Truly Madly Love
Lily berlari di sepanjang koridor kantornya. Tubuhnya mulai terasa panas. Keringat mulai jatuh bercucuran.
Sesekali Lily mengangkat tangan kanannya untuk melihat waktu saat ini. "What? ... 5 menit lagi!" pekik Lily pelan.
Pintu ruangan rapat itu mulai tampak. Lily memperlambat ritme kakinya. Dia merapikan pakaiannya sambil berjalan ke arah pintu itu. Dia yakin betul saat ini pakaiannya sudah berpindah posisi dari yang seharusnya. Merasa sudah yakin dengan penampilannya. Ia pun berjalan kembali menuju ruang rapat.
Tiba di depan pintu, Lily berhenti sejenak untuk mengatur napasnya. Dia melirik ke jendela disebelah kanannya. Walaupun tidak sejelas cermin, namun ia dapat melihat pantulan bayangan dirinya yang sedang berdiri. Lily ingin memastikan kembali penampilannya sebelum masuk ke ruang rapat yang mungkin sudah di hadiri oleh beberapa orang.
Lily memperhatikan pakaiannya yang sudah rapi. Ketika pandangan matanya beralih ke atas, ia langsung membelalakkan kedua matanya. Rambut yang sudah susah payah di tata nya, bahkan dia rela bangun satu jam lebih awal untuk menata rambutnya. Kini super-duper berantakan. Beberapa helai rambutnya keluar dari jalur yang seharusnya. Bukannya rapi, dia terlihat seperti orang yang baru bangun tidur. Baru saja ia hendak merapikan rambutnya. Tiba-tiba pintu di depannya terbuka.
"Miss Lily, silahkan masuk." Rafa berkata sambil membukakan pintu untuknya. Dia membulatkan kedua matanya ke Rafa. "Dasar kue semprong!" ia merutuki Rafa sambil melewatinya. Ia masih bisa melihat dengan jelas Rafa menahan tawanya.
Rafa menutup pintu dan berjalan menghampiri Lily. "Silakan duduk Miss Lily." Rafa mempersilahkannya untuk duduk dan menyodorkan kursi untuknya. Dia menatap Rafa dengan jengah. Ia sangat heran dengan perlakuan Rafa hari ini. "ish, tumben sopan sekali lu, kue semprong."
Lily duduk dan mulai memperhatikan ruangan. "What? ... Kemana orang-orang?" teriak Lily. Dia sangat terkejut mendapati hanya dirinya dan Rafa yang ada di ruangan itu.
Rafa terkekeh mendengar teriakan Lily. Lily melirik Rafa dan memicingkan kedua matanya. "ish, ternyata gue dikerjai. Tunggu aja lu, kue semprong." ucap Lily dalam hatinya.
Lily mengalihkan pandangannya ke bawah. Dia tersenyum melihat sepasang sepatu yang sangat mengkilap seolah-olah sepatu itu sedang menyapanya. Belum sempat Rafa memindahkan kedua kakinya. Brukkk ... Kaki kiri Lily mendarat dengan sempurna.
"Kau...argh!" Rafa berteriak frustasi melihat sepatunya yang kini terlihat bernoda.
Rafa mondar-mandir didepannya sambil melompat kecil. Melihat tingkah Rafa yang seperti anak kecil, Lily tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. Bahkan membuat air matanya keluar.
Dia mengambil tisu diatas meja dan mengelap sepatunya. "Lu tuh ya, sama sekali ngga bisa diajak bercanda." Rafa masih berusaha membersihkan sepatu baru yang benar-benar baru dibelinya, hanya untuk pertemuan hari ini.
"Salah elu, kenapa nelpon gue pagi-pagi, hanya untuk mengerjai gue. Seenaknya saja lu memajukan jadwal rapat hari ini ke pukul sembilan." kesal Lily. Mendengar perkataannya, Rafa berhenti sebentar dan menatapnya. Rafa kemudian menatap jam tangannya dan beralih menatapnya lagi.
"Wah ... elu mecahin rekor baru, Ly. Sejak kapan elu sadar gue ngerjain lu?" Rafa bertanya sambil menaikkan kedua alisnya.
Lily berdiri dari kursinya dan berkata sambil mengangkat kedua bahunya "Entahlah, mungkin disaat elu masuk melewati pintu itu. Udah ah, gue mau ke pantry. Gara-gara elu, gue tadi ngga sempat sarapan." Lily hendak berlalu pergi, namun langkah kakinya kalah cepat dengan gerakan tangan Rafa yang menarik blazernya.
"Eee...eeeee... enak aja maen pergi nie bocah," ucap Rafa.
Lily merasakan badannya tertarik ke belakang dan kemudian terduduk kembali di kursinya. "Apa-apaan sih, Fa? elu itu ...." Belum sempat dia meneruskan kalimatnya, Rafa memberikan kode kepadanya untuk diam dan mendengarkannya.
Rafa menarik kursi dan duduk di sebelahnya dan terdiam cukup lama. Dia tahu betul jika sahabat sekaligus atasannya itu jika ingin menyampaikan sesuatu dan diam begitu lama, itu pasti sesuatu yang sangat penting dan sensitif.
Lily yang tadinya ingin protes kini diam seribu bahasa. Dia tahu apa yang akan diucapkan oleh Rafa pasti bukanlah sesuatu yang bisa langsung diucapkan. Lima menit sudah berlalu dengan diamnya mereka.
"Jangan bilang kalo elu mau ngelamar gue." ucap Lily dengan polosnya.
Pletak ...
Rafa menjitak kening Lily sangat kuat. Lily mengelus keningnya dan meringis kesakitan.
"Eeee... bocah. Nie yaaa... elu dengerin gue. Biarpun di Jakarta stok cewek udah menipis. Ngga bakalan gue jadiin lu bini gue." Rafa tak habis pikir dengan otak sahabatnya yang satu ini. Hingga membuatnya memijat kepalanya yang mulai berdenyut.
"Oh ... No... Is it true (tidak... apakah itu benar), Rafa?" Lily membulatkan kedua matanya dan mulutnya membentuk huruf O yang sempurna.
Mendengar pertanyaan yang terlontar dari Lily, membuat Rafa bingung. "Apanya yang bener, Lily?".
Ehemmm ...Lily berdehem dan membenarkan posisi duduknya. Dia menggenggam tangan Rafa dan berkata dengan lembut "Rafa, biar bagaimanapun keadaan elu, gue akan tetap disamping lu dan selalu mendukung keputusan lu."
Rafa semakin bingung dengan penjelasan Lily.
"Maksud lu?"
"Lu ... pecinta sesama jenis kan*?"
Rafa sangat terkejut dan langsung berdiri. Wajah tampan Rafa yang putih kini berubah menjadi merah. Lily mendongak dan menatap Rafa. Dia tahu jika wajah Rafa sudah memerah, itu artinya Rafa dalam mode mengamuk.
Belum sempat Rafa berteriak, Lily sudah berlari kearah pintu dan segera menutupnya.
"LILY! argh!", Rafa teriak frustasi mendengar ocehan sahabatnya yang aneh itu.
Lily menutup kedua telinganya. Padahal percuma saja dia melakukannya. Suara teriakan Rafa pasti tidak akan terdengar karena ruangan itu kedap suara. Sadar akan kelakuan konyolnya, dia pun menurunkan kedua tangannya dan terkekeh "Emang salah gue di mana?, tau ah gelap. Mending ke pantry."
Lily melangkahkan kakinya dengan cepat dan tanpa melihat ke depan.
Brruukkk...
Lily menabrak sesuatu didepannya dan bokongnya mendarat sempurna mencium lantai. Dia berusaha berdiri sambil mengelus bokongnya yang sakit. Namun terhenti saat mendongak ke atas.
Dia sangat terkejut melihat seorang pria yang berdiri didepannya. Seorang pria dengan mata biru langit, wajah khas Eropa dan senyuman manisnya. Walaupun kini senyuman itu tak menghiasi wajahnya. Ia terdiam sesaat. Ingin rasanya dia langsung berdiri dan memeluk erat pria di hadapannya ini.
Tapi reaksi pria itu hanya biasa saja. Bahkan hampir tidak bereaksi sedikitpun. Lily dilanda kebingungan yang teramat sangat. Dia terdiam dan berpikir sangat keras. Apa yang terjadi dengan prianya?. Apa perpisahan yang lama ini membuatnya tak lagi mengenal dirinya. Monolognya dalam hati. Saat ini ia sangat sulit untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasa cinta, sayang, dan rindu yang teramat kuat bercampur menjadi satu. Rindu menahun yang di tanggung hatinya begitu berat menyebabkan dirinya hampir tidak bisa menguasai indra nya. Hanya indra matanya yang mungkin saat ini bekerja dengan sempurna. Butiran bening mulai merangkak keluar namun masih ditahan olehnya.
Lily sempat tersenyum sekilas dan mengingat kejadian yang baru saja dialaminya sesaat seperti dejavu. Tepat seperti kejadian tujuh tahun yang lalu.
~Hai my lovely readers. Aku ada novel yang recommended banget loh! Yukss mampir ~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
❤️⃟WᵃfℛᵉˣzhA_ yUy𝓪∆𝚛z
astaghfirullah.. kok pikirannya ke situ neng? 😂😂
2023-05-01
2
Ufika
mampir kak☺
2022-05-20
0
AdindaRa
Hai Kak. Akhirnya aku mampir juga. 😍😍😍
2022-05-19
0