HIJRAH ?

Hari masih pagi, tetapi awan-awan hitam sudah menggulung di langit kota Surabaya. Gelegar suara petir terdengar sesekali mengikuti angin yang berhembus dingin. Rintik-rintik hujan kini berubah menjadi buliran besar dan semakin deras. Air hujan itu membasahi jalanan kota Surabaya.

Suasana dingin membuat perut Zarra yang sedang mengikuti mata kuliah itu keroncongan. Tadi pagi ia tak sarapan karena terburu-buru berangkat ke kampus. Hari ini ia bangun terlambat padahal kuliahnya dimulai jam 8. Ia bangun jam 7 dengan kepala sedikit pening serta mata panas. Ia baru sadar kalau sudah tertidur hampir 15 jam kemarin. Begitulah kebiasaannya yang entah bisa disebut kebiasaan buruk atau baik. Ketika ia merasa sedih, galau atau sehabis mengeluarkan emosinya, ia akan tidur panjang. Dengan begitu, ia merasa lebih baik.

"Sekian kuliah hari ini, jangan lupa bulan depan kalian ujian semester ya?," kata Pak Adi, dosen psikologi Zarra menutup perkuliahan hari ini. Zarra membereskan buku-bukunya. Ia ingin segera ke kantin dan makan mie kuah buatan ibu kantin yang sedap. Ia berjalan melewati lorong kampus. Hujan masih turun dengan derasnya, menimbulkan hawa dingin.

Zarra begitu lega melihat kantin agak sepi. Dengan begitu, pesanannya akan datang lebih cepat. Ia mengambil tempat duduk sedikit agak ke tengah agar tak terkena air hujan. Setelah memesan mie dan jeruk hangat, matanya berkeliling. Ia tak menemukan sosok Kinar. Di kelas pun tidak. Ia menghembuskan napas pelan. Kecewa. Karena tidak ada yang bisa ia ajak bercerita saat ini. Sambil menunggu pesanannya, ia melihat galleri instagramnya. Terpaku pada satu postingan di akun @key_nar. Itu akun Kinar. Ia mengunggah sebuah foto tangan yang bergandengan. Bukan fotonya, Zarra terfokus pada caption dari foto tersebut.

"Mbak, ini pesanannya," kata pelayan kantin menyodorkan semangkuk mie kuah dan segelas jeruk hangat. Zarra mengucapkan terima kasih. Kemudian ia kembali membaca postingan Kinar tersebut.

"Sahabat sampai jannah ❤️ carilah sahabat yang mendekatkanmu pada Allah dan hal positif, bukan yang mengingatkanmu akan urusan duniawi".

Zarra terbatuk karena tersedak kuah mie yang pedas. Apalagi membaca caption Kinar yang seolah sedang menyinggung dirinya. Ia melihat sekeliling, mencoba melihat apakah ada yang sedang memperhatikan saat ia tersedak. Beberapa mahasiswi di pojok kantin hanya menoleh sebentar dan kembali fokus pada kegiatan mereka. Zarra sejenak memperhatikan kumpulan mahasiswi itu. Mereka ada 5 orang dan berhijab semua. Salah satunya memakai cadar. Seolah memiliki dunianya sendiri, mereka tampak asyik membicarakan sesuatu.

Zarra menghela napas. Ia kembali melihat postingan Kinar. Kemudian menekan tanda 'like'. Ia merasa begitu kesepian. Kinar tak menghubunginya sama sekali. Sesibuk itukah ia atau dia masih marah karena kata-kataku kemarin?, batin Zarra. Whatsappnya benar-benar sepi. Ia bukan tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Ia tidak biasa untuk memulai pertemanan, karena ia takut ia tidak diterima. Karena ketika ia merasa tidak cocok atau tidak bisa masuk dalam pergaulan teman-temannya, ia akan jadi orang yang sangat pendiam. Di kampus, satu-satunya orang yang bersahabat dengannya adalah Kinar dan sekarang entah kenapa Kinar pun perlahan menjauh. Zarra menghela napas dan hanya terpaku pada hujan yang mulai mereda.

 

❤️❤️❤️

 

Zarra masuk ke rumahnya dengan malas. Ia berjalan gontai memasuki ruang makan. Ia melihat Bi Asih sedang membersihkan dapur. Ia melihat meja makan penuh dengan makanan favoritnya. Tumben, batinnya. Biasanya Bi Asih akan masak sedikit untuknya.

"Bi, kok masaknya banyak?," tanya Zarra.

"Iya, Neng! Kan nanti Bibi pulang malam. Ada pengajian. Langsung sholat isya disana," jawab Bi Asih masih dengan kegiatannya. Zarra menghela napas panjang. Ia menarik kursi dan duduk disana. Mengambil ayam krispi dan menggigitnya. Enak, gumamnya.

"Pengajian ya?," kata Zarra setengah menggumam, seolah untuk dirinya sendiri. Bi Asih mendekat.

"Iya, Neng! Bentar lagi kan ramadhan," kata Bi Asih. Zarra hanya mengangguk tanpa mengerti apa maksud perkataan pembantunya itu.

"Ustadznya siapa?," tanya Zarra lagi.

"Itu ustadz yang sering ada di tivi. Ustadz Adi," jawab Bi Asih. Zarra hanya ber-oh menanggapinya. Tapi sikap Bi Asih membuatnya penasaran. Wanita setengah baya itu tampak antusias sekali. "Ada artisnya juga, Neng! Nanti mau dibahas tentang hijrah gitu, deh," sambung Bi Asih. Zarra termenung.

"Asyik gak ustadznya, Bi?," tanya Zarra lagi.

"Asyik? Aduh, Neng yang namanya ustadz mah ngejelasin soal agama, mana bisa asyik-asyikan?! Ustadz Adi mah jelasinnya itu enak dan jelas banget," jawab Bi Asih polos. Zarra tertawa kecil. Ia bangkit dari kursinya.

"Nah, itu dia yang Eneng maksud, Bibi," ujar Zarra tersenyum sembari berjalan melenggang. Bi Asih hanya bengong. "Bi, nanti bangunin Zarra ya sebelum berangkat. Aku mau ikut," kata Zarra lagi sambil terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Bi Asih tersenyum bahagia dan mengacungkan jempolnya. Hatinya bahagia karena majikan kesayangannya itu ikut ke pengajian. Ini adalah peristiwa langka. Pokoknya ia harus mengingatkan Zarra agar jangan lupa ikut nanti sore.

 

❤️❤️❤️

 

- Masjid -

Zarra membenarkan kerudungnya untuk yang kesekian kalinya. Ia duduk di barisan agak belakang. Matanya berkeliling melihat situasi pengajian. Ustadz Adi di depan sedang menjelaskan apa itu hijrah. Jujur, kali ini ia merasa malu, seperti salah kostum. Jama'ah yang datang menggunakan kerudung tertutup, sedangkan ia hanya kerudung panjang yang digunakan sekedar menutup kepalanya. Poni depan masih kelihatan, ujung kerudungnya hanya dikalungkan begitu saja di lehernya. Ia juga datang dengan menggunakan celana jeans dan kemeja pink. Ia mencoba untuk tidak peduli dan berfokus pada ceramah yang sedang berlangsung.

"Hijrah itu pada hakikatnya berpindah. Berpindah seperti apa? Berpindah ke tempat yang lebih baik, atau bisa kita artikan berpindah dari yang tidak baik ke yang lebih baik. Berpindah dari gaya hidup yang buruk ke yang diridho'i Allah. Gimana caranya? Kita mulai dari diri kita terlebih dahulu. Apakah harus nunggu hidayah? Tidak! Hidayah itu dijemput ya? Bukan ditunggu! Jama'ah semua berkenan menghadiri pengajian ini saja sudah termasuk hidayah," jelas Ustadz Adi.

Zarra terus mengikuti ceramah dengan fokus. Ia merasa ini adalah kajian yang mengasyikkan. Ustadz Adi menjelaskan dengan baik tentang hijrah, keistimewaan hidayah dan tidak jarang diselingi humor. Dalam kajian ini, mereka juga mengundang salah satu artis yang sudah hijrah, Teuku Wisnu. Pengalaman hijrah dari Teuku Wisnu juga sangat memotivasi. Biasanya ketika mengikuti kajian, ia akan terkantuk-kantuk, tetapi disini justru menyenangkan. Zarra fokus sampai akhir pengajian. Bahkan ia sedikit merasa tak rela kajian ini berakhir.

Seusai kajian dan sholat isya, Zarra dan Bi Asih pun pulang. Dalam perjalanan pulang Zarra banyak merenung. Terutama soal hijrah. Ia terngiang dengan ucapan Ustadz Adi. Beralih pada gaya hidup yang sesuai dengan syari'at Islam. Sebaik itukah? Semenarik itukah? Sampai mereka memutuskan untuk hijrah, batin Zarra. Hatinya terus bertanya dan menimbang.

"Neng, gimana tadi pengajiannya?," tanya Bi Asih membuyarkan lamunan Zarra. Zarra hanya tersenyum dan mengangguk. Tak terasa mereka sudah sampai di depan rumah. Mereka masuk ke dalam rumah. Zarra melipat kerudungnya sambil berjalan. Begitu sampai di ruang makan, ia menarik kursi dan duduk disana. Bi Asih menyodorkan segelas air putih kepada Zarra. Ia meneguknya perlahan.

Bi Asih menatap majikannya itu. Tampak seperti orang yang kelelahan. Padahal ia tak melakukan apapun seharian selain kuliah. Bi Asih tersenyum karena itu pertanda mood Zarra yang sedang tidak baik.

"Mau dibuatin coklat hangat, Neng?," Bi Asih mencoba menawarkan minuman favorit Zarra. Zarra menggeleng. Ia malah menatap Bi Asih dalam-dalam.

"Bi, coba duduk sini," panggil Zarra menunjuk kursi di depannya. Bi Asih mendekat dan duduk di depan Zarra.

"Bi, emmmm...soal pengajian tadi. Kalau ada pengajian lagi, Zarra boleh ikut?," tanya Zarra ragu-ragu. Bi Asih tersenyum.

"Boleh atuh, Neng," jawab Bi Asih dengan logat Sundanya. Zarra tersenyum. Pikirannya kembali kepada isi ceramah tadi. Apakah ia juga harus hijrah? Apa jaminannya jika ia hijrah akan mendapat kehidupan yang lebih baik? atau surga mungkin? Lalu ia harus mulai darimana? Semua pikiran-pikiran itu tiba-tiba menggelayuti kepalanya. Tiba-tiba ia teringat akan sekumpulan mahasiswi yang ia lihat di kantin tadi. Zarra mengenal salah satunya. Yang bercadar, namanya Asyifa. Ia terkenal sebagai satu-satunya mahasiswi bercadar di kampusnya. Apakah perlu ia bertanya pada Asyifa? Bagaimana memulainya? gumamnya dalam hati.

"Bi, jadi deh! Buatin coklat hangat, bawain ke kamar ya?," pinta Zarra sembari melenggang menuju kamarnya. Bi Asih tersenyum sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah lakh majikannya itu.

 

❤️❤️❤️

 

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

Zahra buktikan kl kamu itu bisa berubah ke Malik dan kinar💪💪💪

2021-08-03

1

Bunga Syakila

Bunga Syakila

matap thor novelnya saya suka

2020-10-20

0

Yani

Yani

Lanjut, 🥰

2020-09-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!