Kampus Nusantara pagi ini nampak begitu sepi di hari sabtu. Tidak ada jadwal kuliah. Mahasiswa yang datang hanya mahasiswa yang aktif dan tergabung dalam UKM masing-masing. Beberapa mahasiswa juga memilih ke perpus, kebanyakan untuk mencari bahan skripsi.
Tak seperti biasanya, Zarra datang ke kampus hari ini. Biasanya ia akan memilih nongkrong di cafe atau nge-mall atau nonton. Ada yang harus ia temui di kampus. Sebenarnya ia juga tak tahu apakah orang yang akan ditemui ini datang ke kampus atau tidak. Karena mereka beda jurusan, jadi Zarra tak tahu apakah dia datang atau tidak. Zarra hanya berharap pada keberuntungan hari ini. Ia pun berkeliling kampus untuk melihat-lihat kegiatan UKM kampusnya.
Sudah hampir dua jam Zarra berkeliling kampusnya. Ia merasa lelah. Ia pun duduk di tangga kampus dekat lobbi gedung jurusannya. Ia pun melihat ponselnya. Tidak ada chat ataupun panggilan dari Kinar ataupun Malik. Malik? Iya! Sejak hari dimana mereka putus, Malik benar-benar menghilang. Ini sudah hampir seminggu. Biasanya, ketika mereka marahan, Malik akan dengan cepat menghubunginya. Tak sampai sehari Malik akan menghubunginya. Lagi, rasa sedih dan marah merayapi hatinya. Gengsi dan egonya mengatakan, fine! My life still fine without you! Tapi hatinya bilang, ia tak yakin bisa bertahan lebih lama lagi berjauhan dari Malik.
Zarra menghela napas panjang. Sambil menunggu moodnya dan tenaganya kembali, Zarra meluruskan kakinya. Beberapa kali mahasiswa lewat di sebelahnya. Ia tak begitu mempedulikannya. Sementara itu ia membuka akun instagramnya. Melihat-lihat postingan terbaru.
"Permisi," sebuah suara lembut mengejutkannya. Ia menoleh sekejap. Namun, kembali menoleh ke arah pemilik suara itu. Seorang wanita bercadar melewatinya. Sepertinya ia mahasiswi. Perawakannya mungil. Ia memakai gamis panjang hitam lengkap dengan cadarnya. Ia berjalan santai menuju lantai dua, meskipun beberapa mahasiswa berbisik-bisik begitu melihatnya.
Seketika Zarra memasukkan ponselnya ke tas dan berlari mengejar wanita itu.
"Asyifa!," panggilnya. Wanita bercadar itu menoleh.
"Iya," jawab Asyifa. Ia memperhatikan Zarra yang tengah menghampirinya. Ia merasa tak mengenal Zarra, tetapi merasa pernah melihatnya.
"Sorry gue ganggu enggak? Lo ada waktu?," tanya Zarra begitu mereka berhadapan. Asyifa menatap Zarra dari atas ke bawah.
"Iya. Aku nggak lagi buru-buru. Ada apa ya?," tanya Asyifa balik.
"Bisa nggak kita ngomongin di kantin?," pinta Zarra. Asyifa mengangguk senyum. Senyum itu memang tidak terlihat langsung, tapi Zarra tahu dari gerakan mata Asyifa yang menyipit seperti orang tersenyum. Mereka pun berjalan ke kantin.
❤️❤️❤️
"Kenalin gue Zarra, anak fisip," kata Zarra sembari mengulurkan tangannya. Disambut ramah oleh Asyifa. Mereka duduk di kantin. Karena ini hari sabtu, jadi kantin tidak terlalu ramai.
"Asyifa, aku dari Sastra Inggris," jawab Asyifa ramah.
"Lo mau pesen apa? Gue pesenin sekalian," tanya Zarra.
"Enggak apa-apa, nanti aja, Ra," jawab Asyifa ramah. Zarra kembali duduk berhadapan dengan Asyifa. Ia menatap Asyifa penuh tanda tanya.
"Lo enggak kepanasan,?" tanya Zarra keceplosan. Spontan ia menutup mulutnya, menyadari kebodohannya. Kebiasaan buruknya memang suka asal nyeplos saat dia benar-benar penasaran. Asyifa tertawa melihat tingkah Zarra.
"Enggak apa-apa kali, Ra! Aku sudah biasa ditanyain itu," jawab Asyifa. Zarra tertawa malu. "Trus, kamu mau ngomong apa sampai harus ngobrol empat mata begini?," tanya Asyifa kemudian.
"Emm...gue...gue mau tanya-tanya soal hijrah" jawab Zarra terbata dan setengah berbisik. Sejujurnya ia sendiri tak tahu harus mulai darimana. Ia pun menemui Asyifa karena menurutnya ia bisa bertanya tentang hijrah kepada Asyifa. Kenapa Asyifa? Karena hanya Asyifa yang bercadar di kampusnya. Di kampusnya banyak teman-temannya yang berhijab, tetapi yang benar-benar tertutup hanya Asyifa. Jadi, ketika orang menanyakan Asyifa di kampus mereka akan langsung menunjuk Asyifa dari jurusan sastra inggris.
"Hijrah? Kok nanyanya ke aku?," tanya Asyifa. Zarra bingung harus menjawab bagaimana. Memang terlihat aneh ketika menilai ilmu seseorang dari penampilannya.
"Maaf sebelumnya, Fa. Bukan maksud gue menilai elo dari penampilan. Tapi, gue juga bingung harus tanya sama siapa lagi. Temen gue bilang gue harus cari ustadzah buat ngajarin gue, gue enggak ada kenalan ustadzah sama sekali," jawab Zarra polos. Dari wajahnya, terlihat kejujurannya. Asyifa tersenyum.
"Okay, trus sekarang apa yang kamu mau tanyain?," tanya Asyifa. Suara Asyifa benar-benar lemah lembut terdengar di telinga Zarra. Ia pun mulai menceritakan apa yang dialaminya. Ini untuk pertama kalinya Zarra bisa bercerita kepada orang yang baru dikenalnya. Lemah lembutnya sikap Asyifa membuat Zarra kagum, sekaligus percaya bahwa Asyifa akan bisa membantunya.
"Gue bingung mau mulai darimana," pungkas Zarra di akhir ceritanya. Asyifa terdiam sejenak.
"Ra, perkara hijrah itu adalah niat dari hati kamu. Keinginan kamu. Jadi semua dimulai dari dirimu sendiri," jawab Asyifa. Zarra masih belum mengerti perkataan Asyifa. Melihat Zarra masih kebingungan, Asyifa pun melanjutkan kata-katanya, "mulai dari diri kamu. Perbaiki sholatmu, tutup auratmu, care sama sekitarmu. Lakukan hal yang wajib dulu di agama kita. Lakukan kewajibanmu, maka Allah akan penuhi hakmu". Zarra terdiam
Sholat? Iya sudah jarang bahkan tak pernah lagi ibadah itu ia lakukan. Sejak ayahnya bertugas di luar kota, ia tak pernah lagi sholat. Tutup aurat. Wait, what? Itu artinya harus pake hijab dong. Jujur, untuk hal ini Zarra benar-benar belum berniat sama sekali. Menurutnya, perilaku dulu harus diperbaiki barulah ia akan berhijab. Ia tak mau ketika sudah berhijab, akan buka dan tutup lagi. Tetapi tadi Asyifa bilang perbaiki hal yang wajib. Apakah itu artinya hijab itu wajib?, gumamnya dalam hati.
"Kalau kamu perlu belajar lebih lanjut, besok kan hari minggu, kamu bisa datang ke rumahku. Aku kenalin satu ustadzah bagus untuk bimbing kamu pelan-pelan," kata Asyifa kemudian. Zarra mengangguk setuju. Akhirnya ia menemukan ustadzah untuk membimbingnya. Ia baru menyadari bahwa ternyata mendapatkan teman semudah itu. Ia seolah dengan mudahnya mengatakan itu semua meskipun baru kenal dengan Asyifa. Ia ingat kata Ustadz Adi semalam, bahwa ketika seseorang berniat baik untuk berubah, maka Allah akan pertemukan dengan orang-orang yang baik. Allah juga akan permudah jalannya. Dalam hati, Zarra benar-benar bersyukur bisa bertemu Asyifa hari ini tanpa rencana. Terima kasih, Ya Allah, bisik Zarra dalam hati.
❤️❤️❤️
POV ZARRA
Hari ini aku bertemu Asyifa, wanita bercadar di kampusku. Satu-satunya wanita bercadar di kampus kami. Aku kira dia adalah wanita yang tinggi ilmunya dan akan banyak menasehatiku seperti ibu-ibu. But I'm wrong. Dia humble banget. Ramah. Cara bicaranya juga lemah lembut.
Aku kira wanita bercadar akan melulu ngomongin agama. Nyatanya Asyifa beda. Aku ajak ngobrol soal psikologi, dia nyambung. Aku ajak ngobrol perkembangan situasi diluar kampus, nyambung. Bahkan aku ajak dia ngobrol soal film pun dia semangat. Anaknya ceria tapi sopan banget. Bodohnya tadi aku keceplosan menanyakan pakaiannya. Jujur itu karena aku penasaran bagaimana rasanya menggunakan baju tertutup seperti itu. Aku juga pernah pakai kerudung dan itu lumayan panas. Mungkin ia sudah terbiasa dengan hal itu.
Sebenarnya aku ragu untuk menemuinya. Dari semalam aku terus menimbang iya dan tidak. Karena jujur, aku tidak tahu ini untuk apa. Hijrah? Untuk apa, untuk siapa dan ngapain? Aku sudah merasa nyaman dengan hidupku sekarang. Atau mungkin karena Malik.
Egoku mengatakan untuk menunjukkan kepada Malik, bahwa aku juga bisa berubah. Aku juga bisa seperti Kinar. Apa ini berarti aku iri terhadap Kinar? Jujur, aku tidak iri dengan Kinar. Aku hanya kecewa kepada mereka. Mereka menyuruhku hijrah, tetapi tak satupun dari mereka yang disini sekarang untuk menemaniku hijrah. Minimal membantuku mencari ustadzah. Secara aku ini tak kenal ustadzah manapun. Atau mereka bisa sedikit memotivasiku. Sama sekali tak ada action apapun dari mereka. Inikah rasa sayang mereka padaku? Dan aku juga tersinggung dengan caption instagram Kinar hari ini. Apa sebatas itu saja persahabatan kami?
Pikiranku terus bertanya, menuntut jawaban yang tak tahu harus kutanya pada siapa. Aku berharap Asyifa benar-benar bisa menuntunku. Sebagai teman, mungkin nanti sebagai sahabat. Semoga saja. Kubiarkan tubuhku tertidur dengan sendirinya.
❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kinar bkn sahabat yg baik buat kamu zahra
2021-08-03
1
Rikam
seruuu bet dahh
2021-07-02
0
Anna Aprilia
kinar jg,,,,,ktanya shbat tp sifatnya tdk mnceinkn seorg shbt
2020-11-22
0