Rafa berjalan keluar dari pantry. Rafa tahu saat ini sahabatnya butuh waktu untuk sendiri. Keadaan ini pasti sulit untuk Lily. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Mungkin akan berbeda jika Zack masih seperti yang dulu. Tapi kini Zack berubah tiga ratus enam puluh derajat .
Rafa menutup pintu pantry dengan perlahan. Tak lupa diberinya tanda Don't Disturb di depan pintu. Setidaknya sampai Lily keluar dari ruangan itu sendiri.
...✳️✳️✳️...
Satu Minggu kemudian ...
"Fa, bener kan ini alamatnya?" tanya Naya sambil melihat secarik kertas yang berisi alamat kosan Lily yang baru.
Rafa meraih kertas dari tangan Naya. Rafa mencocokkan alamat yang ada di kertas dan alamat yang tertera di depan rumah dihadapannya.
"Iya, bener ini, Nay." jawab Rafa sambil memarkirkan mobilnya lebih ke tepi. Belum sempat Rafa mematikan mesin mobilnya, Naya sudah membuka pintu mobil dan turun terlebih dahulu. Naya sangat mengkhawatirkan keadaan Lily. Sudah satu Minggu ini Lily tidak bisa dihubungi.
"Dasar blesteran lokal. Untung ni mobil tahan banting," gerutu Rafa sambil membuka pintu mobilnya dan berjalan menyusul Naya.
Naya sudah berdiri di depan rumah induk kosan Lily. Naya mencari-cari dimana letak tombol bel rumah itu.
"Lu cari apaan, Nay?" tanya Rafa dari belakang.
"Ini loh...tombol bel rumahnya mana ya?" jawab Naya tanpa menoleh ke arah Rafa. Kepalanya masih sibuk kesana kemari mencari tombol bel.
Rafa menghela napasnya dengan pelan. "Gini nie...punya sahabat yang satu lola otw sembuh, yang satu tingkahnya kek cacing kepanasan tapi ngga teliti. Nasib...nasib..." ucap Rafa pelan.
"Lu bilang apa barusan?" tanya Naya sambil menyikut lengan Rafa dari belakang.
Rafa tergelak mendengar pertanyaan Naya. "Buset dah! Telinga lu tajem juga! Engga, gue tadi bilang 'buruan hari udah mau ujan'. Tuh tombolnya disitu, neng." jawab Rafa berbohong demi menyelamatkan telinganya dari ocehan Naya yang bisa berlangsung berjam-jam sambil menunjuk kertas yang di tempel di dinding.
Naya menoleh sambil memonyongkan bibirnya ke Rafa. "Mana, ngga ada kok, Fa?" tanya Naya. Dia masih sibuk mencari letak tombol bel itu.
Rafa sudah tidak tahan dengan kelakuan Naya. Dia lebih memilih berjalan ke arah dinding dan memencet tombol bel itu daripada menjawab pertanyaan Naya.
Naya melihat Rafa memencet tombol bel yang terletak di tengah-tengah kertas yang berbunyi 'Tekan Disini' yang di tempel di dinding dekat pintu rumah. Tombol itu terletak tepat diatas huruf 'i' setelah huruf 's', sebagai pengganti tanda titiknya. Selain itu warna tombolnya di cat hitam agar terlihat samar.
"Ya amplop, letaknya disitu. Ya mana gue perhatiin. Lagian biasanya tombol bel itu warna putih. Udah gitu keliatan, terpampang nyata." ucap Naya sambil menepuk jidatnya sendiri.
Tak butuh waktu lama. Pintu rumah itupun terbuka. Seorang wanita paruh baya membuka pintu itu sambil menggendong seorang anak kecil.
"Permisi, Bu. Maaf mengganggu." ucap Rafa sambil menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat kepada orang yang lebih tua.
"Oh iya. Nda apa-apa kok, nak. Ada keperluan apa ya?" tanya ibu itu dengan ramah.
Naya berjalan selangkah ke depan dan membelakangi Rafa. "Perkenalkan tante, saya Naya. Ini teman saya, Rafa. Kami kemari mau menanyakan teman kami yang ngekos disini tante," ucap Naya sambil menyalami ibu kos.
Rafa melirik Naya dengan kesal. Tapi dia hanya bisa diam saja. Dia tahu berurusan dengan kaum hawa itu repot. Lebih baik cari aman saja daripada babak belur.
Ibu kos tersenyum melihat tingkah kedua anak muda di hadapannya. "Oh, siapa namanya?" tanya ibu kos.
Belum sempat Rafa menjawab sudah diserobot oleh Naya. "Namanya Lily, tante," jawab Naya dengan cepat.
Ibu kos tampak berpikir dan berusaha mengingat. "Ooh... ada nak. Naik aja lewat tangga itu. Kamarnya nomor sebelas di lantai tiga." jawab ibu kos sambil menunjuk tangga yang terletak di samping rumah induk.
"Makasih ya, Bu." ucap Rafa dan Naya kompak sambil tersenyum dan menundukkan kepalanya sedikit.
"Idih, kompak banget." goda ibu kos.
"Oiya... besok-besok kalo kesini lagi panggil aja ibu 'Mpok Atik'. Daripada bingung panggil ibu atau tante," ucap Mpok Atik sambil mengulum senyum.
Rafa dan Naya saling menyikut lengan mereka. "Iya Bu/Tan. Eh ... Mpok Atik," jawab Rafa dan Naya berbarengan.
Alhasil mereka semakin digoda sama Mpok Atik. "Caelaa... hobi banget ya kompaknya." ucap Mpok Atik sambil tertawa.
Rafa dan Naya hanya tersenyum. "Kita berdua permisi dulu ya, Mpok." Rafa berkata sambil menarik lengan Naya. Naya menganggukkan kepalanya kepada Mpok Atik tanda permisi.
"Iya ... silahkan. Sering-sering kemari ya!" jawab Mpok Atik sambil menutup pintu rumahnya.
Rafa dan Naya berjalan menaiki anak tangga satu persatu. Tibalah mereka di lantai tiga dan tepat di depan kamar nomor sebelas.
Naya mengetuk pintu kamar Lily dengan perlahan. Cukup lama mereka menunggu yang empunya kamar membuka pintu. Akan tetapi, pintu itu tidak kunjung terbuka. Dengan tidak sabar, Naya mengetuk pintu kamar Lily kembali dengan sangat keras dan berkali-kali.
Ceklek...
Pintu kamar Lily pun terbuka. Rafa dan Naya kembali kompak membulatkan kedua matanya. Mereka melihat Lily dari atas ke bawah, balik lagi dari bawah ke atas.
Melihat kelakuan kedua sohibnya membuat Lily reflek menutup pintu kamarnya. Untung saja Rafa cepat merespon perbuatan Lily. Dia segera menahan pintu itu dengan kakinya. Kemudian mendorong pintu kamar Lily perlahan agar terbuka kembali.
Perjuangan Rafa untuk membuka pintu tidaklah semulus yang dipikirkannya. Lily sekuat tenaga berusaha mendorong pintunya dari dalam agar tertutup kembali. Alhasil, terjadilah senam pagi antara Lily dan Rafa. Mereka saling mendorong pintu. Rafa ingin membuka pintu. Sedangkan Lily ingin menutup pintu.
Naya tersadar dari keterkejutannya. Naya pun membantu Rafa mendorong pintu kamar Lily, dan berhasil terbuka sempurna.
Rafa dan Lily terlihat ngos-ngosan karena adegan dorong-mendorong pintu. Naya tampak tak peduli dengan kedua sohibnya yang terlihat lelah. Naya masuk ke kamar Lily dan menjatuhkan dirinya diatas kasur.
"Udah belom ngos-ngosannya?" tanya Naya dengan santai.
Lily menoleh sambil berjalan ke arah kasur, dan menjatuhkan dirinya tepat di samping Naya.
"Emang nie anak gadis satu ngga ada etikanya," oceh Naya.
Tidak hanya sampai disitu, dia juga menepuk bokong Lily dengan kuat. "Eh, anak gadis ngga boleh loh tiduran terus." ucap Naya sambil mencoba membalikkan tubuh Lily.
"Apaan sih, Nay. Mager tau." ucap Lily sambil bangkit dari tidurnya.
"Elu yang ngga ada etika. Gedor kamar gue udah kek DC aja," rajuk Lily. (DC: Debt Collector).
Jika tidak tidak ditangani dengan segera, perang mulut mereka pasti tidak akan selesai. Jika sudah seperti ini, selalu saja Rafa yang menjadi penengah untuk mereka "Elu kenapa absen kerja?" tanya Rafa yang dari tadi masih berdiri menyender di samping lemari pakaian Lily.
Lily memanyunkan bibir bawahnya dan menjawab dengan malasnya "Gue males, nanti ketemu sama Zack." Jawaban yang sangat singkat, padat , dan asal.
Mendengar jawaban Lily spontan membuat Naya mencubit perutnya. "ih, ngga banget tu jawaban. Please deh Ly, lu tuh harus kuat. Selama tujuh tahun ini aja lu kuat kok. Masa gara-gara ketemu sama Zack yang ngga sampe setengah jam udah buat lu kayak gini." ucap Naya sambil memperhatikan keadaan Lily dan mentoel pipinya.
"Bener tuh, kata Naya. Mana Lily kita yang dulu? yang ceria, yang cuek bebek, keras kepala, mau menang sendiri, ego dikit..." belum selesai Rafa meneruskan kalimatnya sebuah bantal dan guling tepat mendarat di mukanya yang tampan.
"Lu curhat, Fa!" Naya berkata penuh penekanan sambil melempar kembali boneka boba milik Lily ke Rafa.
"Oohh ... jadi gue gitu di mata Lu!" timpal Lily tak kalah ketusnya.
Rafa mengusap wajahnya dengan kasar "Bukan gitu maks..." belum selesai Rafa bicara. Suara tangisan Lily sudah menggema.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Momy Victory 🏆👑🌹
Lily broken heart 💔💔💔
2022-06-11
1
Momy Victory 🏆👑🌹
180° Thor....klo 360° itu sama aja diam ditempat
2022-06-11
1
smoochyzz
semangattt thorrr💪🏻💪🏻
2022-04-27
0