Gemerlap Kehidupan
Aku mengikuti langkahnya masuk ke dalam cafe, seorang resepsionis pun menerima kami. Setelah duduk beberapa saat kemudian waitrees datang memberikan daftar, tampak Adie menunjuk jari di deretan daftar sembari mengerutkan dahi.
"Heeem."
Kemudian ia berbicara pada wanita semampai yang sedari tadi menunggu.
"Ice Blend Coffee, Classic Milik Tea," ucapnya lembut.
"Kamu apa. Bumi?"Adie Permana bertanya padaku sembari menyodorkan daftar.
"Ah ikut aja terserah, mah," jawabku sembari menyodorkan daftar balik.
"Oke." Adie mengambil kembali daftar.
Tampak Waitrees itu pun tersenyum manis padaku sembari membungkukkan badannya.
"Heeemm." Adie bergumam, kembali ia mengerutkan dahi dan mulai menunjuk jari.
"Chocolate Milkshake."
Wanita Waitrees itu pun kembali mencatat lalu bergegas melangkah pergi. Dalam hatiku bertanya-tanya mengapa Adie memesan tiga minuman. Tak lama kemudian Pramusaji pun datang dengan pesanan tadi.
"Kok tiga, Die?"
"Kamu doubel ya?" tanyaku lagi.
"Gak, untuk seseorang." Adie menjawab dengan santai sembari menyedot Ice Blend Coffee pesanannya.
"Udah, silahkan di minum ...."
Aku pun segera meneguk Chocolat Milkshake yang Adie sodorkan padaku. Rasanya begitu nikmat masuk ke dalam lambung.
Selang beberapa waktu, tampak seorang wanita sedang berjalan ke arah kami dan semakin mendekat. Adie pun menjemput wanita cantik berparas blesteran dengan balutan pakaian seksi.
Wanita itu mencium pipi Adie Permana bergantian. Adie kembali berjalan ke arahku dengan menggenggam tangan wanita cantik itu. Sesampainya, Adie pun menarikan kursi mempersilahkannya untuk duduk.
"Oh, ya. Kenalkan teman aku, baru sampai."
"Yang aku ceritakan waktu itu?" tanyanya.
Wanita cantik berkulit putih bersih itu pun mengulurkan tangannya ke arahku dan aku pun menyambut menjabat jemari lembut bak sutra saja.
"Dengan siapa?" iya bertanya padaku dengan suara lembut dan begitu seksi.
Seketika aku refleks menjawab. "Bumi Respati."
"Asal mana, sih?" Wanita cantik itu bertanya lagi padaku dengan tatapan yang sulit untuk aku jelaskan.
"Bandung ... Neng," jawabku
Rasanya begitu grogi bahkan nyaris saja copot jantungku saat matanya memandang tajam bola mataku. Rasanya laksana menembus jantung, hingga aku seketika tersipu.
"Nama yang sangat bagus," tuturnya pelan tapi mengoda dengan cengkok kebaratan.
"Dengan Teteh siapa, Kalo boleh tahu?"
Aku memberikan diri bertanya sembari masih menggenggam jemari lembut itu, menetralisir rasa grogi.
"Clarisa."
"Nama yang cantik atuh, Teh," pujiku.
Seketika Adie membulatkan matanya ke arahku, kakinya pun menginjak keras telak di kakiku.
"Eh, Neng Clarisa ...." Aku menimpali.
"Udah panggil aku apa aja boleh, kok," sahutnya lembut sembari tersenyum manis padaku.
"Hehehe, Maaf atuh Neng. Grogi," candaku mencoba menghangatkan suasana seraya menyunggingkan senyum.
Sesekali Clarisa menyedot Classic Milik Tea di depannya. Aku pun dengan cepat beradaptasi dan tak lagi ada rasa canggung dalam hatiku. Sesekali kami berceloteh dan tertawa renyah.
Clarisa bertanya tentang status dan sebagainya, begitu juga dengan aku perlahan mengimbangi, dan sedikit mulai mengorek tentangnya.
Awalnya terbesit olehku ia pacar Adie Permana ternyata dugaan ini salah, rupanya Adie pernah menjadi karyawan di perusahaan miliknya sebelum mengenyam sukses seperti saat ini.
Adie sedari tadi keluar entah ke mana, mungkin ia memberikan kesempatan pada kami agar bisa lebih luwes dan akrab.
"Eh'em! Aku tinggal sebentar ya," Pamit Adie tadi, sembari memegang kedua bahuku.
Tak sengaja mataku tertuju pada jarum jam di tanganku, rupanya jam sudah menunjukkan, pukul 3: 00 dini hari.
"Die pulang yuk," ajakku sedikit berbisik, saat ia baru saja akan mengambil posisi duduk.
"Oke, sayang. Malam ini kita cukup sampai di sini dulu ya," Pamit Adie pada Clarisa.
Wanita cantik itu pun mengangguk dan tampak mengambil hanpone, terlihat ia sedang menghubungi seseorang .
"Oke. Aku pamit duluan, sampai ketemu besok," tuturnya.
Kami pun berdiri dan Clarisa seketika meraih leherku dan mencium pipiku bergantian ia pun melakukan hal yang sama pada Adie.
"Sampai ketemu lagi, Bumi Respati," bisiknya di cuping telingaku.
"Iya --- Neng," balasku sambil memegang kedua pinggangnya.
Selang beberapa menit tampak seorang perempuan muda menjemputnya, terlihat olehku dari kejauhan.
"Brooooo! Kamu punya bakat terpendam." ungkap Adie sembari menepuk keras punggungku.
Plakk!
"Sakit euh. Dasar cicit Nek Romlah," rintihku.
"Haa ... haa ... aa!"
"Bakat apa atuh, Die?"
"Udah, pokoknya aku gak salah menilai."
"Menilai? Hah, aya- aya wae. Bagaimana kamu teh ninggalin aku lama, terpaksa euh, sedikit mengimbangi." jelasku.
"Sedikit gombal. Hehehe ....?!" imbuhku
"Haaa ... haa ... aa!" Kembali ia tertawa memamerkan deretan gigi putihnya, aku pun mengikuti tawanya.
Kemudian kami beranjak. Adie pun membayar ke kasir Restoran, kemudian keluar menuju mobil. Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan Ibu kota Metropolitan yang hidup 24 jam non stop.
Akhirnya kami pun tiba di sebuah kawasan elite di daerah Menteng. Mataku sontak terbelalak dan bertanya pada Adie dengan polos.
"Mau ngapain lagi atuh di mari, euh. Ngantuk berat aku mah, Die."
"Hah! Mau ngapain?"
"Ini rumah gue! Brooooo!"
Plaaakkk!
Adie lagi-lagi menepuk keras punggungku. Mataku mendongak ke atas menatap takjub bangunan setinggi itu rupanya miliknya.
"Hah!"
Mataku kembali terbelalak lebar melihat megahnya rumah Adie Permana.
"Kamu teh, hebat pisan. Die!" kelakarku.
"Apartemen ini namanya, Brooooo!"
"Oh ...."
Kemudian aku mengikuti langkah kakinya sembari menenteng ransel dan barang belanjaan tadi masuk ke dalam apartemen mewah itu.
Sesampainya di dalam, wah pemandangan luar biasa. Adie Permana memang berhasil menjadi orang sukses dan kaya di Jakarta, terbukti ia mampu tinggal di pemukiman elit.
"Udah silahkan tidur dan mimpikan Clarisa malam ini, jangan gadis desa itu lagi." perintah Adie setelah berada dalam apartemen miliknya.
"Huuff!" dekusku sembari menatap ke arahnya.
Aku membuka sepatu dan jam tangan kemudian merebahkan diri di atas ranjang yang sangat empuk, rasanya begitu nyaman hingga lelah di sekujur tubuh ini lenyap di dominasi rasa kantuk bergelayut di pelupuk mata tak lagi tertahankan.
Terdengar olehku Adie bernyanyi-nyanyi kecil di kamar mandi. Kemudian ia keluar dengan berbalut handuk melingkar, ia menoleh ke arahku.
"Kenapa? Kok belum tidur?"
"Kepikiran gadis desa itu lagi ya?" Adie kembali bertanya.
"Kepikiran mah sama Neng Clarisa, atuh Die." Aku menjawab sembari mengusap pipiku bekas ciuman Clarisa serasa masih menempel, terasa begitu segar aroma parfum wanita cantik itu.
"Sukur deh kalo begitu, hehehe," balas Adie sambil berdiri di depan cermin untuk mengenakan pakaian.
Ia pun bergegas merebahkan diri di sampingku hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada sembari terus membahas tentang Clarisa, juga tentang banyak hal lagi hingga mata kami pun tertidur pulas.
Mataku sontak terjaga dan dadaku berdegup kencang saat melihat jarum jam menunjukkan pukul 11: 30 siang.
"Astagfirullah! Astagfirullah!"
Adie kaget dan seketika keluar dari balik selimut.
"Ada apa? Hah! Ada apa?" tanyanya mencecar.
Aku membekap wajah mengunakan kedua tapak tangan dan menatap pada Adie yang tampak kaget mendengar aku istighfar dengan nada keras tadi.
"Telat, aku mah. Kagak salat subuh, Die," jelasku sembari menjatuhkan diri lagi di atas bedcover.
"Astaga! Halah aku pikir ada apaan, Bum!' sanggahnya kemudian kembali meringkuk di dalam selimut sesat kemudian ia kembali tidur dengan pulas.
Tak terasa aku pun kembali terlelap, mungkin karena semalam kami pulang jam 3: 00 dini hari hal yang tak pernah sekalipun aku lakukan di kampung.
Ding ... dong!
Terdengar suara berulang-ulang seseorang di luar memencet dor bell hingga membangunkan lelap tidurku.
Segera kusibak selimut kemudian dengan gontai berjalan menuju arah pintu sembari tanganku mengucek-ngucek mata yang masih enggan untuk terjaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ely Combro
sehat selalu buat akak
2022-04-16
1
Mahesa Noe
Next kak
2022-04-16
0
X_LM
semangat,Thor👍👍
2022-04-07
1