Dijebak Nikah Paksa
Jam menunjukan pukul 07.00 pagi, pergantian shift malam ke pagi. Para pekerja shift malam berhamburan keluar gedung dengan senang gembira setelah menggesekkan kartu absen tentunya. Muka-muka letih dan kurang tidur begitu kentara.
"Wah, bisa nyenyak tidur nih pagi ini," guman Dara.
"Hey Dar, mampir ke warung Mpo Sari dulu yuk cari sarapan!" ajak Nela teman satu departemen Dara.
"Ok!" seru Dara pendek sambil mengacungkan jempolnya.
"Lu, beli apa Dar?" tanya Nela.
"Nasi pakai telur dadar campur urap, tambah bala-bala dua," jawab Dara.
"Buset, biasa banget," seru Nela.
"Alahhh ... tibang makan doang. Hidup masih di kontrakan harus ngirit Nel, apa lagi gua anak rantau. Apa dikata kalau boros, toh makan dengan lauk mahalpun yang keluar tetap sampah," jawab Dara agak panjang sambil mencebikkan bibir bawahnya.
"Iye deh Gua paham, jangan pake garang dong Say!"
"Oh ya Dar, Lu mau jalan ke mana libur besok, mungpung pergantian shift?" tanya Nela.
"Gua nggak ada rencana Nel, tanggung bulan. Paling beres-beres dan nyuci baju."
"Ya elah, tibang nyuci baju sebiji paling berapa menit? Libur itu cuci mata biar dapat gebetan," repet Nela.
"Ogah ah, gua males," sungut Dara.
"Oklah kalau gitu, gua enggak maksa."
Akhirnya sampe juga di warung Mpo Sari.
"Mpoooo, nasi pakai telur dadar campur urap sayur, tambah bala-bala dua ya," teriak Dara memesan pesanannya.
"Siap Neng Cantik!" seru Mpo Sari.
"Saya, nasi pakai ayam tambah sayur Brokoli Mpo," pesan Nela.
"Siap, Nona Manis." Mpo Sari, selalu begitu kalau memanggil pelanggannya, berdasarkan daerah asal.
Usai belanja sarapan di Mpo Sari, Dara dan Nela melanjutkan kembali perjalanan pulang ke kontrakan masing-masing. Jarak rumah kontrakan dengan pabrik tempat mereka bekerja tidak jauh. Hanya kurang lebih 500 meter di belakang pabrik. Saat di belokan, Dara dan Nela berpisah. Kontrakan Dara masih lurus tinggal beberapa meter lagi.
Akhirnya Dara si gadis periang tapi agak pemalu ini sampai di kontrakannya. Letak kontrakannya dipinggir jalan, dipagar tembok setinggi 2 meter, membentang dari selatan ke utara, tengah-tengahnya ada pintu pagar besi selebar 1 meter.
Dara membuka pintu pagar besi. "Wah, sudah ada yang gitaran nih," guman Dara seraya menoleh ke arah tiga cowok yang sedang gitaran di depan salah satu pintu kamar kontrakan. "Ada Kak Rian juga!" serunya dalam hati merasa bahagia. Salah satu cowok yang berada di sana merupakan cowok gacoannya, namanya Rian.
"Hay, Kak!" sapa Dara sambil tersenyum.
"Ehhhh, Neng Dara baru balik, ya?" tanya salah satu cowok berkulit sawo matang seraya sengeh-sengeh bahagia melihat Dara.
"Iya nih Bang," jawab Dara tanpa menoleh.
Dara memang kurang suka dengan cowok satu itu, dari cara dia yang nampak cengengesan dan sok perhatian bagi Dara sangat menyebalkan. Bukan apa-apa, dulu Dara dengan cowok yang bernama Azlan itu begitu hangat. Dara merasa punya saudara disaat dia jauh merantau ke kota Cikarang ini untuk mencari nafkah. Cowok itu perantau juga asal Sumatera Selatan alias wong kito, kesan pertama begitu baik, Azlan selalu perhatian.
Sebagai tetangga kontrakan dia selalu berbaik hati, bukan saja pada Dara tapi pada semua tetangga kontrakan. Contohnya jika ada yang minta tolong memasang tabung gas, Azlan selalu siap membantu. Ada yang minta membetulkan alat-alat perlistrikan Azlan juga bisa membantu, terlebih Azlan merupakan Teknisi di salah satu pabrik elektronik di kota itu.
Pabrik tempat dia bekerjapun bertetangga dengan pabrik tempat Dara kerja. Terutama pada Dara, dia selalu siap sedia membantu meskipun tanpa diminta. Selain ada hati pada gadis pujaannya itu, Azlan selalu memberi perhatian lebih pada gadis yang kelihatan masih lugu itu.
Namun sejak Azlan mengungkapkan rasa sukanya pada Dara tiga bulan yang lalu, sikap Dara berubah. Dia agak jaga jarak. Dara merasa tidak suka atas ungkapan isi hati Azlan saat itu, Dara yang menganggap Azlan seperti saudara, langsung tidak enak hati. Dia selalu jutek pada Azlan. Azlan bukan tidak sadar akan perubahan Dara, tapi dia cuek. Bahkan Azlan sengaja memperlihatkan perhatiannya. Azlan nampak pantang menyerah.
"Ihhh.... menyebalkan!" cebik Dara kesal.
"Kami juga baru balik Neng, sini sarapannya bareng kita sambil dengar gitaran!" ajak Rivai.
"Makasih Kak, Dara di dalam saja," tolak Dara.
"Ditolakkkkkk!" teriak ketiganya koor.
Di dalam kamar, Dara langsung mengintip di balik kaca, yang jadi perhatiannya adalah Rian cowok berkulit putih bersih berwajah tampan. Dara ketar-ketir dibuatnya dengan pesona cowok tampan asal Medan itu. Selain pandai bergitar, Rian juga pandai bernyanyi. Suaranya merdu menurut Dara. Namun Dara sadar, cowok itu tidak memberi perhatian lebih pada Dara.
Ini kali pertama Dara jatuh cinta diusianya yg sebentar lagi 20 tahun. Sejak dia merantau ke kota Cikarang enam bulan yang lalu, disinilah cinta pertamanya mulai bersemi.
Dara melihat Rian berdiri sambil menyerahkan gitarnya pada Azlan si cowok nyebelin.
"Gua ada janji, titip gitar kesayangan gua," ucap Rian dan berlalu menuju kontrakannya, tidak berapa lama dia keluar sudah rapi dengan jaket jinsnya.
"Janjian dengan siapa sih Bro?" tanya Rivai penasaran.
"Jomblo jangan kepo," serunya seraya menstarter Motor bebeknya.
"Brum, brum ....!" motorpun berlalu.
Dara hatinya mencelos melihat Rian berlalu.
"Gonjreng, gonjreng, gonjreng," suara gitar masih terdengar, gitar dipetik dengan serius oleh Azlan, dia nampak serius. Lagu Dygta yang melowpun mengalir, kini Rivai yang mendendangkan. Sekilas Dara melihat, Azlan tampak serius dan tenang.
"Bang Azlan," gumannya. "Kalau serius begini, Bang Azlan nampak manis banget," guman Dara dalam hati, tiba-tiba hati Dara berdesir entah perasaan apa.
"Kotrek," suara pintu terdengar, Dara keluar sambil menenteng tabung gas melon. Tiba-tiba Azlan sigap berdiri.
"Bro, titip gitar Rian!" seru Azlan pada Rivai sambil meletakkan gitar Rian di pangkuan Rivai.
Azlan bergegas menuju Dara, seperti biasanya penuh perhatian pada gadis tersebut.
"Dek, mau beli gas ,ya?" serobot Azlan sambil meraih tabung yang dipegang Dara.
"Iya nih Bang," jawab Dara sambil menepis tangan Azlan.
"Nanti pasang sama Abang saja ya," tawar Azlan tanpa menunggu jawaban Dara. Beberapa menit kemudian, Dara datang menenteng tabung gas yang sudah dibelinya.
"Sini tabungnya, berat," serobot Azlan sambil meraih tabung yang dipegang Dara yang baru pulang dari warung depan membeli gas. Dara nampak kesal.
"Abang ini main serobot saja, Dara kan mau minta tolong Kak Rivai," cebik Dara.
"Rivai, tidak ada Neng," celoteh Azlan nampak bahagia.
"Nang, Neng, Nang, Neng," cebis Dara tidak suka. "Emang mau masak apa sih, Dek?"
Isss, kadang Neng kadang Dek. Gerutu Dara dongkol.
"Buat masak siang Bang," jawab Dara.
"Ya sudah, Abang pasangin ya?"
Dara bingung, mau nolak tidak ada orang lagi, tidak nolak hatinya dongkol.
"Gimana?" tanya Azlan sambil menatap Dara. "Terserah," singkat Dara. Dara pasrah tabung gasnya dipasangin Azlan, padahal hatinya gengsi. Dara menunggu diluar sementara Azlan bergegas ke dalam.
"Sudah Dek," lapor Azlan sembari keluar.
"Ok, makasih ya Bang," ucap Dara sambil tersenyum yang dipaksa. Azlan melenggang keluar sambil wajahnya senyam senyum seperti mendapatkan durian runtuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Al Kahfi
lumayanlah buat pemula, mampir juga ya kak ke novel aku "selingkuh yang tak di inginkan"
2023-08-07
1
Nefertari Atika
Kasihan kamu di anggap saudara 🤧🤭
2023-05-12
0
Cellestria
udah mampir kak 🙏 Semangat 🤗
2023-02-08
0