PENJELASAN

Jam masih menunjukkan pukul sepuluh pagi. Zarra duduk di kantin kampus. Kantin masih terlihat sepi. Hanya beberapa mahasiswa dari jurusan sebelah yang mungkin sedang tidak ada kuliah. Mereka menikmati makanan pesanan mereka. Mata Zarra berkeliling siapa tahu ia bisa menemukan Malik. Sebenarnya ia tidak sedang menunggu Malik, tetapi sahabatnya, Kinar. Ia sudah berjanji untuk bertemu di kantin.

Beberapa kali Zarra melihat jam tangan dan ponsel nya. Belum ada whatsapp dari Kinar. Bahkan pagi ini pun tidak ada pesan dari Malik. Semudah itukah Malik melupakannya? Semakin memikirkan Malik, semakin hatinya tidak karuan dan semakin penasaran. Ia juga semakin tidak sabar menunggu Kinar. Sudah hampir sejam ia di kantin. Tapi sosok centil Kinar tak muncul juga.

TRIINGG

Bunyi ponsel Zarra tanda pesan masuk. Dengan malas Zarra melihat pemberitahuan. Ternyata pesan dari Malik. Huuh, baru sekarang dia chat aku, batinnya kesal. Dibukanya pesan dari Malik.

- Malik -

Ra, lagi dimana?

Zarra tersenyum membaca pesan itu. Kangen kan lo!, batin Zarra lagi. Ia sedikit berdehem guna mengurangi kebahagiaannya yang overload. Bisa saja, Malik hanya basa basi karena sudah menyakiti hatinya kemarin. Sengaja ia tak langsung membalasnya supaya Malik tahu kalau bercandanya kemarin benar-benar tidak lucu.

- Zarra -

Kenapa? Penting?

Sengaja Zarra membalasnya dengan agak ketus. Ia masih sangat kesal dan marah perihal kemarin. Meskipun pesan dari Malik hari ini mampu mengurangi sedikit kekesalannya, tetapi tak dapat dipungkiri ia masih penasaran dengan keputusan tiba-tiba Malik kemarin.

- Malik -

Masih marah? 😊

Zarra memutar bola matanya malas setelah membaca pesan terakhir Malik. Jelaslah dia marah. Ga peka banget sih, gerutu Zarra dalam hati. Itu keputusan sepihak baginya. Zarra mendengus kesal. Belum sempat ia menulis chatnya, chat Malik sudah masuk lagi.

- Malik -

Tolong ngertiin aku Ra! Ini soal aqidah, soal keyakinan! Aku nggak mau menambah dosa, Ra.

Zarra mendengus kasar membaca pesan Malik kali ini. Kenapa mesti bawa-bawa agama, batinnya. Baginya tak akan selesai kalau dibahas di chat. Ia ingin penjelasan langsung dari Malik. Ia pun mengetik pesan ke Malik.

- Zarra -

ketemu di cafe biasa

jangan bahas di chat! kebiasaan buruk kamu!

Sent.

Zarra menghela napas panjang. Ia mengaduk jus jeruknya dan menyedotnya dengan malas, sambil melihat-lihat beranda instagramnya. Ia terpaku pada akun @key_nar. Itu akun Kinar, sahabatnya. Postingan itu berupa foto Kinar dengan hijabnya. Kinar tersenyum cantik dengan hijab warna baby bluenya.

"Zarraaaaa...," panggil Kinar dengan suara yang lumayan keras. Zarra sampai terlonjak karena Kinar memanggil tepat di belakangnya. Ia pun mendengus kasar karena kesal dikagetkan oleh sahabatnya itu. Kinar tertawa melihatnya. Masih tertawa ia mengambil kursi di samping Zarra.

Mata Zarra membulat melihat penampilan Kinar hari ini. Kinar nampak manis dengan outer warna hijau tua dengan dalaman kaos panjang hitamnya. Tak lupa hijab warna hijau botol yang rapi menutup rambutnya. Yupz! Ini penampilan perdana Kinar berhijab. Tapi Zarra saat ini tak punya banyak waktu untuk interview sahabatnya itu. Ia ingin segera ketemu Malik.

"Duh, gue kepo soal elo sebenernya sekarang. Tapi gue ga ada waktu, nanti abis ketemu Malik ya?," ucap Zarra sembari menarik tangan Kinar beranjak dari sana.

"Zarra, kenapa sih lo? Kita mau kemana sih ini?," tanya Kinar. Ia agak kewalahan mengikuti langkah Zarra yang setengah berlari kecil sambil menarik tangan Kinar.

"Sudah ikut aja! Ketemu Malik," jawab Zarra pendek. Ia bahkan tak menoleh melihat Kinar yang kewalahan mengikuti langkah Zarra.

 

❤️❤️❤️

 

- Cafe Romano -

Zarra melihat sekeliling. Cafe ini adalah cafe favoritnya dan Malik. Dulu sepulang kuliah, ia dan Malik akan mampir ke cafe ini. Itu karena ia adalah pecinta kopi dan menurutnya kopi di cafe ini enak. Sekarang pun di depannya sudah terhidang cappucino hangat favoritnya. Di depannya, Kinar sedang menyeruput coffee latte pesanannya.

"Jadi Malik mutusin lo tiba-tiba dengan alasan mau hijrah gitu?," tanya Kinar. Sudah lima belas menit mereka disana dan Zarra sudah menceritakan soal insiden kemarin.

"Gue enggak ngerti aja, Ki! Orang lain santai aja tuh pacaran! Kalo alasannya memang hijrah, hijrah gimana? Emang bisa jamin ya kalo kita hijrah bisa masuk surga?!," dengus Zarra dengan nada kesal. Kinar sempat tersentak mendengar penuturan Zarra barusan. Kalau saja ia tidak ingat bahwa memang Zarra sangat minim ilmu agama, mungkin Kinar sudah marah-marah. Ia kadang tak percaya Zarra bisa minim ilmu agama, padahal ayah Zarra adalah orang yang sangat taat beragama. Sayangnya, orang tua Zarra memang tak bisa menemani dan mengawasi Zarra sepenuhnya. Ayah Zarra adalah pegawai salah satu bank BUMN. Sebagai penjabat officer nomor dua se regional, ia harus siap mutasi per dua tahun. Kini, Ayah Zarra sedang bertugas di Banjarmasin.

"Ra, mending kalo saran gue, lo cari guru buat belajar agama deh! Ustadzah gitu," kata Kinar. Mata Zarra membulat. Ustadzah? Dimana ia mencari ustadzah belajar agama? Datang ke pengajian di komplek saja dia jarang. Itupun kalau topik atau da'i nya ia tahu.

"Assalamu'alaikum. Zarra? Kamu sudah lama? Maaf tadi ak...," suara Malik membuyarkan lamunan Zarra dan Kinar. Mereka kompak mendongak melihat Malik. Malik justru terkejut melihat Kinar dengan penampilannya yang sekarang.

"Kinar?," mata Malik berbinar melihat penampilan Kinar. "Ini kamu?," tanyanya antusias. Kinar hanya tersenyum seraya mengangkat bahunya.

"Yes, it's me," jawab Kinar dengan senyum bangganya. "Eh, wa'alaikumsalam. Sampai lupa kan gue balas salam lo," ujar Kinar kemudian. Malik tertawa. Zarra berdehem membuat mereka berdua terhenyak. Zarra memang sengaja berdehem, untuk mengingatkan mereka akan kehadirannya. Kinar pun tertawa kecil dan ijin berpindah ke meja sebelah.

Sepeninggal Kinar, Malik duduk di depan Zarra. Zarra menatapnya tajam. Ia menunggu penjelasan dari Malik.

"Ra, aku mohon kamu ngerti ya? Keputusan ini nggak gampang juga buat aku," kata Malik memulai penjelasannya. Ia mencoba mengatakannya dengan lembut.

"Tapi kayaknya kemarin kamu gampang banget bilang putusnya," sahut Zarra kesal.

"Siapa bilang, Ra?".

"Aku barusan!".

"Ra, aku...," belum tuntas Malik berbicara, Zarra sudah kembali menyahut. "Apa? Kamu bilang nggak mudah, tapi setelah bilang putus, kamu diemin aku. Say sorry kek! Tanya kek, 'masih hidup nggak kamu?' Sadar nggak sih kamu? Kamu sudah nyakitin hati aku?," cecar Zarra. Ia meluapkan emosi yang sedari semalam terpendam. Terdengar suara lirih Malik beristighfar. Ia menunduk. Untung saja cafe sedang sepi, sehingga tak ada yang mendengar suara Zarra selain Kinar.

Malik menghela napas panjang. Ia memilih diam agar Zarra melepaskan semua emosinya. Ia terdiam melihat Zarra menangis di depannya. Menurutnya jauh lebih baik ia membiarkan Zarra menangis sekarang, daripada harus melewati banyak dosa dengan terus bersamanya.

"Ra, maafin aku ya? Aku mohon banget pengertian dari kamu. We are still be a friend. Best friend, " kata Malik. Zarra menatapnya. Gadis itu mengusap air matanya dengan tisu.

"Kamu sudah enggak sayang aku ya?," tanya Zarra. Ia tersenyum kecut dengan mata sembabnya. Malik terdiam. Ini bukan persoalan sayang dan tidak. Belum sempat Malik menjawab, Zarra sudah berkata lagi, "semua sudah jelas ya? Jadi benar kamu sudah nggak sayang aku lagi. Makasih, Malik untuk tiga tahun yang sia-sia". Ia kembali terisak setelah mengucapkan itu.

"Bukan begitu, Ra. Kamu ngertiin aku, dong!," ucap Malik setengah memohon.

"Aku ngerti kok, Malik! Harusnya kalau kamu sayang, kamu ajak aku nikah dan hijrah bareng! Bukan hijrah sendiri!," sergah Zarra. Emosinya benar-benar memuncak. Kali ini Malik terdiam. Ia tak bisa menjawab Zarra. Dalam hatinya ia membenarkan apa yang disampaikan Zarra barusan. Oleh karena itu, ia tidak bisa menjawab ataupun mengelak. Sedangkan Zarra melihat Malik terdiam menunduk, seolah sibuk dengan pikirannya sendiri, semakin marah.

"Okay, Malik. I've done! Kamu mau putus? Fine! Kita putus! Jangan pernah hubungi aku lagi!," seru Zarra. Segera setelah mengatakan itu, Zarra menarik tasnya dan pergi meninggalkan Malik yang terdiam. Kinar pun berlari menyusul Zarra. Malik menghela napas panjang dan termenung memandang keluar jendela.

❤️❤️❤️

 

POV ZARRA

Bagiku semuanya sudah jelas. Ya, jelas sekali malah! Jelas bahwa Malik tak lagi mencintaiku. Jika ia mencintaiku kenapa harus meninggalkan aku? Kalau memang pacaran dilarang, kenapa nggak nikah aja? Nikah dan hijrah bersama. Apa susahnya?

Aku kesal, sangat kesal. Aku kecewa akan sikap Malik. Kutinggalkan ia tadi di cafe. Aku sudah menyerah. I have done of this. Meskipun aku sayang, aku bukan tipe orang yang suka memaksakan kehendakku dengan seenaknya. Aku nggak suka dan nggak mau dia melakukannya dengan terpaksa. Dan finally, aku yang sakit sendiri. Aku menangis di pelukan Kinar.

"Sudah dong, Ra!," kata Kinar sambil terus mengelus punggungku.

"Malik jahat banget sih, Ki?," kataku di sela-sela tangisku. Kinar melepas pelukannya. Ia memegang kedua pipiku, membuat kami saling bertatapan.

"Malik enggak jahat! Malik itu mau nyelametin lo dari dosa! Dosa zina!," kata Kinar.

"Tapi kan selama kita pacaran, kita nggak pernah macam-macam, Ki," jawabku mengelak. Kinar menggeleng.

"Siapa yang bisa jamin nanti? Setan itu akan terus mencari celah menggoda manusia. Zina itu nggak terbatas tidur bareng, Ra! Zina mata, zina hati, zina pikiran, itu semua dosa! Padahal di dalam Islam, wanita itu hanya boleh bersentuhan dengan mahramnya," jelas Kinar. Aku terdiam.

"Gue tahu lo enggak pernah ngerti soal ini. Pengetahuan agama lo minim, tapi bukan berarti lo nutup mata, nutup telinga. Cari info! Belajar, Ra! Bekal elo ke akhirat nanti. Siapa yang jamin besok lo masih bisa lihat dunia?," kata Kinar lagi. Kali ini dia sukses membuatku terbungkam. Aku tertunduk lesu.

"Daripada lo fokus mikirin Malik, mendingan lo fokus sama diri elo, Ra! Fokus memperbaiki diri lo! Lo coba deh ikutin saran gue, cari ustadzah yang bisa ngajarin elo tentang Islam dengan bener," kata Kinar melembut. Aku menatapnya. Kinar tersenyum. Aku mengangguk senyum

"Kenapa enggak lo aja sih?," tanyaku kemudian. Kinar beranjak dari tempat tidurku. Ia mengambil tasnya.

"Gue juga masih belajar," jawabnya. Aku terdiam. "Berhubung lo udah tenang, gue balik dulu ya? Gue ada pengajian," sambungnya.

"Lo sama aja kayak Malik. Hijrah sendiri. Kalian itu kalo memang sayang sama gue, ajak kek gue ke pengajian bareng kalian," seruku kesal. Kinar menoleh ke arahku. Sorot matanya menandakan ada rasa tersinggung. Ia kemudian menghela napas pendek.

"Gue pamit, Ra! Assalamu'alaikum," ujarnya melangkah pergi. Aku terdiam. Belum sempat kujawab salamnya, Kinar sudah pergi. Dia tersinggung dengan kata-kataku barusan. Tapi rasanya aku tak peduli. Toh itu benar! Kalau mereka sayang padaku, harusnya mereka juga mengajakku hijrah, menemaniku hijrah, bukan hanya menyarankan saja. Aku adalah orang yang benci dengan teori tanpa action. Aku menghela napas panjang. Aku ingin sendiri dulu. Membiarkan hatiku pelan-pelan tenang. Dan akhirnya aku tertidur.

 

❤️❤️❤️

 

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

bener kata Zahra kenapa Malik dan kinar gak ngajak hijrah bareng Zahra malah ninggalin zahra

2021-08-03

1

Isman Wali

Isman Wali

awal yg menarik 👍

2021-01-20

0

💞🌹fikadiani🌹💞

💞🌹fikadiani🌹💞

penasaran,lanjut

2020-10-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!