Bab. 3

Di kamar Agung, Anik duduk di sofa empuk.

Tidak mungkin dia menungguku di kamar mandi kan.

Dalam hatinya terpesona dengan nuansa kamar Agung tertata rapi dan harum, kesan maskulin dari seorang pria dewasa.

Cis, paling pembantu yang beresin.

Anik menekan perasaan kagumnya jangan sampai jatuh lebih dalam. Ini pertama kali dia masuk ke tempat privasi suaminya itu, sepertinya untuk yang terakhir kalinya juga.

Kalau Agung punya kekasih kenapa Om Tara menikahkan kami, apakah hubungan mereka tidak direstui. Tapi sekarang mereka bisa bebas, baiklah Anik kuatkan hatimu. Setelah bercerai tidak perlu sedih berlama-lama, cukup satu bulan saja.

Anik melihat ke kasur, kasur yang seharusnya mereka berbagi tempat tidur. Tempat melakukan ritual malam pertama dengan penuh cinta dan malam-malam bahagia berikutnya.

Semua hanya angan-anganku saja, hah...

Desah dalam hati Anik teringat tadi ia harus menelpon ibunya, mengeluarkan lagi ponselnya.

"Hei, kenapa masih disitu!" Terdengar suara teriakan.

Ha!

Anik belum nalar, apakah maksudnya dia harus masuk ke kamar mandi?

"Kemari kataku, apa kamu budek!" Suara teriakan lagi.

Oh benar ternyata, aku harus masuk.

Anik belum lupa dengan suara Agung, tapi tidak dengan versi yang ngebentak gini.

Cklekk!

Pintu kamar dibuka, wajah Doni tersembul dari pintu kamar mendengar teriakan Tuan mudanya. "Nyonya, masuklah ke kamar mandi. Mas Agung butuh bantuan anda," ujarnya.

Tuan muda dalam suasana hati yang buruk bisa tambah parah kalau dibantah.

"Please," mohon Doni mengatup dua tangannya pasang tampang memelas.

Ck! Sampai segitunya.

Anik memasukkan lagi ponselnya, meletakkan tas kecilnya di sofa lalu melangkahkan kakinya berjalan ke arah pintu kamar mandi. Anik pakai terusan sopan warna putih, mirip-mirip gamislah. Ada kerudungnya juga tapi hanya formalitas karena datang melayat, rambut bagi Anik adalah mahkota jadi gak harus tertutup full.

Meskipun ibunya mengenakan jilbab tapi tidak memaksa Anik untuk mengikutinya. Semoga setelah ini Anik dapat hidayah bisa segera hijrah ya, amin.

Oh Tuhan! aku tidak mau melihatnya teljang, takut gak kuat mental.

"Ada perlu apa katakan! Asal kau tau, aku bukan pelayanmu!" teriak Anik dari balik pintu.

Anak ini galak juga ternyata, kalau begitu aku harus lebih galak.

Dalam hati Agung semakin gak sabar ingin menyiksa Anik. "Masuk! Hitung sampai tiga kalau kau belum masuk aku akan menyeretmu! Tigaa..!"

Astaga! Tiga, mau satu dulu bego.

Mendorong pintu kamar mandi yang memang tidak tertutup rapat, Anik melangkah masuk seketika membuka mata lebar melihat pemandangan hasil karya Ilahi. Benar-benar ada Mas Agung di bawah shower di dalam ruangan kaca berbentuk segi empat.

Gleg!

Anik menelan liur melihat jelas penampakan tubuh Agung.

Ya Tuhan, semakin tampan saja makhluk ciptaanmu ini.

Agung menyeringai, melihat reaksi Anik terngaga melihat pesonanya.

Dimana-mana perempuan sama saja, tidak bisa melihat pria hot dan basah di depan mata.

"Kemari cepat!" Agung melotot menatap tajam.

Mau bersikap manis, aku tidak sedang menggodanya kan.

Sinis Agung, sementara Anik berpikiran lain.

Inikah gambaran asli laki-laki yang menikahiku, apa dia gila? Tiga tahun yang lalu gak ada yang aneh dengan dirinya. Mandi masih berpakaian lengkap dengan sepatu, kalau gak buodoh pastilah dia guoblok.

"Ada apa ya, Mas?" tanya Anik. "Boleh selesaikan dulu mandinya baru kita bicara baik-baik, di luar. Maaf, kalau Mas Agung jadi marah karena tadi aku mengganggu kesenanganmu. Sumpah aku gak sengaja, Mas Agung jangan khawatir aku bisa menyimpan rahasia," lanjutnya.

Mendengar ucapan Anik, Agung hampir muntah darah. "Aku tidak ingin mendengar celotehmu!" bentaknya.

Sial benar perempuan ini, benar-benar minta disiksa.

"Kemari, mendekatlah." Agung suara pelan menekan giginya, menatap Anik dengan mata membulat lebar merah menyala. Wajahnya juga merah, rahang berbulunya mengetat. Itu dapat dilihat Agung dari cermin yang ada di depannya, sengaja diseram-seramkan untuk menakuti Anik.

Tapi dimata Anik semakin mengundang bi ra hi, gambaran lelaki jantan yang sebenarnya. Perempuan mana yang tidak tergoda, gak heran jika banyak wanita di sekeliling pinggangnya.

Setelah ini buang jauh-jauh dia dari pikiranmu, Anik!

"Aku gak mau basah, gak ada baju ganti." Anik masih kekeh menolak, pada dasarnya dia bukanlah orang yang mudah diintimidasi.

Agung benar-benar dibuat naik darah.

Sepertinya kamu memang minta diseret, baiklah!

Agung tidak bisa lebih lama lagi menahan qonaknya, setelah tadi dibangunkan Adelia. Membuka pintu ruang mandinya, Agung mendatangi Anik.

Tap!

Menggenggam tangannya yang sehalus sutra, hm. Menyeringai, Agung menarik paksa Anik.

Ah!

Pekik Anik meronta, ingin melepaskan diri dari cengkeraman Agung namun lelaki berstatus suaminya itu memegang tangannya erat.

"Tidak mau, lepas!" Anik berusaha melawan dengan mencubit lengan Agung, ah mana terasa bagi pria itu cuma bikin geli.

Dasar perempuan bodoh, siapa suruh kamu setuju menikah denganku.

Geram Agung langsung memanggul Anik masuk ke ruang kaca, menurunkannya tepat di bawah shower yang masih menyala.

"Aaaaaa...aaa." suara jeritan Anik hilang timbul ditelan derasnya air pancuran. Dari ujung rambut sampai ujung kaki Anik jadi basah, membuat lekukannya terbentuk nyata.

Hm, indah juga body anak kampung ini. Berdaging hanya di tempat yang penting.

"Makanya kalau dipanggil suami datang, temani aku mandi, hm. Senang menikah denganmu istriku." Agung mengucek rambut Anik kasar, benar-benar dibuat megap.

"Aduh sakit!" Pekik Anik berusaha menepis tangan Agung, semakin pria itu menarik-narik rambutnya.

"Seorang istri harus nurut pada suami, apa kamu tidak diajari orangtuamu?" Agung menjambak menahan separoh tenaganya, tidak mau meninggalkan jejak kekerasan.

"Aaaaa, batalkan saja pernikahan ini! Aku tidak mau hidup bersama denganmu...hiks hiks." Gak tahan Anik menangis pasrah, tak guna berontak tenaganya lebih kuat.

Jangan harap!

Berhenti menjambak, ada rambut terikut ditangannya lumayan banyak. Agung segera memasukkan kedalam saku celananya.

Hiks...hiks, terisak Anik menggosok kepalanya yang perih. Ini pertama kali ia dekat dengan lelaki, otaknya blank. Ntah karana dijambak atau karena jarak mereka yang terlalu dekat. Menunduk salah menengadah salah. Anik buang muka, masih menangis hiks.

Agung menekan giginya. "Bersyukurlah, dari sekian banyak wanitaku hanya kamu yang ku nikahi."

Oh, tidak.

"Aku mau bercerai!" Teriak Anik di wajah Agung. Dadanya sesak, air matanya mengalir deras sederas air hujan shower.

Haha! Tidak akan sebelum aku menyiksamu.

Agung pasang tampang bengis. "Kamu adalah perempuan yang dipilih Papa dan Mama, sekarang mereka telah meninggal. Hanya mereka yang bisa memutuskan hubungan pernikahan ini, kamu mengerti itu istri sialan!" Agung mencengkeram dagu Anik menghadapnya, ingin rasanya mencekik perempuan ini kalau saja dia tidak kuliah hukum.

Akh!

Teriak Anik kesakitan tapi tidak membuatnya terkejut mendengar kata makian Agung, tidak setelah dia melihat langsung adegan di ruang baca.

Baginya aku ini istri sialan, segitu bencinya Mas Agung padaku.

Anik merenung Agung, tatapan mereka bertemu.

Sialan!

Iris Agung menyipit melihat keindahan alami di depan mata, walaupun telah disiksa tidak membuat kecantikannya berkurang, justru semakin mengundang. Sudah biasa dia dikelilingi gadis-gadis cantik beriasan tebal penghias senyuman palsu.

Ini bulu mata lentik asli bukan cangkokan, ini bibir merah alami bukan tatto ataupun lipstik tebal satu inchi.

Agung tergerak ingin mencium Anik, tapi ditahan setengah mati olehnya. Perempuan sial ini tidak pantas mendapatkan bibirku. "Kalau mau hidup damai kau harus patuh padaku, tugas pertamamu melepaskan semua apa yang melekat ditubuhku." Agung menghempas wajah Anik dari genggamannya kemudian memutar kran shower ke minimum water.

Akh!

"Ap...apa!" Anik terbelalak, mengusap wajahnya.

Kenapa dia tidak minta pada wanita tadi melakukannya.

"Kau mendengarku, tunggu apa! Ayo lakukan dengan lembut dan penuh cinta."

Ya Tuhan, kesalahan apa yang telah kulakukan pada pria ini.

Anik tidak mau cari masalah mengulurkan tangannya gemetar, membuka kancing kemeja Agung dari yang paling atas.

"Mulai dari bawah." Perintah Agung melirik sepatutnya.

Anik merenung lagi wajah Agung, lebih pada terpesona dari pada benci.

Aku malu pada diriku bahwa selama tiga tahun ini sering merindukan sentuhanmu, wahai suamiku.

***tbc.

Like, komen and share, 👍

Terimakasih ikutin terus.

Terpopuler

Comments

🌸 andariya❤️💚

🌸 andariya❤️💚

lanjutkan thor 🥰

2022-05-06

2

🌸 andariya❤️💚

🌸 andariya❤️💚

wah...ini nanti benci jadi bucin lho ya...awas...awas🤭🤭🤭🤭🤭

2022-05-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!