My Handsome Maid
Byurrrr
"Banjir!!" teriak seorang pria dengan nyaring sambil beranjak dari tempat tidurnya dan berusaha melarikan diri, tapi malang ia malah menabrak pintu kamarnya sendiri.
"Akkhhh!!" Ia memegang kepalanya dan mengusapnya pelan, sedetik kemudian ia termenung sesaat sebelum akhirnya membulatkan mata. Ia langsung menatap kembali ke arah tempat tidurnya.
"Ibu!!!!!"
"Tidak baik membentak orang tua mu sendiri Genta!" nasehat sang ibu yang berkacak pinggang sambil mempelototi anak bujangnya.
Genta memelas dan berjalan gontai ke arah sang ibu. Ia menarik napas dan menatap malang ke arah tempat tidurnya.
"Padahal ibu bisa membangunkan ku dengan cara yang baik." Ia beranjak dan membereskan tempat tidurnya.
"Genta ayah mu sakit." Satu kalimat itu sukses menghentikan aktivitas Genta. Ia menatap sang ibu dan menjatuhkan bantal yang ada di tangannya.
"Maksud ibu?" tanyanya dengan mata yang perlahan memanas dan dengan keras menggelengkan kepala berharap apa yang ia dengar hanyalah angin lalu biasa.
"Apa kurang jelas nak?" ibu Tera tidak sanggup lagi membendung air matanya. Ia terisak dan langsung menatap ke samping agar anaknya tidak melihat air bening yang baru saja keluar dari maniknya.
"Ayah dimana sekarang Bu?" Tanya Genta panik dan ia langsung berlari ke kaca memastikan jika penampilannya layak untuk keluar rumah.
"Di rumah sakit."
Genta tanpa ba bi bu langsung berlari keluar dan mengambil sepeda tuanya di gudang.
Sebelum pergi ia menatap ke arah pintu rumah, tanpa sengaja matanya menangkap sang ibu yang sedang menangis nyaring. Hatinya sesak saat menyaksikan adegan itu. Tiada yang lebih menyakitkan bagi anak pria selain melihat orang dicintainya sedang menderita.
Dengan buliran air mata ia mengayuh sepedanya sekuat tenaga.
Genta Arakhan, pria yang akan merubah cinta menjadi tinta.
_________
Ibu Tera langsung berlari memeluk Genta untuk terakhir kalinya sebelum anaknya itu akan pergi ke kota dengan kurun waktu yang lama.
Pelukannya teramat erat seolah tak akan pernah bertemu lagi, ia tidak rela anak semata wayangnya pergi. Namun tidak ada pilihan lain inilah yang harus dilakukan seorang Genta. Ia juga terpaksa melakukan ini, semuanya bukanlah kemauan Genta, tapi melainkan kehendak keadaan.
Jika ia bisa mengubah rasa dan segalanya mungkin ia tidak akan bertemu dengan masa yang sangat sulit ini.
Sakit, itulah yang dirasakan satu keluarga. Tidak ada yang menginginkan perpisahan ini.
"Ibu maafkan Genta," lirihnya sembari mengusap punggung sang ibu dengan penuh kasih sayang.
"Jangan minta maaf, kau tidak salah nak, yang salah adalah takdir." Ia melepaskan pelukannya dan tersenyum sembari diiringi tetesan bening. "Nak ibu harap kamu dapat melakukan nya sebaik mungkin. Ingat Demi keluarga mu."
"Akan Genta penuhi. Tapi ibu jangan menangis lagi." Genta menghapus air mata Tera dan memberikan ulasan senyum.
"Bagaimana ibu tidak menangis nak? Anak satu-satunya ibu akan pergi ke kota dan meninggalkan ibu." Isakan Tera semakin nyaring meluapkan semua perasaannya. Dan betapa sakit hatinya ia kala kedua pria yang ia cintai semakin jauh darinya.
Genta tertawa dan menghapus air mata sang ibu. Ia menarik Tera kembali dalam pelukannya. Seperkian detik sebuah suara yang menjadi akhir perpisahan mereka membuat Tera semakin menangis nyaring. Genta tak sanggup lagi menahan tangisnya. Ia mencengkram punggung sang ibu untuk menguatkan hatinya.
Ia melepaskan paksa pelukan sang ibu. Lalu mencium kening wanita kunci berharganya itu cukup lama dan hikmat.
"Genta pergi ibu." Ia melirih pelan, "demi ayah."
Tanpa menunggu jawaban sang ibu, Genta berjalan menuju bus yang beberapa detik lagi akan berangkat.
Tera mengangguk dan memejamkan matanya saat maniknya menangkap sang anak semakin hilang dari pandangannya. Ia menatap bus yang sudah siap berangkat ke kota. Hatinya bak diremas, ini sangat menyakitkan.
Ia pergi ke kota demi banyak orang terkhusus keluarganya. Hanya di kota ia akan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang cukup agar dapat mengobati sakit keras sang ayah. Tentu hidup di kota tidak segampang dipikirkan dan mencari pekerjaan yang layak itu tak semudah dengan apa yang dibayangkan.
Genta menatap sang ibu yang menangis dari jendela. Ia juga merasakan hal sama yang dirasakan sang ibu.
Kehidupan yang sesungguhnya akan dimulai.
____________
Genta menatap secarik kertas di tangannya dengan bingung. Ia celengak celenguk mengawasi sekitar pasalnya ia tak tau sedang berada di mana dan dimana pula alamat yang tertulis di potongan kertas di tangannya itu.
Ini pertama kalinya ia ke kota besar seperti ini. Memang sangat menakjubkan pemandangannya, namun semuanya tiada arti jika dilihat dengan hati yang gundah.
"Ada apa Nak?" Genta tersentak dan langsung membalikan badannya. Ia menyengir kepada pria tua yang ada di depannya itu.
Sejenak Genta pikir tidak ada salahnya menanyakan alamat ini kepada pria itu. Siapa tau ia bisa memberikan petunjuk bagi dirinya bukan?
"Bapak tau di mana alamat ini?" tanya Genta was-was pasalnya ia takut jika alamat di tangannya palsu.
"Aduh kurang tau saya. Cari di google map saja nak. Saya juga bukan orang sini."
Genta tersenyum lirih. Cukup sudah mungkin ia telah ditipu, tiada lagi harapan di kota besar ini.
Genta menghela napas dan mengangguk lalu tersenyum lirih. Handphone ya? Ah, sayang di handphone nya tidak ada aplikasi semacam itu.
Pria tadi pergi dan Genta hanya menarik napas panjang.
Brak
"Akhhh!!"
Genta menatap orang yang baru saja menabraknya. Ia mengernyit heran, perempuan itu lah sendiri yang menabraknya dan ia pula yang mengaduh kesakitan.
"Ma-ma-maffkan aku!" lirihnya takut dan meremas kedua tangannya. Wajahnya tertutup rambutnya yang tergerai panjang.
Genta menarik napas. Wanita berseragam sekolah sekitaran 17 atau 18 tahunan ini terlihat sangat takut padanya. Dan itu membuat Genta merasa bersalah.
"Tid..."
"Nona dari mana saja?"
"Paman Sean??"
"Nona ayo pulang."
Wanita itu menatap sekilas pria yang berdiri di dekatnya yang baru saja ia tabrak.
"Maafkan aku!" ujarnya dengan nada bersalah sebelum berlalu dari sana.
Genta membeku menatap wajah cantik yang dimiliki wanita itu. Seumur hidupnya ia tak pernah menatap wajah sesempurna itu.
"Ya ku maafkan," gumamnya.
Tatapan matanya tak lepas dari mobil yang dinaiki perempuan tersebut. Setelah beberapa detik Genta menyadarkan dirinya sendiri.
"Aku tidak mungkin kan menjadi pedofil?" Yah wanita tadi tampak hanya sebatas pundaknya serta wajahnya saja telah menunjukkan ia masih dibawah umur, berbeda dengannya yang hampir berkepala tiga.
🙏🙏🙏🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Rikarico
dr FB turun kesini😆
2023-05-31
0
YsryhAbdh28💜
mmpirrr jg ksniii ndaaa:))
2022-07-08
0
humaira
aku mampir thor..
2022-06-09
1