"Jujurlah padaku, Ra. Apa yang terjadi? Mengapa kamu berkemas? Jika mereka memang ingin membawamu kembali bersama mereka, mengapa kamu terlihat sangat sedih dan kecewa?" Tanya Amber beruntun.
Arana diam tak bergeming. Dia memasukkan semua pakaian yang ingin dibawanya dan menyimpan barang-barang yang dibutuhkannya. Terutama barang yang penuh kenangan, Arana menyimpannya dengan rapi.
"Demi Tuhan! Arana, jawab pertanyaanku!" Sentak Amber sembari menarik Arana menghadapnya.
Sepasang manik itu berlinang air mata. Sebuah kebohongan jika Arana tidak sedih dan tidak kecewa setelah orangtuanya sendiri sama sekali tidak mengakui keberadaannya didunia sebagai putri mereka. Bertukar identitas dengan Alana membuktikan bahwa keberadaannya sebagai kembaran Alana tidak pernah diketahui oleh publik, dan Alana bisa leluasa hidup sebagai dirinya dan menemukan cinta sejatinya.
Arana merasakan hatinya bak ditikam pisau. Rasanya menyesakkan. Arana terluka, namun tidak pernah berdarah.
Ia memandang Amber yang menatapnya khawatir dan memeluknya, menumpahkan seluruh keluh kesahnya pada sahabatnya itu. "Aku lelah, Amber. Aku lelah."
"Mengapa mereka tidak pernah melihat sekali saja padaku yang sudah berusaha? Mengapa mereka tidak membunuhku jika mereka tidak menginginkanku? Hiks! Rasanya menyakitkan. Tidak bisakah aku menyusul nenek? Aku merindukannya. Rasanya, aku benar-benar ingin menemuinya."
Mendengar itu membuat Amber membelalak. Dia menangkup wajah Arana dengan kedua tangannya dan berkata, "Tidak Arana! Kamu tidak boleh berkata seperti itu! Banyak orang didunia yang menginginkan kehadiranmu. Nenekmu menginginkan kehadiranmu didunia. Dia bahagia sampai akhir hayatnya karena kamu selalu disampingnya. Aku dan Lily bahagia telah bertemu denganmu, bisa bersahabat denganmu."
"Dengar, semua orang yang mendapatkan pengantaran bunga darimu tersenyum. Mereka senang dengan keberadaanmu yang penuh semangat dan penuh senyuman." Kata Amber dengan ketulusan.
Arana menitikkan air matanya dan menangis lebih kencang dipelukan Amber. Dia benar-benar menumpahkan semua perasaan yang dipendamnya selama ini, hingga Arana baru berhenti menangis setelah setengah jam berlalu.
Amber mengelus punggungnya dan bertanya. "Jadi, ada apa sampai mereka menyuruhmu kembali?"
"Mereka, memintaku menikah menggantikan Alana."
"Oh, menikah," manik Amber melotot. Dia terlonjak dan menatap Arana. "Tunggu, apa kau bercanda?!"
Arana menggelengkan kepalanya dan menepis sangkalan Amber tentang kemungkinan bahwa Arana hanya mencoba mencairkan suasana setelah acara tangis menangis barusan. Sayangnya, nampaknya itu benar.
Arana memijit pelipisnya. "Sungguh? Orangtua macam apa mereka! Mereka bahkan tidak pantas disebut orangtua!"
"Mereka sampah, Arana!!" Jerit Amber pada akhirnya.
Dia menggeleng. "Bagaimana mungkin aku membiarkanmu menikahi laki-laki yang bahkan tidak kamu kenal. Tidak, aku tidak akan pernah menyetujuinya."
"Aku sudah menyetujuinya, Amber. Besok aku akan pergi bersama mereka."
Brak!
"Kenapa kamu menyetujuinya?!" Pekik Amber diiringi bunyi meja yang digebrak.
Arana menyunggingkan senyuman. "Tidak apa, aku akan menganggap pernikahan ini sebagai balas jasaku untuk mereka karena sudah melahirkanku kedunia. Biarkan aku berterima kasih, karena mereka tidak membunuhku saat aku masih ada didalam kandungan."
"Tapi, Rana. Kamu bahkan tidak mengenal laki-laki itu. Bagaimana jika dia jelek dan bertempramen buruk?!" Tanya Amber.
"Tidak. Mereka sangat menyayangi Alana. Orang yang mereka pilih untuk bertunangan dengan Alana tidak mungkin memiliki tempramen buruk. Setidaknya, aku yakin dia pria yang baik. Hanya saja, Alana tidak mencintainya." Jawaban Arana membuat Amber menghela napasnya tanpa daya.
"Kamu sahabatku yang paling aku sayang. Serius, daripada Lily, aku lebih menyayangimu. Kamu harus hidup bahagia. Pokoknya harus. Sampai aku bisa menyusulmu ke Indonesia, kamu tidak boleh terluka. Mengerti?"
Arana membalas pelukan Amber dan mengangguk. "Mn, terima kasih, Amber."
...***...
Didepan akses masuk pesawat, Amber menghadang sesaat Arana dan orangtuanya untuk mengucapkan kata perpisahan untuk Arana. Amber memandang Lidia dan Michael sebelum berkata dengan senyuman ramah palsu.
"Paman dan bibi harus menjaga Arana dengan baik ya. Paman dan bibi tidak akan percaya dengan apa yang dilakukan Arana disini." Kata Amber sembari menggelengkan kepalanya.
"Bukankah Arana selalu mendapatkan transferan uang untuk hidupnya? Mengapa dia bekerja keras dari pagi sampai malam seakan tidak pernah memiliki cukup uang dalam hidupnya?" Kata Amber.
Deg!
Keduanya tertohok ditempat. Lidia meremat kedua tangannya dan mengalihkan tatapannya dengan gugup, sementara Michael mengepalkan tangannya dan tetap memandang lurus kedepan, meski tatapannya sedikit goyah.
Amber tersenyum, tetapi senyumnya tidak mencapai matanya. "Sepertinya Arana suka bekerja keras. Tapi sebagai sahabat aku khawatir Arana akan kelelahan, bahkan tubuhnya sedikit kurus."
Ia memandang Arana. "Arana, karena kamu akan kembali kepada orangtuamu, mulai jaga pola makanmu. Jangan hanya memakan sayuran yang sama setiap hari. Mulailah makan daging! Aku yakin orangtuamu tidak akan membiarkanmu makan sayur mulai sekarang."
Setiap kata yang dilontarkan Amber bermaksud menyinggung Lidia dan Michael. Amber hanya ingin mereka tahu apa yang dilakukan Arana disini, selama tujuh tahun tanpa mereka. Apa yang dimakannya? Bagaimana dia bisa bertahan hidup.
Adapun masalah sadar atau tidak, Amber melirik mereka dan menyeringai sinis dengan sudut bibir terangkat.
Itu urusan mereka.
"Arana, ingat pesanku." Ucap Amber seraya memeluk Arana.
Ia melanjutkan dengan bisikan, "Kapanpun kamu ingin kembali, bahkan jika aku sedang ada dalam mata kuliah, aku akan menjemputmu."
Arana terkekeh pelan dan menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti. Sampai jumpa lagi, Amber."
Setelah berpamitan, Amber menyaksikan pesawat yang ditumpangi Arana lepas landas beberapa saat setelah Arana dan orangtuanya masuk.
Amber melipat tangannya dan berdoa. "Bapa, jagalah selalu Arana dalam hidupnya. Berikan dia kebahagiaan, Bapa. Amien."
Arana menghabiskan hampir satu harinya didalam pesawat. Setelah berpamitan dengan Amber, Arana hanya duduk diam dipesawat dan hampir mengabaikan keberadaan Lidia dan Michael. Arana bukan ingin menjadi anak durhaka dan tidak sopan, tetapi Arana sudah terlanjur sakit.
"Arana, kita sudah sampai, nak." Kata Lidia membangunkan Arana yang terlelap semalaman.
Gadis itu membuka matanya perlahan. Cahaya mentari pagi masuk keindra penglihatannya melalui jendela pesawat. Arana sedikit linglung selama dua detik sebelum akhirnya tersadar sepenuhnya, melangkah pergi mengikuti penumpang lainnya dan mencari kopernya.
"Supir papa akan menjemput." Kata Michael memecah keheningan yang terjadi antara tiga orang yang menyeret koper mereka menuju pintu keluar bandara.
Arana tidak menyahut, hanya diam dan menyalakan ponselnya setelah ia nonaktifkan didalam pesawat terbang.
Michael memandang ponsel Arana dan berkata, "Buang saja ponsel itu, Rana. Papa akan membelikanmu ponsel keluaran terbaru yang sama seperti milik Alana."
Arana tak melirik dan langsung menjawab, "Ini pemberian nenek."
Seketika Michael terdiam.
Lidia mencoba mengalihkan pembicaraan untuk mengurangi rasa canggung. "Um, apakah kamu benar-benar bekerja, Rana? Maksud mama—"
"Kalau aku tidak bekerja, aku akan mati kelaparan."
Tetapi setiap jawaban Arana membuat suasana semakin canggung. Lidia dan Michael juga tidak bisa banyak berkomentar. Karena disini, mereka mengakui jika mereka bersalah karena tidak pernah mengirim uang untuk Arana. Tetapi mereka sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Lidia yang sibuk mengurus Alana, sementara Michael sibuk dengan perusahaan.
Hingga hampir tidak memiliki waktu untuk mementingkan diri mereka sendiri, apalagi Arana yang nan jauh disana.
Setelah suasana menjadi canggung, Arana tidak bereaksi apapun. Wajahnya datar, tetapi hatinya menjadi lebih dan lebih sakit. Orangtuanya, mereka yang melakukan kesalahan.
Bahkan anak kecil pun tahu untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
Thor, tpi kk arana mau mau aja sih balik sama sampah kek mereka udah tenang aja dimelborn kenapa 😓
2023-09-20
1
Good job amber, ulti aja
2023-09-20
1