Temani Aku Berhijrah

Temani Aku Berhijrah

PUTUS

"WHAAATTT? PUTUS?"

Suara seorang perempuan tengah melengking di tengah keramaian kantin kampus Nusantara pagi itu. Alhasil, semua orang menoleh ke arah sumber suara.

"Sssssttttt," Malik menempelkan jari telunjuknya di bibirnya. Pria itu mengisyaratkan agar Zarra, si pemilik suara keras tadi agar memelankan suaranya. Zarra menggeleng dengan cepat. Air mata mulai menggenang di kedua sudut matanya.

"Tenang, Zarra," ucap Malik lembut. Hati Zarra bergemuruh mendengar ucapan Malik. Ia tak habis pikir, bagaimana Malik bisa mengatakan putus setelah menjalin hubungan pacaran selama tiga tahun.

"Ra, ini bukan seperti yang kamu bayangkan. Kita masih ketemu seperti biasa. Hanya saja status kita nggak pacaran. Kita juga nggak jalanin aktivitas jalan bareng berdua lagi. Kita tetep bisa temenan," jelas Malik pelan-pelan. Ia tak ingin menyakiti hati perempuan yang sudah menemaninya lebih dari 3 tahun.

"Wanita mana?," tanya Zarra begitu sudah dapat menguasai emosinya. Malik terkekeh mendengar pertanyaan gadis manis di hadapannya itu. Rasa cemburu Zarra memang tergolong besar, khas seorang wanita. Zarra menatap tajam Malik. Matanya memicing, menyelidik penuh arti.

"Ra, kamu ini apa-apaan sih? Nggak ada wanita lain. Nggak ada siapa-siapa kecuali...," Malik menggantung ucapannya. Zarra menyelidik melalui matanya. Ia menunggu Malik melanjutkan ucapannya.

"Kecuali siapa?," cecar Zarra tak sabar.

"Kecuali Allah, Ra," lanjut Malik dengan senyuman tulus yang membuat Zarra terdiam. Ia menatap mata Malik dalam-dalam, mencoba mencari kebenaran kata-katanya. Ia bisa melihat kalau Malik sedang tak berbohong. Mata coklat khas timur tengah itu memperlihatkan ketulusan. Zarra ingin percaya, tetapi entah kenapa rasanya terlalu janggal buatnya.

"Aku ingin lebih dekat dengan Allah, Ra. Aku pengen hijrah. Dan dalam agama kita, agama Islam, pacaran itu dilarang karena mendekatkan diri pada zina. Yang dibolehkan itu cuma pernikahan," jelas Malik. Senyuman tulus masih terpasang manis di bibir meronanya. Malik memang memiliki wajah khas timur tengah karena memang ada garis keturunan dari Iran. Kakek Malik berasal dari Iran. Zarra juga baru menyadari kalau Malik kini memiliki jenggot dan memanjangkannya meskipun hanya sekitar tiga senti saja.

"Kalo gitu, nikahi aku! Aku sudah siap!," seru Zarra. Malik kembali terkekeh. Ia sungguh gemas dengan tingkah gadis kesayangannya ini. Kalau saja tak ingat Zarra bukan mahram nya, sudah pasti ia mencubit gemas pipi chubby Zarra itu.

"Zarra, nggak semudah itu menikah. Kita harus paham hakikat menikah. Aku saja masih belajar fiqih nafkah, kamu sudah ngajak nikah," jawab Malik setengah bercanda. Zarra mendengus kesal. Di saat seperti ini, Malik malah mencoba mencandainya.

"Bilang aja kamu sudah nggak cinta!," seru Zarra kesal. Ia membereskan barang-barangnya dan meninggalkan Malik yang masih termangu dengan kepergiannya.

 

❤️❤️❤️

 

- Kamar Zarra -

Zarra membuka matanya. Ia merasakan kalau selimut benar-benar masih membungkus seluruh tubuhnya. Matanya panas. Kepalanya juga terasa berat mungkin karena sejak pulang dari kampus tadi, ia menangis tak henti di kamarnya. Dilihatnya ponselnya yang sedari tadi sengaja di silent. Tak ada notifikasi chat dari Malik. Jahat banget, gerutu Zarra dalam hati.

Perlahan diturunkannya selimut yang menutup badannya. Ia mengejapkan matanya beberapa kali. Sedikit sakit karena matanya lelah menangis. Ia masih tidak habis pikir, mungkin lebih tepatnya tidak terima dengan keputusan Malik yang dianggapnya hanya sepihak. Terlalu tiba-tiba. Semudah itukah mengucapkan kata 'putus' setelah tiga tahun bersama. Padahal semalam dia masih hang out bersama Malik.

Zarra bangun dari tempat tidurnya. Ia berdiri di sebelah jendela kamarnya. Menatap jauh ke arah luar. Perumahan itu terlihat sepi. Sejenak ia menatap layar ponselnya. Jam di ponselnya menunjukkan pukul tiga sore Ia kembali menatap keluar kamarnya. Pikirannya kembali kepada Malik. Ia mencoba mengingat kembali apa yang aneh dari sikap Malik akhir-akhir ini. Tapi memang tidak ada yang aneh. Malik adalah Malik yang ia kenal. Memang dua bulan terakhir, sejak Malik pulang dari Mekkah ada perubahan dalam sikapnya. Mereka mulai jarang hang out seperti nonton atau jalan-jalan berdua seperti sebelum-sebelumnya. Kalaupun akhirnya Malik mau jalan-jalan dengannya, itu pun mereka tidak berdua. Malik akan mengajak teman-teman mereka. Malik juga tak pernah lagi merangkul, memeluk, mencium pipi atau keningnya, bahkan Malik tak pernah menggandeng tangannya. Ia tak pernah curiga karena memang mereka jarang sekali bertemu berdua setelah Malik datang dari Mekkah. Apa ini ujung dari perubahan sikap Malik yang sempat tak digubris oleh Zarra?

Zarra menghela napas panjang. Mencoba menenangkan hatinya. Tiga tahun delapan bulan perjalanan cinta mereka harus kandas hari ini. Ia masih ingat pertama kali Malik menyatakan perasaannya. Saat itu mereka masih SMA tahun terakhir. Pada awal hubungan mereka, ia tak pernah berharap lebih apalagi mencintai Malik sepenuhnya. Ia terlalu takut patah hati. Malik itu ganteng dan tidak sedikit gadis-gadis yang naksir padanya. Butuh waktu setahun meyakinkan hatinya untuk benar-benar menerima Malik. Seiring waktu berjalan, kenyamanan dan kesetiaan yang ditunjukkan Malik membuatnya semakin jatuh cinta dan takut kehilangan Malik. Sebelum berangkat ke Mekkah, Malik sempat mengatakan keinginannya untuk bisa menikah dengan Zarra nanti setelah mereka lulus kuliah.

Lalu, sekarang apa yang Zarra dapatkan? Keputusan putus sepihak dari Malik yang bahkan ia tak mengerti alasannya. Hijrah? Hijrah kemana? Memperdalam ilmu agama, itu alasannya. Zarra benar-benar tak habis pikir. Kenapa Malik harus berubah. Kenapa Malik tak mengikuti kehidupan seperti teman-temannya yang lain. Mereka sebagian besar Islam, tetapi mereka juga pacaran. Zarra benar-benar tak memahami Malik menjadikan alasan 'hijrah' untuk putus darinya. Ia menyesal karena tadi terbawa emosi sehingga tak mendengar penjelasan Malik lebih lanjut.

TRIINNGG

Sebuah notifikasi chat whatsapp masuk membuatnya terhenyak. Kinar. Ah, benar. Zarra sedang butuh Kinar untuk menemaninya saat ini. Tapi lagi-lagi Zarra harus kecewa karena sahabatnya itu hanya memberitahu bahwa ia sedang ada acara.

- Kinar -

Sorry, Ra. Gue lagi ada acara sama Mama. Besok di kampus aja cerita ya.. sorry banget ebebku 😢

Zarra menghela napas kecewa. Di saat seperti ini, ia butuh sosok Kinar, sahabatnya itu. Hatinya terasa sedih sekali. Harusnya tadi ia tidak meninggalkan Malik begitu saja. Harusnya ia meminta penjelasan yang lebih detail. Besok dia harus menemui Malik lagi. Ya! Besok! Besok Zarra akan meminta penjelasan dari Malik. Sejelas-jelasnya dan sedetail-detailnya. Zarra tak ingin ada satupun yang terlewat. Zarra ingin tahu apakah Malik masih mencintainya atau tidak. Ya! Zarra bertekad untuk meminta penjelasan kepada Malik besok. Harus. Sore ini pun ia lewati dengan kesepiannya sendiri.

❤️❤️❤️

 

Terpopuler

Comments

Nina Maryanie

Nina Maryanie

aku mampir thor

2024-02-23

0

Oma Umi

Oma Umi

aku suka... se.oga istiqomah...

2023-04-25

1

Asep Mulyana

Asep Mulyana

assalamu'alaikum

2022-02-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!