My Beloved Arana
Melbourne, Australia
"Selamat pagi Amber, bagaimana kabarmu?"
Gadis itu muncul dari balik pintu yang memisahkan dapur dengan caffe. Caffe bertemakan retro-modern itu memiliki meja bundar dan bangku tinggi dibanyak spot hingga memenuhi ruangan caffe itu. Jendela-jendela kaca tinggi membuat pencahayaan Moonlight Caffe sangat nyaman dan terasa hangat.
Gadis itu memiliki wajah Asia oriental dengan sepasang manik hitam sejernih air, dan kulit kuning langsat. Tidak seputih orang Eropa atau Amerika, namun dianggap putih untuk orang Asia. Rambutnya hitam legam, sepanjang lutut dan diikat rendah menggunakan pita berwarna biru. Wajah cantiknya sedikit terhalang kacamata bundar berframe hitam yang digunakannya.
Yang disapa——gadis berambut pirang bermanik kelabu, menoleh dan tersenyum lebar melihat kedatangan si gadis Asia.
"Oh! Arana, selamat pagi juga untukmu. Dan aku merasa sangat baik hari ini!" Jawab Amber——si pirang, dengan nada riang.
Usianya sudah menginjak angka ke sembilan belas. Namun penampilan manisnya membuatnya nampak baru berusia limabelas tahun. Terlebih dengan gaya pakaiannya yang terkesan childish, membuatnya terlihat sempurna untuk kembali menjadi remaja limabelas tahun.
"Aku membawakan pesananmu, seperti biasa, kue keju rendah gula." Arana mengangkat ringan sepiring chess cake ditangan kanannya, sementara tangan kirinya ia gunakan untuk membawa sekeranjang bunga aster yang harum.
Amber menerimanya. "Terimakasih, Rana. Ingin duduk dan bersantai sejenak?"
Arana menatap bunga-bunga dikeranjangnya sebelum menatap kembali Amber. "Em, kurasa tidak. Aku harus pergi mengantarkan bunga hari ini. Mungkin lain kali bisa ngobrol sambil minum teh."
Dia mengetuk ringan meja dua kali dengan ujung jarinya dan mengangkat senyum. "Nikmati kuemu, Amber."
Amber mengedipkan sebelah matanya. "Aku menggantikannya. Hati-hati dijalan~"
"Tentu." Arana menganggukkan kepalanya dan melangkah keluar dari caffe, meninggalkan Amber yang mulai menikmati chees cake pesanannya.
Arana menginjakkan kakinya keluar dari caffe dan melangkah menuju sebuah motor matic putih yang terparkir disamping caffe. Selain sebagai sebuah caffe, Moonlight Caffe menyediakan layanan pengiriman bunga baik buket bunga maupun karangan bunga. Ada beberapa pegawai tetap di caffe ini, termasuk Arana yang memiliki pekerjaan mengantarkan bunga dengan motor yang sudah disediakan.
"Mari lihat, dimana saja aku harus mengantarkan bunga-bunga ini," gumam Arana sembari meletakkan keranjang bunga ditangannya keatas jok motor, kemudian meraih secuil kertas dari sakunya.
"Yang pertama, em .. Perumahan Bridge Nomor 65?" Gumamnya.
Menganggukkan kepalanya ketika ia mengetahui perumahan itu, Arana menyimpan kembali catatan kesaku celana panjangnya. Arana menaiki motor dan mengenakan helm birunya, sebelum melajukannya dengan kecepatan rata-rata. Jalanan padat yang dilalui kendaraan disetiap waktunya membuat Arana tak lagi asing dan canggung berada ditengah-tengah padatnya arus kendaraan. Ia dengan tenang mengendarai motornya sembari sesekali mengikuti arahan rambu lalu lintas yang tertata apik setiap beberapa ratus meter.
Duapuluh menit Arana habiskan untuk berkendara, kini motor maticnya sudah ada didepan sebuah gerbang rumah bercat hitam. Disampingnya ada sebuah papan bertuliskan angka '65' dan tertempel apik digerbang batu.
Perumahan Bridge memang luar biasa, dan Arana mengakui betapa megah dan mewahnya rumah-rumah yang ada disana. Bahkan bangunan berlantai dua itu memiliki halaman yang luas dan dipenuhi tanaman yang terlihat sangat mahal.
Menggelengkan kepalanya, Arana menekan bel sekali, menunggu pemilik rumah untuk keluar. Semenit berlalu, dua menit berlalu hingga lima menit berlalu. Arana belum menekan bel lagi karena berpikir jika mungkin saja pemilik rumah masih ada dibelakang dan sedang dalam perjalanan menuju kedepan.
Tetapi setelah dua menit lagi berlalu, Arana tidak tahan dan berulang kali menekan bel yang tertempel didekat papan nomor rumah.
"Sebenarnya ada orang atau tidak sih, dirumah ini?" Gumamnya.
Ia merogoh ponselnya dan hendak menghubungi seseorang sebelum terhenti ketika maniknya menangkap seseorang tergeletak disamping taman. Maniknya melebar, dan Arana segera mengantongi ponselnya dan mencoba membuka pintu gerbang yang sayangnya terkunci.
"Halo yang disana?! Apakah anda baik-baik saja?!" Teriaknya.
Namun pihak lain tidak merespon. Nampaknya orang itu benar-benar tak sadarkan diri. Arana tidak kehabisan akal, segera meraih pegangan besi pagar dan memanjat. Aksinya dilakukan hanya dalam kurun waktu lima detik, dan ia telah mendarat kembali ditanah. Arana segera menghampiri wanita itu tanpa basa-basi.
"Nyonya?"
Wanita setengah baya itu benar-benar terbaring tak sadarkan diri. Tidak ada tanda-tanda kekerasan ditubuhnya, dan dari apa yang dilihat Arana, nampaknya wanita itu pingsan saat sedang menyiram tanaman.
"Aku harus memanggil ambulance!" Meraih ponselnya, Arana segera menekan digit nomor darurat dan menghubungi pihak rumah sakit terdekat.
"Rumah sakit? Tolong kirim ambulance! Ada seorang wanita yang tak sadarkan diri di perumahan Bridge nomor 65!" Lapornya dengan tergesa namun jelas.
...***...
Arana duduk didalam bus umum sembari memandang keluar jendela. Hari ini hari yang melelahkan, tetapi Arana selalu puas dengan hari-hari yang dijalaninya.
Ia memandang sebuah kalung berliontinkan permata kecil berwarna biru. Arana merasakan benda ditangannya sangat berat. Bukan bebannya, namun kenyataan bahwa dia mendapatkan benda berharga ini secara cuma-cuma dari wanita yang ditolongnya.
Nama wanita itu Daniah, lengkapnya Daniah Dolores, berumur setengah abad dan tinggal seorang diri di perumahan Bridge tanpa ditemani putra dan putrinya. Diusianya yang ke empat puluh tujuh tahun, dia sudah menyandang status janda karena suaminya, penyandang marga Dolores telah berpulang karena kecelakaan pesawat terbang. Saat Arana menemukannya pingsan, wanita itu kelelahan karena terlalu banyak menghabiskan tenaganya untuk berkebun, merawat harta berharganya.
Wanita itu mengucapkan terima kasih padanya, dan memaksanya mengambil barang pemberiannya. Daniah itu pembicara yang baik, hingga tak memberikan celah untuk Arana menolak. Sehingga dengan terpaksa, Arana menerima kalung itu.
"Huh, hari yang melelahkan." Gumamnya sembari menyimpan kembali kalung itu kedalam tasnya.
Kelereng hazelnya bergulir, menatap mobil disampingnya yang menampilkan keluarga yang nampak penuh dengan senyuman. Sang ayah yang diam-diam tersenyum, melirik dua putrinya yang duduk dibangku belakang, sementara sang ibu menggoda kedua putrinya dengan tawa yang membuat keduanya terseret dalam candaan yang menyenangkan.
Arana menyunggingkan sebuah senyuman tipis. Sebuah keluarga yang harmonis.
"Pasti menyenangkan," lirihnya sebelum memejamkan mata dan terhanyut dalam perjalanan.
CHIBI MBA CHARACTER (from unnie doll)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments