Sang Primadona
Episode 01
"Yakin ya, A'a Bumi mau ngelamar Neng Bianca Mariana?" tanya Ambu, ada cemas tersembunyi di balik netranya.
"Iya, Neng Bianca Mariana yang meminta." Aku menjawab dengan suara datar.
"Ya, silahkan, A'a Bumi ngomong ke Abah," timpal Ambu padaku.
Tampak Abah sedang menikmati secangkir kopi di teras rumah, aku mendekatinya kemudian mengambil posisi duduk tepat di sampingnya. Ia tak merespon kedatanganku, sesekali tampak ia menghela napas panjang lalu membuangnya.
'Ah ... ada apa dengannya.'gumamku dalam hati, rasanya lidah seketika kelu untuk memberitahu beliau. Aku kemudian bangkit, beranjak mengurungkan niat. mengurungkan niat.
"Eh'em! Mau ngomong sesuatu, sama Abah?" Suaranya menghentikan langkah kaki ini, kemudian aku kembali duduk di sampingnya.
"A'a Bumi mau ngomong apa?" Abah kembali bertanya.
"I-i-iya, Abah. Neng Bianca Mariana minta di lamar secepatnya." Aku menjawab terbata.
Lama tak terdengar suaranya, ia tampak menerawang jauh, tersirat dalam mata cekung itu kecemasan luar biasa.
"Ya, jika itu permintaan dari Neng Bianca. Abah sebagai orang tua menurut, saja," ucapnya sembari sesekali menghisap dalam rokok di antara celah jemarinya.
Aku bangkit dan beranjak pergi, Ambu( ibu) kini duduk di samping Abah (bapak), sesat aku mengamati mereka berdua dari kejauhan tampaknya sedang membahas sesuatu. Mungkin tentang hari untuk melamar Neng Bianca Mariana kekasihku, ia anak Haji Romli juragan tanah di desa kami, orangnya terkenal berwatak keras hingga warga desa sangat segan padanya.
*****
"A'a, Neng mau ngomong sesuatu," ucapnya lirih terdengar suara Bianca Mariana.
"Ada apa? Emang, Neng?" tanyaku sembari meraih pucuk jemari tangannya yang lentik.
Bianca Mariana tampak tertegun sejenak, kemudian ia menghela napas panjang dan membuangnya perlahan. Tampak beban berat bergelayut dalam benaknya.
"Neng, ingin A'a segera melamar Neng," tuturnya lirih sembari meremas jemari tanganku.
Aku merengkuh tubuh langsingnya larut dalam dekapan.
"Memang, Neng yakin Pak Haji mau menerima lamaran, A'a?" tanyaku penuh keraguan.
"Yakinlah, A'a Bumi jangan ragu," sahutnya ada rona rasa sedih di raut wajah cantiknya.
"Nanti kalau sudah sampai rumah, Neng sampaikan ke Abah jika A'a Bumi sudah siap meminang," jelasnya.
"Iya, A'a juga bilang ke Abah dan Ambu juga dulu, Neng," jelasku.
Malam sudah pun semakin larut, kami memutuskan mengakhiri pertemuan malam itu. Neng Bianca Mariana pulang, begitu juga denganku.
Beberapa hari setelah itu Abah mulai menghubungi semua keluarga lalu mengutus salah satu dari mereka untuk menyampaikan perihal niat kami yang akan datang meminang.
Haji Romli pun merespon dengan baik dan siap menunggu kedatangan kami, di hari dan jam yang sudah mereka sepakati.
_____
Waktu berjalan begitu cepat, hingga hari yang akan menjadi kenangan bersejarah buatku tiba.
Keluarga Abah dan Ambu sudah berkumpul, terutama sesepuh mereka berkumpul di ruang tamu. Terlihat mereka sedang menikmati hidangan kudapan sederhana dan di temani kopi panas, sesekali gelak tawa bahagia sesepuh itu terdengar.
Sementara aku mempersiapkan diri karena akan turut serta.
Dengan mengenakan baju Koko warna putih lengkap dengan ikat (udeng/blangkon) juga sarung.
Lumayan membuatku terlihat tampan, pastinya akan membuat Bianca semakin terpesona oleh kharisma diriku.
"Bumi, cepat keluar dong, jangan di dalam saja." Terdengar Ambu memanggil dari luar kamar.
Aku pun segera bergegas keluar sembari menyibak tirai pintu kamar.
"Iya, Ambu ...." jawabku.
Kemudian aku berbaur dengan mereka, sebelumnya satu persatu sesepuh yang datang, kucium dengan takzim punggung tangannya sebagai penghormatan terhadap orang yang lebih tua.
"Alhamdulillah sudah mau nikah saja ponakan Mamang," goda Mamang saat aku mencium punggung tangannya.
"Hehehe .... Mamang," sahutku tersipu.
Setelah jam yang sudah di sepakati tiba, kami berangkat ke rumah Haji Romli, dengan berjalan kaki karena jarak tak begitu jauh.
Semua rombongan laki-laki mengenakan ikat kepala dan sarung ciri khas desa kami.
Terik mentari siang menyengat, menjilat kulit tetua yang hitam, langkah kaki kami terasa begitu cepat dan akhirnya sudah sampai di kediaman Haji Romli.
Tampaknya mereka sudah siap menyambut kedatangan kami di depan teras rumah.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa," ucap Pepuhu Lembur ( tetua adat) sembari menjabat tangan satu- persatu tamu yang hadir di sana.
"Waalaikum salam warahmatullahi wa," jawab Pepuhu Lembur ( tetua adat) yang menjadi utusan dari Haji Romli.
Aku pun menjabat tangan beliau dan akhirnya ikut duduk bersila bersama yang lainnya.
Setelah berbasa-basi lumayan lama, hingga tidak ada lagi aroma ketegangan juga rasa canggung di antara mereka.
Pada akhirnya Pepuhu Lembur dari keluarga kami membuka percakapan perihal maksud juga tujuan dari kedatangan keluarga besar kami.
Terlihat Haji Romli berbisik di cuping telinga Pepuhu Lembur dari pihak Keluarganya.
Entah apa yang ia sampaikan tampak Pepuhu Lembur itu mengangguk-angguk, kemudian ia mendehem mencoba untuk membuka kembali percakapan.
"Eh'em!"
"Begini. Keluarga Haji Romli sudah menerima lamaran ...." sambung Pepuhu Lembur.
Namun, tampaknya ia akan kembali berbicara akantetapi terhenti oleh suara ucap sukur yang keluar seketika dari mulut Mamang dengan lantang.
"Alhamdulillah ...!"
"Aamin ...!'
Serentak yang hadirin yang lain pun mengaminkan dengan suara keras.
"Be-be-begini, tapi ada sarat yang harus dipenuhi oleh calon suami, dari Neng Bianca Mariana!" tukas Pepuhu Lembur dengan nada tegas.
Seketika kami dan para hadirin kedua belah pihak yang hadir tertegun sejenak, mendengar ucapan Pepuhu Lembur itu.
"Maksud dari sarat itu bagaimana? Semoga anak kami Bumi Respati bisa memenuhi," timpal Pepuhu Lembur dari pihak Keluarga kami meminta detail sarat dari Haji Romli.
Wajah Pepuhu Lembur itu terlihat memerah dan aroma ketegangan kini jelas terasa mendominasi pertemuan antar dua keluarga.
Kembali Haji Romli berbisik di cuping telinga Pepuhu Lembur, kemudian ia kembali membuka percakapan dengan nada tak lagi ada rasa kekeluargaan.
"Eh'em. Begini ... Neng Bianca Mariana, sebenarnya sudah di jodohkan dengan lelaki lain, tapi karena ini permintaan, Neng. Jadi kami selaku orang tua memberikan sedikit kesempatan pada Nak Bumi Respati untuk menyeimbangkan status sosial ekonomi agar setara dengan Haji Romli," tutur Pepuhu Lembur dengan tegas.
"Pikasebeleun( kurang ajar)!" umpat Mamang seketika sembari meraih asbak rokok yang terbuat dari kayu dan melayangkan ke arah Haji Romli.
Braaakkk!
Nyaris saja mengenai, untung saja ia gesit bergeser, hingga tak sampai mengenai dirinya, asbak itu mendarat telak di diding tembok setelah melewati celah antara dirinya dan Pepuhu Lembur.
Suasana kini gaduh, terdengar suara tangisan Neng Bianca Mariana di dalam kamar.
Semua hadirin terdiam melihat kejadian itu, Mamang pun sangat emosi karena merasa di permalukan oleh Haji Romli, akhirnya kami mengikuti langkah Mamang kelur tanpa permisi lagi.
Rona kekecewaan, malu, terlihat jelas di wajah Abah, di sepanjang perjalanan pulang ia hanya diam.
Begitu juga dengan aku, benar-benar di luar ekspektasi tak menyangka akan terjadi insiden seperti itu. Karena menurut penuturan Neng Bianca, Haji Romli tidak akan mempersulit prosesi lamaran, dengan mahar juga lainnya.
Sesampainya di rumah, tangis Ambu tak lagi terbendung setelah mendengar penuturan adiknya. Mamang sangat emosi dan tidak terima atas perlakuan tadi emosinya meledak-ledak.
"Bumi Respati, semua sudah jelas, Haji Romli tidak merestui hubungan kalian!"
"Makanya ia memberikan sarat yang tak berperikemanusiaan," imbuh Mamang lagi.
Berbagai macam bergelayut di dalam rongga dada ini, tak tega melihat Abah dan Ambu, mereka sudah malu atas permintaanku.
Mamang dan keluarga lainnya akhirnya sudah berpamitan untuk pulang ke rumah masing-masing, sebelumnya mereka saling mengungkapkan rasa kesal atas kejadian tadi.
Malam makin larut, tapi mataku engan terpejam. Rasa malu, jengkel, bahkan dendam, sangat menyesakkan dada. Masih terngiang tangis meraung Neng Bianca saat suasana mulai gaduh terdengar olehnya. Akhirnya nyaris mengakibatkan terjadi adu pukul antara Mamang dan Haji Romli. Akan tetapi urung karena yang lain sigap melerai, semua berakhir tanpa keputusan bahkan menyisakan dendam sangat mendalam di keluarga Abah, Ambu yang ikut serta siang hari itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ely Combro
keren akak. makin penasaran dengan cerita selanjutnya😊
2022-04-16
0
Mahesa Noe
next thor
2022-04-16
1
Irma Saleha
mampir kak.
2022-04-07
1