Aku Mencintai Cahaya

Aku Mencintai Cahaya

Jadi pembantu

"Mudah-mudahan keputusanku untuk keluar dari panti dan jadi pembantu di sini, benar," batin seorang wanita sembari menatap kagum pada mansion mewah di depannya.

Ya, dia adalah Cahaya Adhisti, gadis muda yang sudah jadi yatim piatu sejak berusia lima tahun. Cahaya memiliki paras yang cantik, walaupun tanpa polesan make up di wajahnya. Postur tubuh yang tidak terlalu tinggi, tapi tidak pendek, Rambutnya yang hitam dan tebal, kulit putih mulus, hidung bangir dan satu hal lagi, gadis itu memiliki mata yang sangat indah.

"Cahaya, kenapa masih berdiri di sana? ayo masuk,Nak!" suara seorang wanita setengah baya, menyadarkan Cahaya dari keterpurukannya melihat kemewahan yang ada di depan matanya.

"Eh, i-iya, Bu." jawab Cahaya dengan gugup sembari melangkah mengikuti wanita yang dia tahu bernama Jelita itu. Wanita yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Nah, semoga kamu betah ya kerja di sini," ucap wanita bernama Jelita itu dengan menyelipkan senyuman di bibirnya.

"Amin," Cahaya mengaminkan di dalam hati.

"Ibu punya dua anak, yang pertama laki-laki, namanya Gilang. Yang kedua perempuan namanya Grizelle. Kamu tenang saja, keduanya baik kok, tapi memang putraku sangat dingin pada orang baru. Jadi, nanti kalau dia terlihat tidak ramah padamu, kamu jangan tersinggung ya," lanjut Jelita, menjelaskan karakter putra pertamanya yang memang terlihat sangat dingin, dan terkesan sombong.

"I-iya, Bu." sahut Cahaya dengan sopan.

"Aku sudah biasa menghadapi orang-orang dengan berbagai karakter. Aku sudah terbiasa dengan tatapan yang menatapku rendah," ucap Cahaya yang tentu saja hanya berani dia ucapkan dalam hati saja.

"Nah sekarang kamu simpan barang-barang kamu ke kamarmu. Nanti bik Narti akan menunjukkan kamarmu," Jelita masih seperti tadi, tidak pernah menanggalkan senyum dari bibirnya.

"Terima kasih ya, Bu!" ucap Cahaya dengan tulus sembari membungkukkan sedikit tubuhnya.

Cahaya nyaris saja melangkah mengikuti bim Narti, wanita yang sudah terlihat tua. Namun langkahnya terhenti ketika mendengar langkah kaki yang turun dari atas, dengan sedikit berlari.

Cahaya menoleh ke arah datangnya suara, dan langsung merasa terpana melihat sosok pria yang menurutnya sangatlah tampan.

"Ma, aku keluar sebentar ya! aku ada urusan penting sama Bayu," terdengar suara pria itu, meminta izin pada Jelita. Sepertinya, pria itu tidak menyadari adanya orang baru di ruangan itu.

"Dia pasti tuan Gilang, putra ibu Jelita," tebak Cahaya dalam hati.

" Tapi ini sudah sore, Lang. Kamu juga baru pulang kerja kan? masa harus pergi lagi?" protes Jelita yang terlihat tidak senang melihat putranya pergi.

"Mau gimana lagi, Ma. Ini sangat penting. Ini berkaitan dengan kerjasama dengan investor dari luar negeri itu," Pria yang memang putra Jelita, bernama Gilang itu memberikan alasan.

"Ya udah deh. Tapi kamu harus ingat, jangan macam-macam di luar sana, dan ingat pulang!" Seperti biasa, Jelita tidak pernah lupa untuk mengingatkan putranya itu.

"Iya, Ma. Setiap hari selalu itu aja omongannya," ucap Gilang, berpura-pura memasang wajah masam.

"Kamu bosan? kalau bosan, lebih baik kamu __"

"Pergi dari rumah ini, biar bisa bebas," potong Gilang, yang sudah hapal dengan apa kelanjutan ucapan sang mama.

"Tuh tahu," ucap Jelita tersenyum.

"Ya udah, Ma. Sekarang aku pergi dulu, ya!" Gilang nyaris melangkah meninggalkan Jelita setelah mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkannya itu. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara mamanya yang memanggilnya kembali.

"Ada apalagi, Ma?" tanya Gilang sembari memutar tubuhnya, berbalik menghadap Jelita.

"Mama hanya mau mengenalkan ke kamu, itu Cahaya, asisten rumah tangga baru kita. Jadi, bersikap baiklah padanya," Jelita menunjuk ke arah Jelita yang secara otomatis, langsung membungkukkan badannya ke arah Gilang.

Cahaya, merasa jantungnya hendak melompat melihat tatapan Gilang yang menatapnya sangat tajam dan tentu saja tanpa senyuman sedikitpun.

"Oh," ucap Gilang singkat padat dan jelas.

"Ya udah deh,Ma, aku berangkat dulu!" Gilang kembali melangkah pergi setelah Jelita menganggukkan kepalanya,mengiyakan.

Cahaya hanya bisa menghela napasnya, dan tidak sakit hati melihat sikap Gilang padanya, karena tatapan Gilang yang dingin padanya tidak sebanding dengan tatapan orang-orang yang selalu menatapnya dengan tatapan merendahkan.

"Cahaya, jangan dimasukkan ke dalam hati ya. Seperti yang aku katakan tadi di awal, putraku itu karakternya memang begitu. Tapi, sebenarnya dia baik kok," ucap Jelita yang seperti tahu isi hati Cahaya.

"Tidak apa-apa kok, Bu!" sahut Cahaya, dengan memasang senyum manisnya.

"Ya udah, aku permisi dulu ya, Bu." lanjut Cahaya kembali meminta izin.

"Oh iya, silakan!" sahut Jelita.

"Bik Narti, tolong, Bibi kasih tahu ya, pekerjaan apa yang akan dilakukan oleh Cahaya." lanjut Jelita kembali yang kini dialamatkan pada Bik Narti.

"Iya, Bu!" sahut wanita yang dipanggil bik Narti itu sopan. Bik Narti, wanita yang terlihat sudah sepuh,sudah mengabdi pada keluarga Maheswara selama bertahun-tahun. Wanita itu sudah tidak selincah dulu lagi, dan sudah lebih banyak diam dan tidak melakukan apa-apa. Namun, keluarga Maheswara sama sekali tidak mengizinkan bik Narti untuk pulang ke kampung halamannya, karena beliau sama sekali tidak memiliki anak di sana dan keluarga Maheswara sudah menganggap bik Narti bagian dari keluarganya.

"Ayo, Nak Cahaya!" ajak bik Narti sembari berjalan dengan dengan sedikit tertatih-tatih, hingga membuat Cahaya langsung berinisiatif menuntun wanita tua itu.

"Ini kamar kamu, Nak." Bik Narti membuka pintu sebuah kamar yang ternyata cukup besar bagi seorang pembantu seperti dia.

"Terima kasih ya,Bik!" Bik Narti tersenyum dan menganggukkan kepalanya ke arah Cahaya.

"Nak Cahaya, seperti yang dikatakan oleh Bu Jelita tadi, kamu jangan ambil hati sikap den Gilang ya. Dia memang seperti itu, tapi dia sangat baik." lanjut bik Narti kembali mengingatkan Cahaya.

"Iya, Bik. Bibi tenang saja, aku sudah terbiasa menghadapi berbagai karakter. Aku juga sudah terbiasa menerima hinaan, tatapan sinis dan merendahkan dari orang-orang. Jadi, aku sudah kebal dengan semua itu," ujar Cahaya uang tetap tersenyum, tidak memperlihatkan kesedihannya.

"Kenapa kamu mau jadi seorang pembantu, Nak? padahal menurut bibi, kamu bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus daripada menjadi seorang pembantu," Bik Narti mengungkapkan keheranannya.

"Zaman sekarang sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan, Bik. Apalagi hanya tamatan SMA sepertiku. Melamar ke perusahaan juga pasti jatuhnya jadi seorang Cleaning service. Aku memilih jadi seorang pembantu, karena aku tidak akan perlu untuk membayar tempat tinggal dan makan. Kalau bekerja di tempat lain, gajiku pasti hanya habis untuk biaya kontrak rumah dan makan. Belum lagi untuk transportasi. Aku jadinya tidak bisa nabung dan membantu panti asuhan tempat aku tinggal dulu," papar Cahaya menjelaskan dengan panjang lebar dan lugas dan satu lagi tetap dengan senyuman untuk menutupi kepedihannya.

"Panti asuhan? emangnya kemana kedua orang tuamu?" bik Narti mengrenyitkan keningnya.

"Papa sudah meninggal ketika aku masih berusia 4 tahun. Satu tahun kemudian, mamaku menyusul papa. Aku jadinya tinggal di panti asuhan, karena tidak ada keluarga yang mau menampungku. Kata mereka kehadiranku akan menambah beban mereka," jelas Cahaya lagi, tersenyum tipis.

Bik Narti bergeming dan merasa empati mendengar cerita Cahaya. Wanita tua itu akhirnya memeluk Cahaya, mengisyaratkan kalau dia turut prihatin dengan apa yang sudah dialami oleh gadis cantik itu.

"Kamu sudah tepat berada di keluarga ini,Nak. Keluarga ini keluarga yang sangat baik dan tidak pernah membeda-bedakan status seseorang. Bibi yakin kamu bisa ada di sini, karena kamu orang yang baik. Orang baik pasti akan bertemu dengan orang yang baik." tutur bik Narti setelah dia melerai pelukannya.

"Kalau kamu mau menangis, menangis saja, supaya kamu merasa lega. Bibi tahu kalau kamu sebenarnya ingin menangis, tapi kamu berusaha untuk menahannya dan menunjukkan kalau kamu kuat. Tapi satu hal yang harus kamu sadari, kita juga perlu meluapkan isi hati kita dengan menangis, agar hati kita lega." ucap Bik Narti dengan lembut, hingga membuat air mata Cahaya akhirnya keluar membasahi pipinya.

"Bibi benar. Tapi, keadaan sudah menempah aku menjadi seperti ini. Aku harus tetap terlihat kuat untuk diriku sendiri dan orang-orang di sekelilingku yang menyayangiku dengan tulus," ucap Cahaya.

"Sudah -sudah! kamu jangan sedih lagi! Sekarang kamu istirahat dulu,bibi mau keluar untuk membuat makan malam." Bik Narti berbalik hendak pergi meninggalkan Cahaya.

"Bik, tunggu! Aku tidak perlu istirahat,aku akan membantu untuk menyiapkan makan malam," ucap Cahaya sembari meletakkan tas yang dia bawa di atas ranjang. Kemudian gadis itu berjalan menyusul bik Narti ke dapur.

Tbc

Terpopuler

Comments

Fajar Ayu Kurniawati

Fajar Ayu Kurniawati

.

2024-05-23

0

Erlina Gita

Erlina Gita

awal cerita yg bagus, penulisan rapi dan mudah dipahami..

2022-12-14

1

Renesme Kiky

Renesme Kiky

menarik

2022-05-10

0

lihat semua
Episodes
1 Jadi pembantu
2 Takut
3 Dania
4 Aku harus tetap waspada pada siapapun itu
5 Flash back Reyna
6 Mengantarkan makan siang Gilang
7 Tekad Dania
8 Kebenaran tentang Cahaya
9 Surat untuk papa
10 Gilang tahu siapa Cahaya sebenarnya
11 Kecurigaan Oma Melinda
12 Luapan hati Cahaya
13 Rencana Gilang 1
14 Rencana Gilang 2
15 Pikiran baik-baik!
16 Wanita harus punya harga diri
17 Apa aku bermimpi?
18 keikhlasan Reyna
19 Kedatangan Denis
20 Bella meninggalkan rumah
21 Sah
22 Drama di pagi hari
23 Perhatian kecil Cahaya.
24 Reyna bertengkar dengan Dania
25 Nasehat Reynaldi dan Nayla
26 Gilang gugup
27 Kejutan Gilang
28 Insiden yang membuat awkward
29 Cinta pada pandangan pertama
30 Apakah aku harus menolongnya?
31 Turunkan dia!
32 Pantas saja aku seperti mengenalnya
33 Gilang kesal
34 Bella marah
35 Denis mulai menyesal
36 Reyna menemui Randi
37 Aku harus memastikannya ke sana
38 Kamu pakai ilmu pelet apa?
39 Tertawa lepas
40 Gawat ini!
41 Dania mulai curiga
42 Tekad Dania
43 Sebuah surat yang sudah usang
44 Denis tahu kenyataannya.
45 Denis tahu kenyataannya 2
46 Aku tidak akan pernah berhenti
47 Cahaya mulai berani
48 Aku harus menyelamatkannya
49 Minta dipijat
50 Gilang yang dulu sudah kembali
51 Randi kecewa
52 Panas sendiri
53 Istri?
54 Beraninya kalian mempermainkanku
55 Aku tidak mau bekerja sama denganmu!
56 Sayangi diri sendiri
57 mengantarkan pulang
58 Aku bersedia
59 Terima kasih, Cahaya
60 Telat bangun
61 An*jing lebih berguna dari kamu
62 Dia istriku
63 Randi tahu yang sebenarnya.
64 Bab 64
65 Merasa puas
66 Bab 66
67 Klarifikasi
68 Apakah aku sudah mencintaimu?
69 Terima kasih juga padamu
70 Dani berubah? benarkah?
71 Bab 71
72 Kamu orang yang beruntung
73 Bab 73
74 Provokasi Dania
75 Iya aku mau
76 Menyelesaikan salah paham
77 Melawan trauma
78 Sudah tidak bisa dimaafkan
79 Bab 79
80 Kamu koma berpuluh tahun
81 Terjebak
82 Kesedihan Denis
83 Hanya aku yang tampan
84 Narsis
85 Nasi Rames
86 Bab 86
87 Reyna and Randi's Wedding
88 Bab 88
89 Pengakuan Sandi
90 Permohonan Sandi
91 Dania sah menjadi istri Sandi
92 7 bulanan Cahaya
93 Pengakuan Bayu
94 Dua kabar bahagia
95 Gio dan Gendhis
96 Mangga lengkap dengan tangkai dan daunnya
97 Tidak mau lagi
98 Ending
99 Pengumuman
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Jadi pembantu
2
Takut
3
Dania
4
Aku harus tetap waspada pada siapapun itu
5
Flash back Reyna
6
Mengantarkan makan siang Gilang
7
Tekad Dania
8
Kebenaran tentang Cahaya
9
Surat untuk papa
10
Gilang tahu siapa Cahaya sebenarnya
11
Kecurigaan Oma Melinda
12
Luapan hati Cahaya
13
Rencana Gilang 1
14
Rencana Gilang 2
15
Pikiran baik-baik!
16
Wanita harus punya harga diri
17
Apa aku bermimpi?
18
keikhlasan Reyna
19
Kedatangan Denis
20
Bella meninggalkan rumah
21
Sah
22
Drama di pagi hari
23
Perhatian kecil Cahaya.
24
Reyna bertengkar dengan Dania
25
Nasehat Reynaldi dan Nayla
26
Gilang gugup
27
Kejutan Gilang
28
Insiden yang membuat awkward
29
Cinta pada pandangan pertama
30
Apakah aku harus menolongnya?
31
Turunkan dia!
32
Pantas saja aku seperti mengenalnya
33
Gilang kesal
34
Bella marah
35
Denis mulai menyesal
36
Reyna menemui Randi
37
Aku harus memastikannya ke sana
38
Kamu pakai ilmu pelet apa?
39
Tertawa lepas
40
Gawat ini!
41
Dania mulai curiga
42
Tekad Dania
43
Sebuah surat yang sudah usang
44
Denis tahu kenyataannya.
45
Denis tahu kenyataannya 2
46
Aku tidak akan pernah berhenti
47
Cahaya mulai berani
48
Aku harus menyelamatkannya
49
Minta dipijat
50
Gilang yang dulu sudah kembali
51
Randi kecewa
52
Panas sendiri
53
Istri?
54
Beraninya kalian mempermainkanku
55
Aku tidak mau bekerja sama denganmu!
56
Sayangi diri sendiri
57
mengantarkan pulang
58
Aku bersedia
59
Terima kasih, Cahaya
60
Telat bangun
61
An*jing lebih berguna dari kamu
62
Dia istriku
63
Randi tahu yang sebenarnya.
64
Bab 64
65
Merasa puas
66
Bab 66
67
Klarifikasi
68
Apakah aku sudah mencintaimu?
69
Terima kasih juga padamu
70
Dani berubah? benarkah?
71
Bab 71
72
Kamu orang yang beruntung
73
Bab 73
74
Provokasi Dania
75
Iya aku mau
76
Menyelesaikan salah paham
77
Melawan trauma
78
Sudah tidak bisa dimaafkan
79
Bab 79
80
Kamu koma berpuluh tahun
81
Terjebak
82
Kesedihan Denis
83
Hanya aku yang tampan
84
Narsis
85
Nasi Rames
86
Bab 86
87
Reyna and Randi's Wedding
88
Bab 88
89
Pengakuan Sandi
90
Permohonan Sandi
91
Dania sah menjadi istri Sandi
92
7 bulanan Cahaya
93
Pengakuan Bayu
94
Dua kabar bahagia
95
Gio dan Gendhis
96
Mangga lengkap dengan tangkai dan daunnya
97
Tidak mau lagi
98
Ending
99
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!