Perjalanan dari halte bus keapartemen Arana memakan waktu selama lima menit dengan berjalan kaki. Tetapi jalan yang harus ditempuh melewati gang sempit dengan pencahayaan yang sedikit remang dari satu lampu yang sering berkedip. Bagi mereka yang tidak terbiasa akan menganggap bahwa lingkungan itu benar-benar menakutkan, namun bagi Arana yang sudah hampir tujuh tahun menetap disana, lingkungan itu biasa bagi Arana.
Melewati belokan terakhir, Arana menginjakkan kakinya didepan tangga sebuah apartemen tua dan nampak sederhana. Bahkan dalam beberapa hal, apartemen itu tidak nampak cukup untuk dikatakan sederhana.
Tangga selebar orang dewasa itu menjadi satu-satunya akses keluar dan masuk penghuni gedung apartemen itu. Ketika ada dua orang atau lebih yang hendak naik dan turun, salah satu dari mereka harus mengalah memberikan jalan. Sayangnya orang-orang disini bukan orang yang suka beramah tamah dan dengan baik hati mengalah. Cekcok dan adu mulut sudah sering terjadi hanya karena akses gedung.
Dinding-dinding apartemen memiliki beberapa poster lapuk yang menempel. Entah brosur, iklan atau hanya gambar-gambar sederhana. Tak jarang menemukan permen karet kering yang menempel didinding. Anak-anak dilingkungan ini sangat jahil. Arana sendiri tak jarang terkena kejahilan mereka. Seperti lantai depan apartemennya yang kotor. Pintu tercoret. Jendela yang pecah, dan lain sebagainya.
"*Sialan!! Berani-beraninya kau membawa masuk selingkuhanmu kerumahku! Pergilah keneraka dasar ba*ingan*!!"
"Ah! Tutup mulutmu dasar cerewet!"
"Kau berani meneriakiku? Hah?!!"
Dari satu pintu disamping pintu apartemennya, ada teriakan menggema yang bahkan mampu terdengar sampai kelantai bawah. Tetangga sesama lantai tiga Arana benar-benar tidak pernah mampu menghentikan suara-suara teriakan dan pertengkaran mereka. Hampir tiap hari, menjadi makanan sehari-hari Arana. Lingkungan ini sebenarnya tidak cukup aman dan layak untuk ditinggali, tetapi ada banyak hal yang menjadi pertimbangan Arana untuk tetap menetap ditempat ini.
Yang pertama, karena biaya sewanya yang dibawah harga rata-rata penyewaan apartemen biasanya. Arana jelas tahu karena fasilitas diapartemen yang ditinggalinya tidak selengkap fasilitas apartemen lain.
Pemadaman listrik sering terjadi, dan terkadang karena saluran air terganggu, Arana harus menumpang mandi dipemandian umum yang ada dilantai bawah. Tetapi hanya untuk mandi disana, Arana harus rela mengantri panjang dan tak jarang hanya bisa mandi kurang dari sepuluh menit karena desakan yang lainnya.
Yang kedua, karena apartemen ini yang terdekat dari semua tempatnya bekerja.
Arana memang memiliki cukup banyak pekerjaan yang dilakoninya setiap hari. Dari hari Senin sampai hari Jumat dipagi hari sampai siang hari, Arana memiliki tugas disebuah supermarket sebagai kasir. Sementara dari siang sampai malam hari, Arana bekerja di Moonlight Caffe sebagai pelayan dan pengantar bunga.
Dihari Sabtu dan Minggu dari pagi sampai malam, Arana memiliki pekerjaan sebagai maskot taman hiburan yang digaji tiap jamnya dengan bayaran yang tak seberapa. Tetapi dengan waktu dari pagi sampai Malam, Arana cukup mendapatkan penghasilan yang setidaknya mencukupi kebutuhan makan hariannya.
Brak!
"*Sialan! Aku pergi, aku muak melihat wajah ba*ingan sepertimu*!" Ada seorang wanita keluar dari pintu apartemen disampingnya dengan koper ditangannya.
Wajahnya menampilkan kemarahan yang tak bisa lagi tertahan. Tetap maniknya tak bisa menyembunyikan kesedihan yang dirasakannya, menyakitkan hingga kehati. Ia menghapus air matanya yang luruh tanpa dirasa dan berlalu pergi membawa kopernya. Arana menyaksikan kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri, sebelum menoleh kepintu samping.
Ada seorang pria setengah baya yang bertelanjang dada dengan seorang wanita yang hanya mengenakan kaos tipis dan hotpants setengah paha. Pria itu merangkul wanita disampingnya dan keduanya mentertawakan wanita pertama yang telah meninggalkan apartemen itu.
"Sungguh pasangan yang serasi," batin Arana melirik samar dua orang disampingnya.
Sama-sama sampah.
Arana menarik tatapannya, memutar knop pintu dan masuk. Begitu masuk, ada suara yang menyambutnya.
"Meong~"
Kucing seputih salju itu menggesekkan tubuhnya kekaki Arana. Gadis sembilan belas tahun itu segera menunduk dan mengangkat si kucing dengan kedua tangannya.
"Hello, Snowy~ Bagaimana kabarmu dirumah, hm? Apa kamu menghabiskan makananmu?" Ia berujar sembari menggendong Snowy—kucing putihnya disebelah tangan, sementara tangan lainnya melepas sepatunya dan meletakkannya diatas rak didekat pintu masuk.
Arana menyalakan lampu, sehingga ruangan seluas 3 meter x 3 meter itu terlihat jelas didepannya. Tidak luas dan didominasi warna putih yang cat dindingnya menjamur dan hampir mengelupas dibeberapa tempat. Ruang itu terbagi menjadi dua wilayah. Bagian sudut kanan untuk dapur dan kamar mandi kecil tertutup. Dan sudut lainnya untuk ruang TV dan sebuah sofa panjang dan tunggal yang menghadap meja persegi.
Didekat pintu masuk, ada sebuah pintu yang merupakan kamar gadis itu.
Ada sebuah wadah makan kucing didekat sofa, dan hanya ada beberapa buah makanan kucing yang tersisa didalamnya.
"Waah, Snowy adalah kucing yang pintar~ Snowy menghabiskan makanannya, hum?" Tukas Arana sembari menggesekkan hidung tajamnya kehidung merah jambu Snowy.
"Meong~ Meong~"
Meletakkan Snowy kembali kebawah, Arana meletakkan tasnya keatas sofa dengan sembarang. Dia menggulung rambutnya dan menahannya menggunakan jepitan rambut sebelum meraih handuk didepan pintu kamar mandi dan melangkah masuk untuk membersihkan diri dari bau matahari setelah seharian berkeringat karena bekerja diluar ruangan.
...***...
Tok! Tok! Tok!
"Arana! Keluar kamu!"
Ada teriakan lantang disertai ketukan pintu keras dari luar, membuat Arana yang duduk disofa sedikit tersentak. Ia menoleh, bangkit dan berjalan menuju pintu untuk menyadari bahwa yang ada didepan pintu apartemennya adalah pemilik apartemen.
"Bibi, ada masalah apa?" Tanya Arana begitu ia membuka pintu.
Wanita didepannya memiliki wajah campuran Tionghoa. Matanya sipit dengan kulit putih dan bertubuh pendek.
Dia tanpa basa-basi segera berkata, "Pembayaranmu bulan ini menunggak. Jika kamu tidak lagi ingin tinggal disini, kemasi barang-barangmu. Aku memiliki lebih dari selusin orang yang ingin tinggal disini."
"Aku lupa!" Batin Arana saat mengingat bahwa tenggat sewa apartemen adalah kemarin lusa.
Ia menggosok dahinya dan tersenyum canggung. "Maaf bibi. Aku cukup sibuk sampai melupakan biaya sewa. Aku akan mengambil uangnya sekarang."
"Cepatlah kalau begitu." Kata wanita itu mendesak Arana.
Arana membiarkan pintu terbuka ketika dia melangkah memasuki kamarnya. Ia membuka laci dengan kunci dan mengeluarkan uang dari dalam kotak penyimpanan. Memandang beberapa ratus dolar ditangannya, Arana menghela napas tanpa daya dan kembali kedepan.
"Ini uangnya, bibi. Maaf merepotkan bibi." Ujar Arana meminta maaf.
Wanita itu menerima uang yang diberikan Arana, menghitungnya sebelum menganggukkan kepalanya dengan puas. "Lain kali bayar uang sewamu tepat waktu."
Arana mengangguk, membiarkan wanita itu menghilang dianak tangga sebelum menutup pintu dan menghela napas berat. Uangnya kembali berkurang.
Arana melompat dan mendarat disofa kelabu dalam posisi berbaring. Ia meraih Snowy yang meringkuk didekat sofa dan meletakkannya diatas perutnya, mengelusnya dan mengeluarkan beberapa kalimat yang entah dimengerti oleh kucing bermata sapphire itu atau tidak.
"Snowy, kakak tidak memiliki banyak uang setelah membayar uang sewa. Nampaknya kakak tidak bisa mengirimmu ke rumah perawatan kucing minggu depan," ucapnya.
Arana meraih ponselnya yang ada diatas meja. Ponsel hitam keluaran lama yang adalah hadiah dari sang nenek saat dia berumur sepuluh tahun. Itu sudah sembilan tahun lamanya, dan sudah berulang kali diperbaiki. Tampilannya pun tak lagi bagus, namun Arana memiliki kesan mendalam tentang ponsel itu.
Ia membuka aplikasi WhatsApp dan menemukan beberapa pesan dari beberapa sahabat-sahabatnya.
[Rana, kudengar dari Amber jika kamu menolak beasiswa dari Ocean University? Apakah benar? Arana, kenapa menolaknya? Itu kesempatan sekali seumur hidupmu diterima di Universitas sebagus itu.]
Arana tersenyum dan mengetikkan balasan kepada sahabatnya. [Peraturan mereka mengatakan tidak memperbolehkan mahasiswanya melakukan kerja part-time. Jadi, aku menolaknya.]
[Ya berhenti saja dari pekerjaan part-timemu, Rana. Kamu bisa meminta bantuanku dan Amber dulu, setelah kamu mendapatkan gelar S1 dan mendapatkan pekerjaan dengan itu, kamu bisa mengembalikan bantuan kami.]
[Aku tidak bisa selalu merepotkanmu dan Amber. Tidak apa, lagipula aku bisa kapan saja berkuliah.]
[Kamu sangat keras kepala. Kamu tahu kami selalu ada untukmu.]
Arana mengulas senyuman. Karena dia tahu mereka selalu ada untuknya lah yang membuatnya puas. Setidaknya meski dia belum atau bahkan tidak berpendidikan tinggi, dia selalu memiliki lebih dari satu teman.
[Terima kasih, Lily.]
Begitu mengunci layar ponselnya, Arana meregangkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Hingga kantuk menyerang, Arana tak berpindah kekamarnya.
Terlarut dalam mimpi ditemani remang cahaya lampu jalan yang menyorot dari tirai jendela yang tersibak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
anggita
yg baru.,🙏👌👏
2022-04-30
2