Satu Minggu Kemudian
Sore itu ketika Dara baru pulang kerja, tiba-tiba dia dikejutkan dengan kedatangan Pak Haji.
"Assalamualaikum!" salam Pak Haji. "Waalaikum salam," jawab Dara. "Eh, Pak Haji!" seru Dara terperangah. Dara menghampiri Pak Haji ke depan.
"Ada apa ya Pak Haji?" tanya Dara penasaran.
"Ini Neng, tolong kasih suamimu konci rumah kontrakan baru." Seru Pak Haji sambil menyodorkan sebuah kunci. Dara mengerutkan keningnya heran.
"Kunci kontrakan yang mana ya Pak Haji?" tanya Dara.
"Ini, suamimu kan udah setuju mau pindah kontrakan ke kontrakan yang sono," tunjuk Pak Haji ke sebelah timur, yang mana di sana memang terdapat rumah kontrakan yang ukurannya lebih luas daripada ini, masih milik Pak Haji. Jarak dari kontrakan yang ini sekitar 50 meter. Jadi ke tempat kerja masih aman dan dekat.
" Di sana kan lebih luas, jadi cocoklah buat pasangan muda kaya Neng Dara dan Nak Azlan." Sambung Pak Haji lagi.
"Oh...!" seru Dara masih mencerna omongan Pak Haji.
"Sebetulnya sih bisa saja suamimu atau Neng Dara yang pindah ke kamar ini atau ke kamar Nak Azlan, tapi kayanya terlalu sempit buat berdua, apalagi Nak Azlan banyak juga barangnya." Terang Pak Haji. "Dan lagi gak enak juga Neng, masa udah nikah masih misah kamar!" celetuk Pak Haji lagi.
"Iya, iya, Pak Haji, nanti Dara bicarakan dulu sama Bang Azlan!" respon Dara nampak bingung.
"Kalau begitu saya pamit dulu,
Assalamualaikum!" Pamit Pak Haji sambil mengucapkan salam.
" Waalaikumsalam." Balas Dara.
Sepeninggalnya Pak Haji, Dara menghela nafas dalam. Kata-kata Pak Haji tadi ada yang mengusik ketenangan hatinya. Kata-kata "suamimu" dan "udah nikah" sangat membuat hatinya galau, ingin ditepis semua itu, namun pada kenyataannya di mata orang lain seperti Pak Haji, Dara dan Azlan memang sejatinya sudah menikah. Dara merogoh HPnya dalam tas, membuka WA dan mengetik lalu mengirimkan pesan WA pada Azlan.
"Bang..., pulang kerja langsung ke kontrakan Dara!" pesan WA terkirim disertai emot marah. Dara menghempas HPnya kesal. Tiba-tiba air matanya luruh, ia begitu sedih dengan apa yang disampaikan Pak Haji tadi mengenai niat Azlan pindah kontrakan.
Waktu menunjukan jam tujuh lebih lima belas menit malam, Adzan Isya telah selesai berkumandang. Dara bersiap melaksanakan sholat Isya. Setelah selesai, beberapa saat kemudian terdengar suara deru motor berhenti didepan kontrakan Dara. Gak salah lagi pasti Azlan yang baru pulang kerja.
"Assalamualaikum!", salam Azlan. Dara segera membuka pintu kontrakan dengan wajah yang masam tanpa membalas salam. Azlan masuk sambil menyodorkan kantong kresek ke tangan Dara. Dara menepis kantong kresek itu, dia tidak menghiraukan Azlan. Azlan sadar dengan sikap Dara.
"Adek pasti belum makan, ini Abang belikan nasi Ayam sama es Boba kesukaan Adek!" sodor Azlan menutupi kekakuan antara dia dan Dara. Sok perhatian. Gerutu Dara dalam hati. Tapi Dara sedikit terharu sebab Azlan tahu minuman kesukaan Dara saat ini, es Boba. Tapi Dara masih mendiamkan Azlan.
"Adek udah shalat Isya?" tanya Azlan sambil melirik ke arah sajadah yang masih membentang. "Kelihatannya gimana?" Dara malah balik bertanya. Dia gak ada ramah-ramahnya pada Azlan. Sengaja biar cowok yang nyebelin bagi Dara ini, sadar karena udah seenaknya ambil keputusan tanpa runding.
"Ini kunci dari Pak Haji," sodor Dara ketus sambil mengepalkan kunci ke tangan Azlan. Azlan terhenyak, Dara begitu ketus dan nampak sangat garang berbicara padanya.
"Gak ada ramah-ramahnya pada suami, tapi Abang akan terus berjuang untuk mendapatkan cinta dan hatimu Dek. Lihat saja nanti, Adek bakal cinta mati sama Abang. Sekarang Abang hanya perlu banyak stok sabar dan pemaaf samamu Dek", guman Azlan dalam hati bersungguh-sungguh.
"Kenapa sih Abang gak runding dulu sama Dara, maen ambil keputusan sendiri aja. Memangnya Dara bakal setuju pindah kontrakan sama Abang?" todong Dara menggebu.
"Gini Dek, dengar dulu penjelasan Abang!" sergah Azlan mencoba menenangkan.
" Kemarin Pak Haji datang menemui Abang, beliau menanyakan, kenapa kita belum tinggal bersama? lantas Beliau menyarankan supaya kita cepet-cepet tinggal bersama, gak enak katanya dilihat warga. Lalu Pak Haji menawarkan kontrakan dia yang ukurannya lebih luas dari ini untuk kita tinggal bersama, kebetulan ada kamar yang kosong. Kontrakannya gak jauh dari sini, cuma kurang lebih 50 meter dari sini." Terang Azlan sambil tangannya menunjuk ke arah dimana letak kontrakan yang ditawarkan Pak Haji.
"Terus Abang setuju?" sela Dara merengut.
" Abang memang ada rencana nyari kontrakan baru buat kita Dek, dan kebetulan Pak Haji menawarkan kontrakannya yang kosong yang ternyata lebih luas dari ini. Lagipula Pak Haji bilang kamar kontrakan yang bekas kita ini udah ada yang nyari dan ada yang mesan!" Terang Azlan.
"Kita?, Abang kali yang pindah. Dara mah ogah!" ralat Dara sambil bergidik.
" Mau gimana lagi Dek, ini udah terjadi. Mau gak mau kita harus pindah dan tinggal bersama!", ucap Azlan dengan nada pasrah.
"Pokoknya Dara gak mau!" keukeuh Dara.
"Ya harus mau Dek, sebab Pak Haji udah menyuruh kita untuk mengosongkan kamar ini paling lambat Senin." Ujar Azlan ngeyel.
"Ini maunya Abang, Abang seneng kan?" tuduh Dara.
"Pokoknya Dara tetap gak mau!" tegas Dara sembari menendang keranjang sampah yang berada di kamar itu sehingga membentur pintu. Suara benturan keranjang sampah yang beradu dengan pintu itu terdengar sampai luar.
"Woy, woy, woy..... Kenapa nih?" Rivai dan Rian berlarian menghampiri kamar Dara. Dara tersentak mendapati Rivai dan Rian menghampiri kamarnya. Dara merasa malu dilihat mereka, terutama Rian. Dara menunduk menyembunyikan emosinya. Rivai dan Rian menatap satu persatu antara Azlan dan Dara.
"Penganten baru jangan berantem, malu noh sama keranjang sampah yang nyangkut di paku." Seloroh Rivai sembari menunjuk ke atas. Rupanya keranjang sampah yang ditendang Dara nyangkut di paku. Dara dan Azlan tidak menyadarinya. Rivai dan Rian malah cekikikan. Azlan sekilas memandang Rivai dan Rian, ada rasa geli mengetahui keranjang sampah yang nyangkut itu.
"Kalian berdua gak usah cekikikan, nanti malam bantu gua angkut-angkut di kamar ini dan kamar kontrakan gua, gua mau pindah kontrakan!", Perintah Azlan sok galak dan berwibawa menunjuk pada Rivai dan Rian. Dara yang mendengar Azlan berbicara seperti itu, matanya mendelik dan berlalu ke dapur.
"Elu beneran fix pindah kontrakan Lan?" Tanya Rian meyakinkan.
"Ya benarlah....!" Sahut Azlan yakin.
"Jadi jauh dong gua sama Dara....," celetuk Rian tiba-tiba.
"Maksud lu....?" Azlan merasa heran.
"Maksud gua, gua bakal jarang lihat muka Dara dari dekat!", seloroh Rian lagi sambil tersenyum. "Awas lu ya macam-macam!" Ancam Azlan sambil menyodorkan tinju.
"Becanda Lan.....," sahut Rian sambil terkekeh. Dara yang mendengar jelas perkataan Rian dari dalam, menyimpulkan bahwa Rian sebenarnya ada rasa sama Dara. Namun saat mendengar Rian berkata "becanda Lan", hati Dara ciut lagi, rasa percaya dirinya lenyap. Ternyata Rian cuma bercanda.
" Gua tunggu jam sembilan malam, mungpung lagi sepi!" kata Azlan mengingatkan.
"Halah..., giliran pindahan nunggu yang sepi, ehhhh..... saat enak-enak malah rame, digerebek deh!" ejek Rivai nyindir.
"Udahlah lu berdua jangan banyak cerita, jam sembilan gua tunggu!" pungkas Azlan sembari mengusir Rivai dan Rian.
"Yang sabar ya Neng...!" teriak Rivai sebelum kena timpuk Azlan dan berlari ke arah kontrakannya.
"Abang seenaknya aja berbuat, udah ngelecehin Dara, sekarang seenaknya juga ngajak pindah. Dara muak lihat muka Abang!" Tekan Dara marah. Azlan tak menghiraukan kemarahan Dara, dia hanya berpikir bagaimana caranya menenangkan Dara yang lagi emosi.
Akhirnya acara angkut-angkut pindahan barang yang direncanakan Azlanpun berjalan lancar, dengan disaksikan Pak Haji. Azlan rupanya sengaja menghadirkan Pak Haji, mungkin supaya Dara tidak berkutik. Dara menatap nyalang pada orang-orang yang kebetulan membantu angkut-angkut itu, karena setahu Dara orang-orang itu adalah orang yang hadir saat penggerebegan itu. Tidak butuh waktu satu jam, acara angkut-angkut barangpun selesai, baik di kamar Dara, maupun di kamar Azlan, Karena banyak yang membantu. Azlan menghampiri Dara sambil berkata.
"Dek, Abang minta maaf!, bukan maksud Abang berbuat seenaknya!"
"Sekarang kita pindah ya!" Ajak Azlan lembut seraya meraih tangan Dara. Dara menepis tangan Azlan cepat. "Kalau Adek gak mau Abang pegang, Adek ikutin Abang ya, kita bicara lagi di kontrakan!" Pungkas Azlan seraya beranjak pelan meninggalkan bekas kamar kontrakan Dara.
Azlan berjalan beriringan dengan Dara dibelakangnya, akhirnya Azlan dan Dara tiba di kontrakan baru. Disana udah ada Rivai dan Rian serta beberapa orang yang membantu.
"Beres bro sesuai permintaan Lu, tinggal merapihin sedikit, lain-lainnya tinggal Lu benahin lagi deh jika ada yang kurang srek!" ujar Rivai melaporkan.
"Ok, Bro makasih banyak udah membantu!" Azlan berterimakasih.
"Ok..!" seru mereka.
Dara segera masuk ke dalam kontrakan barunya yang akan ia tinggali bersama Azlan, walau dengan perasaan jengah harus satu kamar dengan Azlan, Dara dengan terpaksa mengikuti kemauan Azlan.
Azlan mengikuti Dara ke dalam. Dengan cepat dia menyalakan kompor dan merebus air untuk menyeduh kopi buat teman-temannya dan beberapa warga yang membantu. Air panas telah mendidih, Azlan dengan sigap menyajikan kopi panas 6 cangkir termasuk untuk dirinya disertai satu toples cemilan.
Jam menunjukan setengah sebelas malam, Azlan dan teman-temannya mengakhiri ngobrol dan ngopi-ngopinya. Mereka pamit karena malam makin larut. Azlan segera masuk ke dalam kontrakannya yang kini ia tempati bersama Dara. Azlan menghela nafas dalam mempersiapkan diri menghadapi Dara sang pujaan hati.
Azlan ingat, sejak dia pulang kerja tadi Dara maupun dirinya belum makan. Karena sibuk berdebat dan pindahan. Azlan menatap sekilas ke arah Dara, rupanya gadis itu tengah sibuk dengan HPnya sambil tengkurap.
"Dek, makan dulu yuk!" ajak Azlan. "Abang buatkan mie saja ya, nasi yang Abang beli tadi udah dingin!" Tawar Azlan. Dara tidak menyahut, dia masih sibuk dengan HPnya. Azlan beranjak ke dapur bermaksud membuatkan mie buat Dara.
Dara menggeliat merubah posisi badannya. Perlahan Dara merasakan perutnya lapar, namun dia malas karena masih kesal pada Azlan. Dara gak menyangka hari ini bisa satu kamar dengan Azlan. Dara menatap ke sekeliling ruangan yang baru saja dia tempati. Ruangannya lebih luas dari kontrakan sebelumnya. Dari ruang tengah ke dapur ada jeda beberapa meter. Kasur yang terbentang kini agak privasi, lemari Dara dan Azlan dijadikan pembatas antara kasur dan ruang tengah. Sebetulnya sih ruang tengah dibagi menjadi dua, disekat oleh lemari mereka.
"Ayo Dek makan dulu!" ajak Azlan sambil menyodorkan semangkok mie telur dan nasi ayam yang dia beli tadi, tidak lupa es Boba kesukaan Dara dia sodorkan juga. Dara tidak menyahut. Tanpa basa basi Dara langsung menyambar semangkok mie telur yang dihidangkan Azlan tadi, tanpa malu Dara melahap mie itu dengan nikmat. Akhirnya Azlan memilih nasi ayam yang tidak dipilih Dara, diapun makan dengan lahap karena benar-benar lapar. Selesai makan dan menyeruput es Boba kesukaannya, Dara langsung beranjak ke kamar mandi sambil membawa mangkok bekas dia makan tanpa menghiraukan piring bekas Azlan. Dara segera membersihkan diri dan sikat gigi.
Dara segera berbenah diatas kasur, sekilas dia menatap lekat Azlan yang sedang membereskan bekas makannya, baju teknisi warna Abu-abu tua itu masih melekat di badan Azlan. Ihh pasti bau campur keringat sejak pagi. Cebis Dara dalam hati.
Entah kenapa jika melihat Azlan mengenakan baju Teknisi dan bersikap serius dan kalem begitu, hati Dara berdesir tersentuh seperti ada rasa aneh. Dara merasa aura kegantengan cowok sawo matang itu makin keluar. Disitu Dara mengagumi Azlan. Tapi kalau Azlan sudah cengengesan, Dara sebal dibuatnya. Azlan yang merasa diperhatikan, dengan cepat menatap ke arah Dara. Dara langsung melengos ke arah lain, merasa ketahuan telah memperhatikan Azlan.
"Cie... rupanya perhatian juga!" guman Azlan merasa senang.
Waktu menunjukan hampir jam 11 malam, Azlan bergegas menuju kamar mandi sambil membawa piring bekas makannya. Segera ia membersihkan diri dan berwudhu karena Azlan belum shalat Isya. Setelah itu Azlan berbaju dan segera melaksanakan shalat Isya.
"Trek", bunyi saklar lampu yang dimatikan Azlan. Cahaya remang-remang kini didapati dari lampu dapur yang menyeruak ke dalam.
Merasakan ada pergerakan disebelahnya, Dara bangkit dan duduk.
" Adek belum tidur?" Azlan heran.
"Eits..... Abang jangan tidur disini!" cegah Dara. "Terus Abang tidur dimana?"
"Karena Dara masih punya hati, kita tidur satu kasur tapi ada batas dan syaratnya!" ucap Dara. "Syaratnya apa?" tanya Azlan.
"Guling ini sebagai batasnya, Dara tidur disini dengan kepala disini, dan Abang tidur disini dengan kepala disana." Dara memberi aturan. Jadi mereka tetap satu kasur tapi dengan posisi kepala saling berlawanan. Dara disebelah selatan, Azlan disebelah Utara. Azlan gak keberatan dengan aturan itu, justru ia tersenyum smirk.
"Tidak ada peluk-peluk atau mesum-mesum, dan ingat jangan curi-curi kesempatan, saat Dara terlelap sekalipun. Jika Abang langgar, maka Dara tak segan usir Abang." Tegas Dara mengancam.
"Siap sayang!", celoteh Azlan tanpa malu.
"Sayang, sayang, Mbahmu!" cibir Dara sambil menimpuk Azlan dengan bantal. "Awas ya jangan macam-macam!" peringat Dara lagi.
Akhirnya setelah drama sebelum tidur berlalu, Dara lamat-lamat terbuai dalam lena. Tubuh dan matanya mulai terbuai oleh kantuk yang tak tertahan.
"Selamat tidur sayang!" bisik Azlan sambil mencium dan membelai Dara penuh sayang. Azlan telah melanggar peringatan Dara, setelah itu Azlanpun ikut terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Eka Dhafa
ih serem amat ma org sebrang mending pindah kontrakan yg jauh 😆😆😆
2024-03-12
2
Rini Antika
gak tau malu..😜
2022-09-13
0
Rini Antika
jgn gitu Dara, walau bagaimanapun Azlan sudah jd Suami kamu
2022-09-13
0