Jam menunjukan pukul 07.00 pagi, pergantian shift malam ke pagi. Para pekerja shift malam berhamburan keluar gedung dengan senang gembira setelah menggesekkan kartu absen tentunya. Muka-muka letih dan kurang tidur begitu kentara.
"Wah, bisa nyenyak tidur nih pagi ini," guman Dara.
"Hey Dar, mampir ke warung Mpo Sari dulu yuk cari sarapan!" ajak Nela teman satu departemen Dara.
"Ok!" seru Dara pendek sambil mengacungkan jempolnya.
"Lu, beli apa Dar?" tanya Nela.
"Nasi pakai telur dadar campur urap, tambah bala-bala dua," jawab Dara.
"Buset, biasa banget," seru Nela.
"Alahhh ... tibang makan doang. Hidup masih di kontrakan harus ngirit Nel, apa lagi gua anak rantau. Apa dikata kalau boros, toh makan dengan lauk mahalpun yang keluar tetap sampah," jawab Dara agak panjang sambil mencebikkan bibir bawahnya.
"Iye deh Gua paham, jangan pake garang dong Say!"
"Oh ya Dar, Lu mau jalan ke mana libur besok, mungpung pergantian shift?" tanya Nela.
"Gua nggak ada rencana Nel, tanggung bulan. Paling beres-beres dan nyuci baju."
"Ya elah, tibang nyuci baju sebiji paling berapa menit? Libur itu cuci mata biar dapat gebetan," repet Nela.
"Ogah ah, gua males," sungut Dara.
"Oklah kalau gitu, gua enggak maksa."
Akhirnya sampe juga di warung Mpo Sari.
"Mpoooo, nasi pakai telur dadar campur urap sayur, tambah bala-bala dua ya," teriak Dara memesan pesanannya.
"Siap Neng Cantik!" seru Mpo Sari.
"Saya, nasi pakai ayam tambah sayur Brokoli Mpo," pesan Nela.
"Siap, Nona Manis." Mpo Sari, selalu begitu kalau memanggil pelanggannya, berdasarkan daerah asal.
Usai belanja sarapan di Mpo Sari, Dara dan Nela melanjutkan kembali perjalanan pulang ke kontrakan masing-masing. Jarak rumah kontrakan dengan pabrik tempat mereka bekerja tidak jauh. Hanya kurang lebih 500 meter di belakang pabrik. Saat di belokan, Dara dan Nela berpisah. Kontrakan Dara masih lurus tinggal beberapa meter lagi.
Akhirnya Dara si gadis periang tapi agak pemalu ini sampai di kontrakannya. Letak kontrakannya dipinggir jalan, dipagar tembok setinggi 2 meter, membentang dari selatan ke utara, tengah-tengahnya ada pintu pagar besi selebar 1 meter.
Dara membuka pintu pagar besi. "Wah, sudah ada yang gitaran nih," guman Dara seraya menoleh ke arah tiga cowok yang sedang gitaran di depan salah satu pintu kamar kontrakan. "Ada Kak Rian juga!" serunya dalam hati merasa bahagia. Salah satu cowok yang berada di sana merupakan cowok gacoannya, namanya Rian.
"Hay, Kak!" sapa Dara sambil tersenyum.
"Ehhhh, Neng Dara baru balik, ya?" tanya salah satu cowok berkulit sawo matang seraya sengeh-sengeh bahagia melihat Dara.
"Iya nih Bang," jawab Dara tanpa menoleh.
Dara memang kurang suka dengan cowok satu itu, dari cara dia yang nampak cengengesan dan sok perhatian bagi Dara sangat menyebalkan. Bukan apa-apa, dulu Dara dengan cowok yang bernama Azlan itu begitu hangat. Dara merasa punya saudara disaat dia jauh merantau ke kota Cikarang ini untuk mencari nafkah. Cowok itu perantau juga asal Sumatera Selatan alias wong kito, kesan pertama begitu baik, Azlan selalu perhatian.
Sebagai tetangga kontrakan dia selalu berbaik hati, bukan saja pada Dara tapi pada semua tetangga kontrakan. Contohnya jika ada yang minta tolong memasang tabung gas, Azlan selalu siap membantu. Ada yang minta membetulkan alat-alat perlistrikan Azlan juga bisa membantu, terlebih Azlan merupakan Teknisi di salah satu pabrik elektronik di kota itu.
Pabrik tempat dia bekerjapun bertetangga dengan pabrik tempat Dara kerja. Terutama pada Dara, dia selalu siap sedia membantu meskipun tanpa diminta. Selain ada hati pada gadis pujaannya itu, Azlan selalu memberi perhatian lebih pada gadis yang kelihatan masih lugu itu.
Namun sejak Azlan mengungkapkan rasa sukanya pada Dara tiga bulan yang lalu, sikap Dara berubah. Dia agak jaga jarak. Dara merasa tidak suka atas ungkapan isi hati Azlan saat itu, Dara yang menganggap Azlan seperti saudara, langsung tidak enak hati. Dia selalu jutek pada Azlan. Azlan bukan tidak sadar akan perubahan Dara, tapi dia cuek. Bahkan Azlan sengaja memperlihatkan perhatiannya. Azlan nampak pantang menyerah.
"Ihhh.... menyebalkan!" cebik Dara kesal.
"Kami juga baru balik Neng, sini sarapannya bareng kita sambil dengar gitaran!" ajak Rivai.
"Makasih Kak, Dara di dalam saja," tolak Dara.
"Ditolakkkkkk!" teriak ketiganya koor.
Di dalam kamar, Dara langsung mengintip di balik kaca, yang jadi perhatiannya adalah Rian cowok berkulit putih bersih berwajah tampan. Dara ketar-ketir dibuatnya dengan pesona cowok tampan asal Medan itu. Selain pandai bergitar, Rian juga pandai bernyanyi. Suaranya merdu menurut Dara. Namun Dara sadar, cowok itu tidak memberi perhatian lebih pada Dara.
Ini kali pertama Dara jatuh cinta diusianya yg sebentar lagi 20 tahun. Sejak dia merantau ke kota Cikarang enam bulan yang lalu, disinilah cinta pertamanya mulai bersemi.
Dara melihat Rian berdiri sambil menyerahkan gitarnya pada Azlan si cowok nyebelin.
"Gua ada janji, titip gitar kesayangan gua," ucap Rian dan berlalu menuju kontrakannya, tidak berapa lama dia keluar sudah rapi dengan jaket jinsnya.
"Janjian dengan siapa sih Bro?" tanya Rivai penasaran.
"Jomblo jangan kepo," serunya seraya menstarter Motor bebeknya.
"Brum, brum ....!" motorpun berlalu.
Dara hatinya mencelos melihat Rian berlalu.
"Gonjreng, gonjreng, gonjreng," suara gitar masih terdengar, gitar dipetik dengan serius oleh Azlan, dia nampak serius. Lagu Dygta yang melowpun mengalir, kini Rivai yang mendendangkan. Sekilas Dara melihat, Azlan tampak serius dan tenang.
"Bang Azlan," gumannya. "Kalau serius begini, Bang Azlan nampak manis banget," guman Dara dalam hati, tiba-tiba hati Dara berdesir entah perasaan apa.
"Kotrek," suara pintu terdengar, Dara keluar sambil menenteng tabung gas melon. Tiba-tiba Azlan sigap berdiri.
"Bro, titip gitar Rian!" seru Azlan pada Rivai sambil meletakkan gitar Rian di pangkuan Rivai.
Azlan bergegas menuju Dara, seperti biasanya penuh perhatian pada gadis tersebut.
"Dek, mau beli gas ,ya?" serobot Azlan sambil meraih tabung yang dipegang Dara.
"Iya nih Bang," jawab Dara sambil menepis tangan Azlan.
"Nanti pasang sama Abang saja ya," tawar Azlan tanpa menunggu jawaban Dara. Beberapa menit kemudian, Dara datang menenteng tabung gas yang sudah dibelinya.
"Sini tabungnya, berat," serobot Azlan sambil meraih tabung yang dipegang Dara yang baru pulang dari warung depan membeli gas. Dara nampak kesal.
"Abang ini main serobot saja, Dara kan mau minta tolong Kak Rivai," cebik Dara.
"Rivai, tidak ada Neng," celoteh Azlan nampak bahagia.
"Nang, Neng, Nang, Neng," cebis Dara tidak suka. "Emang mau masak apa sih, Dek?"
Isss, kadang Neng kadang Dek. Gerutu Dara dongkol.
"Buat masak siang Bang," jawab Dara.
"Ya sudah, Abang pasangin ya?"
Dara bingung, mau nolak tidak ada orang lagi, tidak nolak hatinya dongkol.
"Gimana?" tanya Azlan sambil menatap Dara. "Terserah," singkat Dara. Dara pasrah tabung gasnya dipasangin Azlan, padahal hatinya gengsi. Dara menunggu diluar sementara Azlan bergegas ke dalam.
"Sudah Dek," lapor Azlan sembari keluar.
"Ok, makasih ya Bang," ucap Dara sambil tersenyum yang dipaksa. Azlan melenggang keluar sambil wajahnya senyam senyum seperti mendapatkan durian runtuh.
Selepas Azlan keluar memasang gas, Dara segera ke dalam. Rasa kantuk dan letihnya begitu menyerang, tanpa menoleh sarapan yang tadi dibeli di warung Mpo Sari, Dara merebahkan badannya di kasur busa yang cuma digeletak di lantai. Tak berapa lama, Dara lelap dalam kantuknya.
Beberapa saat kemudian, Dara terbangun dari lelapnya, karena merasa terganggu dengan suara yang cukup riuh. Dara menggeliatkan tubuhnya seraya perlahan membuka matanya. Suara riuh itu terasa sangat dekat, seperti di depan kontrakannya.
Perlahan Dara bangun, seketika wajahnya terkejut, belum lagi orang-orang yang berada di mulut pintu sambil berteriak tidak jelas. Ada pula Pak RT alias Pak Haji Maman yang punya kontrakan sudah berada di dalam kamar kontrakan. Dara makin bingung, kesadarannya belum terkumpul. Tiba-tiba Dara tersentak, karena di sampingnya sudah ada Azlan yang sama berbaring di kasur yang sama. Azlan mengangkat tubuhnya seraya pingak pinguk bingung, dia nampak kaget dan ketakutan.
"Hey, kalian ini sudah terciduk melakukan perbuatan mesum, ayo berdiri!" teriak salah satu warga setempat.
"Seret mereka, arak keluar!" Yang lain menimpali.
"Ada apa ini Pak, saya tidak paham?" tepis Dara bingung, wajahnya mulai diliputi was-was. "Ada apa ini Bang, kenapa Abang ada di dalam kamar Dara?" tanya Dara penuh curiga.
"Jangan pura-pura kalian, kalian sudah melakukan perbuatan mesum, kalian harus diusir dari kontrakan ini," seru yang lain.
"Deggg...!" Jantung Dara berdebar kencang. Kalau sampai dia diusir dan diarak alangkah malunya.
"Pak Haji, tolong saya Pak, saya tidak melakukan perbuatan mesum seperti yang dituduhkan, demi Allah," Dara memohon.
"Saya bersumpah tidak melakukan perbuatan mesum, sayapun tidak tahu kenapa Bang Azlan berada di kamar saya," sambung Dara sambil terisak.
"Alahhhh ... jangan menyangkal kalian! Sudah, jangan diberi ampun, usir dan arak mereka dari kontrakan ini!" seru yang lain bersahutan.
"Tenang, tenang, kita dengarkan dulu penjelasan dari Nak Azlan," seru Pak RT.
"Saya minta maaf Pak Haji, atas keteledoran saya," ucap Azlan yang sejak tadi baru bersuara. Dara mengernyit heran.
"Apa maksud Abang?"
"Saya mohon jangan usir dan arak kami dari sini," mohon Azlan memelas.
"Apa maksudmu Bang?" Dara makin heran, tangisnya kini terdengar.
"Pak Haji, tolong dengarkan saya, saya tidak pernah melakukan perbuatan mesum, tolong percaya saya Pak!" Dara memohon-mohon minta dikasihani.
"Jangan percaya omongannya Pak Haji, mereka harus diarak dan diusir dari tempat ini," kata warga lagi.
"Tenang, semua harap tenang dulu," timpal Pak Haji.
"Jangan usir kami Pak Haji, kami mohon," ucap Azlan penuh pengharapan.
"Kalau mereka tidak mau diarak dan diusir dari kontrakan ini, maka hari ini juga mereka harus dinikahkan," tegas salah satu warga. "Benar, daripada mereka membuat malu dan cemar tempat ini, cepat nikahkan saja!" susul yang lain.
"Apa?" Dara terhenyak tak percaya. " Tidak ..., saya tidak mau, saya tidak melakukan perbuatan mesum apalagi dengan cowok jelek di samping saya ini," tolak Dara penuh amarah. Azlan tersentak mendengar ucapan Dara.
"*Dek, Dek, lihat saja suatu saat Kau akan cinta* *mati sama cowok yang kau bilang jelek ini*," guman Azlan dalam hati berapi-api.
"Ayo kawinkan saja, mereka harus mempertanggung jawabkan perbuatan bejat mereka," desak warga lagi.
" Ayo kita panggil Ustadz Wawan, beliau yang akan menikahkan mereka," timpal warga lagi.
"Jangan ... berhenti Pak! Jangan panggilkan Ustadz Wawan, kami tidak akan menikah!" teriak Dara histeris. Dara menangis pilu, dia bingung harus berbuat apa. Dengan cepat ia menoleh ke arah Azlan. Dara seketika memperlihatkan kemarahannya pada Azlan. Dara yakin ini ada campur tangan Azlan. Dara bangkit dan mengangkat kemeja yang dikenakan Azlan. Cowok itu terperanjat, dia meringis seketika.
"Sudah, jangan bersandiwara, kami tahu kalian cuma akal-akalan saja untuk mengelabui kami. Udah enak-enakan tapi pura-pura tidak melakukan apa-apa," tuding salah satu warga.
"Jelaskan Bang, apa maksud semua ini? Ini pasti ulah kamu Bang. Iya, kan?" tuding Dara marah.
"Sudah, jangan berdebat lagi ataupun berpura-pura, ini Pak Ustadz Wawan sudah datang, kalian akan segera dinikahkan," ujar seorang warga.
"Assalamualaikum!" salam Pak Ustadz Wawan lantang, lantas beliau masuk ke dalam rumah kontrakan disusul Pak Haji dan yang lainnya.
"Untuk meredam emosi warga dan tidak mengundang keriuhan yang lebih banyak, maka dari itu kalian harus kami nikahkan. Walaupun sangat disayangkan, pernikahan ini terjadi karena tindakan mesum kalian yang sangat meresahkan dan mencoreng tempat kami. Untuk itu segera persiapkan diri kalian, tidak perlu saling tuduh atau saling sangkal dan pura-pura lagi. Kalian masih muda dan sama-sama merantau ke kota ini dan jauh dari orang tua, harusnya kalian bisa menjaga diri dan bisa mengendalikan hawa nafsu," jelas Pak Ustadz Wawan menyayangkan perbuatan tersebut.
Tidak berapa lama setelah melewati perdebatan yg cukup alot dan menguras emosi, prosesi ijab qobulpun berlangsung dengan drama air mata.
"Sah ...!" Akhirnya beberapa menit kemudian terdengar teriakan "sah" dari para saksi dan yang berada di kamar kontrakan Dara, menandakan prosesi sakral ijab qabul telah dilaksanakan. Air mata Dara mengucur deras membasahi pipi, dia sangat terpukul dan terpaksa pasrah dengan apa yang dilaluinya barusan. Disampingnya Azlan, yang tiba-tiba dikatakan "sah" menjadi suaminya nampak kikuk sambil menyalami pak RT dan Pak Ustadz serta yang lainnya sebagai saksi.
"Sekarang kalian sudah sah menjadi suami istri, sah secara agama, maka kalian bebas melakukan perbuatan tadi tanpa merasa takut dosa, kalian masih muda, sangat disayangkan apabila masa muda kalian hanya diisi dengan kemaksiatan. Segera setelah ini, legalkan pernikahan kalian secara agama dan negara ke KUA. Hubungi segera orang tua kalian. Jaga dan hormati pasangan masing-masing, walau kalian masih muda jangan mengedepankan ego, supaya tidak terjadi kesalahan-kesalahan lain dikemudian hari." Pak Ustadz memberikan wejangan panjang lebar sebelum angkat kaki dari rumah kontrakan Dara. Perlahan satu persatu orang pergi meninggalkan kontrakan Dara.
POV Azlan
Setelah selesai memasangkan tabung gas di kontrakan Dara, aku kembali bermain gitar. Namun Rivai sudah tidak ada di sana, mungkin dia sudah nyungseb menenggelamkan diri di peraduannya melepas lelah setelah pulang kerja malam. Suasana kontrakanpun terlihat sepi, karena kebanyakan penghuni kontrakan kerja masuk shift pagi.
Kupetik gitar, lalu kugonjreng lagu "Noah Band" yang lagi hits yaitu "Yang Terdalam". Aku terhanyut dengan alunan instrumen gitar yang kupetik, mungkin aku merasakan tersentuh dengan lirik lagu tersebut, seperti dalamnya cintaku pada Dara gadis pujaanku.
Setengah jam, aku merasa bosan main gitar tanpa teman. Iseng aku berjalan menghampiri pintu kamar kontrakan gadis pujaanku Dara, yang selama ini selalu jutek dan judes padaku, sikap dia menjadi jutek sejak aku mengungkapkan isi hatiku tiga bulan yang lalu. Namun sejak penolakannya, aku tidak berhenti berjuang atau menjauh darinya. Aku justru selalu menunjukan perhatianku.
Pintu kamar Dara tidak tertutup rapat, aku sedikit heran. Ku tempelkan telingaku di sisi pintu, namun tidak ada suara apapun kecuali suara dengkuran halus dan nafas yang teratur, menunjukan sang empunya kamar tertidur pulas.
Saking pulasnya Dara sampai tidak sempat menutup pintunya. Ku dongakkan kepalaku ke dalam sambil melihat ke sana. Dara sedang terlelap tanpa terganggu suara apapun, mungkin karena pulang kerja malam rasa kantuk pasti tidak tertahankan, buktinya nasi sarapan yang dia beli di warung Mpo Sari belum sempat dia makan.
Tiba-tiba aku ada ide licik terlintas, tanpa babibu aku melancarkan sebuah rencana. Aku mengatur siasat supaya terlaksana saat itu juga, kebetulan sekali teman nongkrongku di pos Siskamling tengah berkumpul, mereka yang notebene warga setempat kampung ini telah lama akrab denganku dari sejak pertama aku merantau ke sini lima tahun yang lalu.
Saat itu aku masih remaja, masih 19 tahun. Aku pertama kali menginjakkan kaki di kampung ini di kawasan Industri Cikarang. Aku melamar kerja disalah satu anak perusahaan Korea. Dan alhasil lamaranku diterima, awalnya aku diterima sebagai Operator mesin, namun lama kelamaan posisiku meningkat menjadi Teknisi mesin sejak aku pernah ditarik langsung ke perusahaan pusat di Korea selama satu tahun, dua tahun yang lalu.
Warga setempat perlahan-lahan aku dekati dan aku akrabi, aku sering nongkrong di Poskamling bareng mereka. Kadang-kadang saat gajian aku belikan kopi serenceng dan kita ngopi bersama sehingga suasana makin akrab. Bukan maksud aku nyogok, namun tujuan utamaku seumpama aku akrab dengan warga setempat, apabila aku ada apa-apa mereka bisa membantu, contohnya rencanaku yang satu ini.
Awalnya mereka menolak, karena menilai aku jahat. Namun setelah aku jelaskan maksud dan tujuanku dengan sejelas-jelasnya, akhirnya mereka menyanggupi. Ada lima orang warga yang ku ajak kerjasama dalam siasatku, mereka ku bayar sebagai uang rokok.
Rencana sudah tersusun dengan rapi, skenario sudah ada di kepala masing-masing, dengan tugas masing-masing, siapa yang akan memanggil Pak RT alias yang punya kontrakan, dan siapa yang memanggil Pak Ustadz untuk menikahkan, tinggal nunggu aba-aba dan eksekusi. Sehingga skenario penggerebegan itupun berjalan sesuai rencana.
"Mulus...." gumanku.
POV End
Perlahan Dara berdiri, dia menatap Azlan nyalang penuh kemarahan. Air mata masih deras di pipi disertai ingus. "Keluar Abang dari sini, Dara muak lihat Abang!" usir Dara sambil mendorong tubuh Azlan. Tubuh cowok berpostur kurang lebih 168 cm itu tidak goyah, Azlan berusaha menahan tubuhnya dari dorongan gadis yang dicintainya itu.
"Dek... Abang cinta sama Adek, sekarang kita sudah suami istri. Jadi, Abang harap Adek menerima pernikahan ini," ucap Azlan tanpa ragu.
"Dara gak sudi punya suami kaya Abang, Dara jijik lihat Abang," usir Dara lagi. "Cara Abang yang kotor ini sangat memuakkan, pergi..., pergi dari sini," usir Dara lagi sembari mendorong kuat tubuh Azlan. Azlan tertahan di pintu, sebelum dia benar-benar keluar dari kamar Dara, dia berkata. "Adek belum sarapan, kan? Jangan lupa sarapannya ya Dek," ujar Azlan sok perhatian.
Dara menghempas tubuh Azlan kuat, setelah benar-benar Azlan keluar, dengan cepat Dara mengunci pintu kamar kontrakan.
Kini Dara menangis pilu, tubuhnya merosot di balik pintu. Rasa kantuk dan lapar yang tadi sempat dirasakan saat pulang kerja, kini tidak ada lagi tergantikan dengan kesedihan. Dia bingung, kecewa, dan malu dengan kejadian tadi. Kini dirinya merasa hina karena cara Azlan yang seolah melecehkan harga dirinya di depan orang-orang. Ini semua gara-gara Bang Azlan. Entah bagaimana kedepannya Dara harus menjalani hidup. Dara meratap sambil. mengepalkan tangannya.
"Tok, tok, tok!"
Dara terperanjat mendengar pintu kamarnya diketuk, untung saja nasi goreng sosis yang ia tuang ke dalam piring tidak tumpah saking kagetnya.
"Siapa sih pagi-pagi gedor pintu kamar orang?" gerutu Dara kesal. Saat dibuka, Dara terkejut ternyata Azlan yang datang. Tadinya Dara ingin menutup kembali pintu itu, namun tubuh Azlan sudah ditengah pintu.
"Ada apa sih Bang?" tanya Dara jutek.
"Abang mau bicara sama Adek," sahut Azlan cepat. Dara terpaksa membiarkan Azlan masuk. Azlan melihat-lihat sekeliling kamar Dara, polos tidak ada foto atau hiasan dinding yang tergantung di tembok, hanya ada beberapa baju bergelantungan.
Di kamar yang berukuran 3x3 meter itu hanya ada kasur busa lipat terbentang dan lemari plastik baju disisi kanannya. Sederhana banget. Namanya juga anak rantau yang hidup di kontrakan.
Hidung Azlan perlahan mendengus, dia seolah mencium bau nasi goreng yang menguar di udara.
"Kenapa Bang, kok lihatnya begitu banget?" tanya Dara datar dengan mimik muka jutek. Pastinya, sebab Dara masih kesal dengan kejadian kemarin di pagi hari dimana ada penggerebegan yang berujung nikah paksa. Sambil menenteng piring yang berisi nasi goreng, Dara duduk lalu tanpa basa basi menikmati sarapan nasi goreng sosisnya.
"Wah..., harum sekali...! Adek masak nasi goreng?" seru Azlan sambil mendengus. "Abang gak ditawarin?" tanya Azlan tanpa rasa malu.
" Ck...! gila nih cowok ngeselin banget, di kamar orang ga ada malunya," gerutu Dara dalam hati seraya mendelikan matanya kesana kemari tanda kesal.
"Kalau Abang mau, noh tuang sendiri di wajan!" ucap Dara cuek. Azlan kegirangan, jutek-jutek juga masih ada perhatiannya, ia makin yakin dengan cepat Dara akan bisa ditaklukannya dan mencintainya. Sambil senyum-senyum Azlan beranjak ke dapur yang cuma satu langkah dari ruangan itu, lalu menuangkan nasi goreng ke piring. Setelah itu dia ikut gabung bersama Dara menikmati nasi goreng sosis buatan Dara di pagi itu.
Rasanya seperti penganten baru yg bahagia, duduk bersama, sarapan pagi bersama. Pikiran Azlan melayang-layang bahagia di udara.
"Enak banget nasi goreng buatan Adek!" puji Azlan jujur saat menyudahi sarapannya. Darapun nampak selesai dengan sarapannya. Kemudian dia membawa piring bekasnya ke dapur tanpa menghiraukan piring bekas Azlan.
"Apa yang mau Abang bicarakan?" tanya Dara tanpa basa basi.
"Dek, kita kan sudah nikah... jadi...."
"Lupakan saja kejadian memalukan kemarin, anggap saja status kita masih sama seperti sebelum kejadian itu," potong Dara cepat.
"Lagipula belum banyak yang tahu kan?, jadi kita anggap tidak terjadi apa-apa," sambung Dara datar.
"Kita hidup masing-masing seperti sebelum kejadian kemarin, gak ada yang berubah!" tekan Dara.
"Gak bisa gitu Dek, lagipula sudah banyak yang tahu kok!"
"Pasti Abang yang kasih tau mereka kan?" tuding Dara. Azlan menggeleng.
"Berita ini menyebar dengan cepat Dek, mungkin saja Pak Haji dan warga disini yang nyebarin," jelas Azlan serius. Dara menatap lekat kedua mata Azlan sehingga bersitatap dengan manik mata Azlan. Entah kenapa saat menatap mata itu ada debaran aneh dalam dada Dara.
"Apa alasan Abang dibalik kejadian kemarin, jawab dengan jujur?" Azlan merasa Dara sedang mengintrogasi dan menyelidikinya atas kejadian kemarin.
"Tenang dulu Dek, jangan tegang kaya gini. Ok, Abang akan jawab jujur kenapa Abang melakukan semua itu!" seru Azlan mencoba tenang.
"Alasan utamanya karena Abang cinta sama Adek!" jawab Azlan lugas.
"Cinta...? Cuih..., alasan yang memuakkan!" balas Dara sebal.
"Kan Abang sudah tahu alasan Dara selalu jutek sama Abang, itu karena Abang pernah nyatain perasaan ke Dara, dan Dara tidak suka Bang, Dara merasa nyaman kalau Abang itu cuma jadi teman," ungkap Dara panjang.
"Tapi... Abang pengen lebih dari sekedar teman Dek!" ungkap Azlan dalam.
"Dara tidak punya perasaan lebih dari teman Bang, Dara hanya nyaman menganggap Abang sebagai saudara!" jelas Dara. Azlan terdiam beberapa saat, ia menghela nafas dalam.
"Alasan lain yang lebih penting adalah Abang pengen melindungi kamu, Dek" ucap Azlan. Dara mengernyit tidak paham.
"Melindungi, maksudnya?" Dara terdiam sejenak mencerna ucapan Azlan tadi. "Melindungi dengan cara melecehkan seperti kemarin, menjatuhkan harga diri Dara dimata orang lain, gitu?" cecar Dara menggebu.
" Nggak Dek, dengar dulu penjelasan Abang?"
"Apalagi yang mau Abang jelasin?" tanya Dara mulai tersedu.
"Abang hanya ingin melindungi Adek dari pergaulan bebas."
"Hah... apa? gak salah Bang?" Dara makin heran dengan alasan Azlan. "Pergaulan bebas, maksud Abang pergaulan bebas Dara yang mana, Bang?" sungut Dara.
"Gini Dek, dari awal Abang melihat dan kenal Adek, Abang sudah suka sama Adek. Dari sikap, perangai dan tingkah laku, Adek beda dengan cewek lain yang hidup merantau dan tinggal di kos-kosan kaya gini. Adek kalem dan tidak pernah bawa temen cowok masuk ke dalam kosan, Adek kalau pulang kerja selalu mengurung diri di dalam, kecuali menjemur dan jika ada kepentingan lain Adek baru keluar. Negur kita-kita yang lagi ngumpulpun, ketika Adek pulang kerja atau pulang dari tempat lain saja. Abang salut sama Adek, dijaman yang makin mileneal ini masih ada cewek yang hidup jauh dengan orang tua tapi masih bisa menjaga pergaulannya. Dan yang lebih Abang suka dari Adek adalah Adek rajin sholat." beber Azlan panjang.
"Terus intinya apa Bang?" Dara masih bingung.
" Intinya Abang ingin melindungi Adek dari pergaulan bebas, Abang takut Adek terjerumus pergaulan bebas," jelas Azlan.
"Alasan yang konyol, tidak masuk akal. Tidak ingin Dara terjerumus pergaulan bebas tapi Abang melecehkan Dara seperti kemarin?" sinis Dara geram.
"Abang hanya melihat kenyataan Dek, banyak yang hidup merantau jauh dari orang tua, merasa tidak ada yang mengawasi, akhirnya mereka terjerumus pergaulan bebas," ucap Azlan.
"Jadi selama ini Abang mengamati orang-orang?" heran Dara. "Banyak Bang yang kayak gitu, tapi tidak semua, jangan menilai semua anak rantau bisa terjerumus pergaulan bebas hanya karena tidak ada pengawasan orang tua, tidak semua Bang. Contohnya Dara, bisa kok jaga diri tanpa pengawasan orang tua, asal kita kasih kepercayaan pada mereka. Jangan menilai dari luarnya saja. Tidak semua orang bisa disama ratakan dan dinilai negatif," terang Dara panjang lebar.
"Dan perlu Abang ingat, Dara tidak perlu pengawasan dari Abang. Atas kejadian kemarin Dara makin muak sama Abang. Lupakan kejadian kemarin!" tegas Dara. Azlan menghela nafas dalam-dalam. Sepertinya gadis pujaan didepannya tidak ingin memberi kesempatan Azlan untuk ngomong.
"Iya benar sekali Dek, tidak semua anak rantau tidak bisa jaga diri. Abang hanya takut saja," helanya.
"Nah, itu kan Abang tahu. Jadi kenapa Abang harus takut? Terus pakai acara penggerebegan segala, memalukan banget tahu tidak, Dara merasa sudah tidak ada harga dirinya. Dara malu tahu Bang. Gara-gara Abang melecehkan Dara!" Tunjuknya ke muka Azlan.
"Abang tidak bermaksud melecehkan Adek, Abang hanya cinta sama Adek, pengen memiliki Adek dan lindungi Adek. Tapi mungkin cara Abang yang salah. Abang gak berpikir panjang akan begini jadinya," bela Azlan.
"Dara paham, Abang itu P. A!" seru Dara sengit.
"Apa itu PA, Dek?" tanya Azlan.
"PA alias pendek akal. Pantas saja tindakannya asal," tukas Dara. Azlan tersentak lalu malah terlihat senyum-senyum. "Ih menyebalkan malah cengengesan, memuakkan," gerutu Dara dalam hati kesal.
"Sudahlah Abang keluar saja, dan ingat tidak ada yang berubah dari status kita, masih sama seperti sebelumnya, bukan siapa-siapa," tegas Dara seraya bermaksud mengusir Azlan.
"E, eh..., penganten dadakan kok bertengkar?" tiba-tiba Rivai nongol dari arah pintu sambil mendongakkan badannya ke arah dalam. Dara makin kesal dan ciut, sebab Rivai ternyata sudah tahu kejadian nikah dadakan kemarin. Pasti Rianpun akan tahu juga dan mungkin saja sudah tahu, hilang sudah kesempatan untuk mendapat perhatian Rian. Dan semua ini gara-gara Azlan.
"Penganten baru itu harusnya mesra-mesraan, jangan tegang-tegangan!" goda Rivai sambil menyeringai.
"Apa sih Kak, jangan asal ngomong, udah deh bawa sekalian Bang Azlan keluar, Dara mau ngurung diri di kamar," usir Dara kesal. Azlan dan Rivai akhirnya terpaksa keluar dari kontrakan Dara sambil membawa pikirannya masing-masing.
Sepeninggal mereka, Dara duduk termenung diatas kasur busa lipatnya, pikirannya kalut dan sangat sedih.
Gimana nih Kaka-kaka readers, ada yang mau menghibur Dara gak yang sedang kalut dan sedih. Kalut dan sedih gimana menjalani kehidupan kedepannya setelah kejadian nikah dadakannya?. Ayo dong dukung Novel saya yang pertama ini Readers, like, komen, n vote serta hadiahnya, supaya Novel saya makin berkembang dan saya makin semangat untuk Up.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!