, lagi-lagi main fisik. "Walaupun kewajiban istri patuh pada suami, tapi kamu tidak boleh semena-mena. Ada hukum negara dan agama yang mengatur perlakuan antara suami istri, harus saling menghargai dan suka sama suka."
"Gak usah ceramah!"
Bikin nafsu aja, rasakanlah ini.
Serta merta Agung menekan tengkuk Anik sampai ia terduduk, berlutut di depannya. Menyumbat mulut bacot istrinya itu hanya muat untuk kepala anakondanya.
"Uhuk, uhuk!"
Anik membelalak mau muntah, mulutnya dipenuhi sebatang kayu keras. Keluar air mata perih, hatinya bahkan lebih perih merasa harga dirinya diinjak-injak.
Ayah!
Tangis Anik teringat orang tuanya, sekarang ia menyesal kenapa tadi mau aja disuruh tinggal nungguin suaminya.
Segera Agung mengeluarkan anakondanya, takut Anik lupa bernafas.
"Uhuk,uhuk! Ukhwaak!" Anik terbatuk muntah-muntah.
"Silahkan pilih! Melakukan dengan suka rela atau secara paksa!"
Anik bergeming, "tidak mau!" jeritnya disela nafasnya yang lemah.
Kalau mau bunuh juga gak apa, dari pada melakukan hal menjijikkan itu.
Gak tahan memandang tubuh indah istrinya yang dari tadi membuat jantungnya berdetak lebih kencang untuk pertama kalinya saat melihat perempuan, Agung melakukan sendiri menggunakan mulut Anik yang dipaksa terbuka. "Bekerjasama lah kalau mau cepat selesai," seringainya menikmati ekspresi menderita di wajah Anik.
Keluar air mata Anik bergeming menahan sakitnya tarikan di rambutnya dan juga mulutnya yang dipaksa menganga maju mundur megap.
Gairah memuncak melebihi ekspektasinya, walau memakan waktu lama tapi Agung mendapat kepuasan yang sempurna, aaargghh! Satu erangan paling nikmat yang belum pernah ia rasakan lolos begitu selesai memuntahkan lavanya, lega...
Agung menghempas tubuhnya ke lantai, "uwek, uwek! uhukh, uhuk!" Anik memuntahkan cairan yang nyangkut di tenggorokannya. Air mata mengalir deras, tubuh lemas terkulai tak sadarkan diri.
***
Selesai mandi Agung mengeringkan tubuhnya dengan handuk, menggoyang tubuh Anik dengan kakinya.
Etdah, pingsan!
Agung mengambil satu handuk lagi yang lebih lebar membungkus tubuh Anik, menggendongnya ke kasur. Hais merepotkan, keluhnya takut kasurnya basah.
Agung ke lemari mencari pakaian ganti untuk dirinya dan juga Anik. Masih belum sadarkan diri, Agung melepaskan pakaian Anik sehingga polos.
Arghhh!
Desahnya parau, takut anakondanya bangun lagi cepat-cepat Agung memakaikan kemejanya yang kebesaran ditubuh Anik. Membungkus tubuhnya dengan selimut tebal hanya wajahnya yang terlihat.
Dulu jelek, kenapa sekarang dia cantik batin Agung membiarkan saja Anik pingsan. Sedikit banyak dia ngerti medis dan kesehatan, yakin Anik akan baik-baik saja.
Agung mengenakan pakaian santainya, keluar kamar mau ke ruang utama dimana Papa dan Mamanya tertidur kaku.
Di depan pintu bertemu Doni si pengawal setia. "Kamu perhatikan jangan sampai dia kabur, atur orang untuk membantumu mengawasinya." Agung memerintah.
"Siap Mas Agung," angguk Doni prihatin dengan nasib Anik, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Agung menuruni tangga diawasi oleh tatapan penuh cinta Adelia dari ruang CCTV. Saking enegnya, Agung tidak pernah perduli pada apa yang dilakukan kakaknya itu.
Sampai di ruang tengah, hm! Agung menarik nafas berat membuangnya pelan di depan jasad kedua orang tuanya. Tidak ada air mata atau isak tangis.
Apa? Aku ini anak laki-laki, kan gak boleh cengeng. Makanya Pa, Ma! Inilah akibatnya kalau suka memaksakan kehendak, semoga kalian bahagia di alam arwah. Mengenai menantu kesayangan kalian itu, Agung pastikan dia bahagia sampai ingin mati.
***tbc
Jangan lupa like ya, guys.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
🌸 andariya❤️💚
kasihan ...istrimu...kamu nanti pasti menyesal hhhh😁😁😁😁
2022-05-06
2
🌸 andariya❤️💚
agung...agung....kamu ini jahat banget dgn istrimu😭😭😭😭😭😭
2022-05-06
2