Malam sudah semakin larut, acara pernikahan sudah usai. Tetapi, hati Ana menjadi lebih sakit dari sebelum ia menikah. Ia terus menangis meratapi hidupnya yang begitu sial. Ana menangis sesegukkan, sampai kelopak matanya sembab dan bola matanya memerah. Dalam kesedihan, ia merasakan sebuah tatapan mengawasinya. Ana yakin, jika suami barunya itu sedang mengamatinya. Suami yang di jadikan jimat penangkal kutukan oleh keluarganya.
Kemarahan yang memuncak, rasa malu dan tidak berharga begitu mencekik perasaannya. Ia merasa bahwa dirinya sangat tidak berharga bahkan tidak lebih baik dari barang rongsokan.
"Sudah puas menangisnya?"
Suara Arnold mengikis keheningan. Arnold bertanya dengan suara yang lembut, namun Ana bergeming dan sama sekali tidak meresponnya. Ia dengan sengaja mengacuhkan suaminya, berharap Arnold kesal.
"Jangan menangis terus menerus seperti itu, jangan sampai kubungkam mulutmu itu dengan bibirku," ancamnya.
Ucapan Arnold itu sungguh bermakna ambigu, entah sengaja mengancam atau hanya menggodanya. Ana dengan tajam memelototi Arnold, seolah kedua biji matanya menonjol keluar seperti mengisyaratkan sesuatu yang berbahaya.
"Kenapa kamu masih di sini? keluar dari kamarku dan jangan berani macam-macam terhadapku," teriak Ana seakan merobek dinding-dinding telinga.
Ana mengusir suaminya tanpa sedikitpun memandang wajah pria itu, tetapi Arnold tidak menyerah terhadap istri barunya. Ia mengarahkan pandangannya menatap Ana. Jika dilihat dari jarak dekat, Ana sangatlah cantik, kulitnya halus dan putih bersih, bibirnya mungil, rambutnya panjang sedikit bergelombang. Sungguh sangat manis. Tanpa sadar, Arnold terpana oleh kecantikan Ana yang terus duduk di sisi ranjang.
"Dasar duda liar! ngapain kamu melihatku seperti itu? Apakah aku sangat cantik, hah?" ucapnya dengan nada sombong.
Ana sengaja berkata sombong dan membanggakan dirinya, ia hanya ingin Arnold ilfill dan menyesal menikahinya.
"Jujur saja, kamu memang sangat cantik walaupun umurmu terlalu tua untuk ukuran gadis," cibir Arnold sengaja memancing emosi Ana.
Arnold menarik garis bibirnya tersenyum dengan wajah yang memikat. Ia sangat tampan dengan pesona seorang raja. Ana sedikit menatapnya terbengong. Tetapi, rasa kesalnya terhadap ucapan Arnold tidak terbendung.
"Terlalu tua." sungguh kata-kata seperti itu terdengar kejam untuknya. Ana marah, mengarahkan pandangannya ke arah Arnold.
"Sedari awal, kamu meledeku wanita tua. Tidakah kamu sadar jika aku adalah istrimu," ucapnya dengan raut benci.
"Hahah ... kamu sangat ganas dan pemarah. Aku suka dengan perempuan ganas, lebih menggoda jika di atas ranjang," Arnold tertawa puas hingga wajahnya merah.
Ana mengamati wajah suaminya lekat. Ia terdiam mengosongkan pikirannya. Tenggelam terbawa lamunan rumit dirinya sendiri. Ana terus terbengong tanpa ekspresi yang jelas. Dengan nakal, sebelah tangan Arnold menyentuh pinggang rampingnya, namun Ana tetap diam tanpa ada reaksi. Ana hanyut terbawa lamunan panjang tanpa tepi. Arnold terus menyentuhnya.
Sekali.
Dua kali.
Sampai sentuhan ketiga kali.
Ana masih saja diam tanpa pergerakan. Entah apa yang di pikirkan gadis itu, hingga akhirnya dia tersadar dan tubuhnya sudah berada di bawah tubuh Arnold.
Ana tercekat.
"Hei, apa yang kamu lakukan? lepaskan aku! Dasar duda mesum, jangan pernah mengambil keuntungan dengan cara merampok," Ana berteriak dengan kepanikan yang melandanya.
Ana meronta sekuat tenaga mendorong tubuh Arnold menjauh dari tubuhnya.
"Sayang, kenapa terus mengamuk? bisakah jangan terlalu agresif? Serahkan urusan dorong mendorong kepadaku," ucap Arnold menahan tawa ( sembari terus memegangi kedua lengan Ana yang berada di bawah tubuhnya).
"Lepaskan aku!" Ana melotot.
"Sssttt...Tenanglah! aku sudah pengalaman. Aku akan membuatmu ketagihan dan bahkan meminta lagi," bisik Arnold mendekatkan bibirnya ke samping telinga Ana.
"Lihat saja jika kamu berani macam-macam terhadapku, aku akan membunuhmu," Ana mengancingkan giginya dengan sangat marah.
"Aku rela mati di tanganmu, asalkan bisa menanam bibit di rahimmu itu," jawab Arnold menjatuhkan pandangan ke bagian bawah tubuh Ana.
"Kamu benar-benar tidak punya sopan santun, berani sekali berkata selancang itu terhadapku,"
"Aku bukan lancang, aku hanya melakukan kewajibanku memberimu nafkah batin terlebih dahulu. Sayang, ingatlah ini malam pertama kita. Eeem ... Aku sudah tidak tahan,"
Arnold menatap Ana dengan senyum mengembang di bibirnya. Entahlah, Arnold berkata serius atau hanya mengolok-olok Ana. Tetapi, kelakuan Arnold itu membuat Ana sangat geram ingin mencekik pria yang masih di atas tubuhnya itu.
Arnold kembali menggodanya.
"Sayang, aku akan membuka pakaianmu. Ini sudah malam dan sepi cocok untuk melakukan ritual peras keringat," bisiknya pelan.
Arnold menahan kedua tangan Ana di atas kepala dengan satu tangannya, sedangkan tangan yang lainnya menyusuri wajah, leher sampai tulang selangkanya yang indah. Kemudian, lebih turun lagi untuk membuka baju tidur Ana. Arnold tersenyum licik saat jemarinya menarik lembut dan menyingkapnya. Ana gelagapan terus berusaha melepaskan diri.
"Jangan teruskan! jika kamu berani macam-macam aku akan berteriak,"
Ana mengancam dan memaki Arnold yang lancang padanya. Ana benar-benar ingin menangis menghadapi kelakuan suaminya.
Melihat kelakuan Ana yang seperti itu, justru menarik bagi Arnold. Ia dengan sengaja terus mengganggu dan menggoda istrinya.
"OOoh ... aku sudah sangat ingin, aku tidak kuat lagi," bisik Arnold dengan suara yang pura-pura terangsang.
Ana tambah panik, ia terlihat akan menangis. Matanya berkaca. Ana repleks benar-benar berteriak.
"Aaaaahhh ... Mama tolong!" teriak Ana.
Arnold pun panik mendapati Ana benar-benar berteriak. Arnold khawatir, orang-orang di dalam rumah terganggu dengan teriakan Ana. Arnold dengan cepat mengambil tindakan, membungkam mulut Ana dengan bibirnya. Arnold menciumnya. Awalnya, Arnold hanya ingin menghentikan teriakan Ana. Akan tetapi, kelembutan bibir Ana membuatnya lupa. Arnold terus menekan dan menciumnya lebih dalam.
Setelah beberapa menit berlalu, Ana sudah terdiam. Arnold melepaskan ciumannya. Ia tatap wajah Ana yang merah merona, bibir basahnya sangat menggoda. Ana mengerjap-ngerjapkan bulu matanya yang lentik, ia masih terbengong dengan nafas yang nyaris putus-putus.
"Maaf sayang, nggak sengaja." bisik Arnold sembari melempar senyum.
"Dasar tidak tau malu," Ana masih memaki dengan tatapan galak.
"Ayo kita lanjutkan! bukankah ini masih nanggung. Aku menginginkan malam pertama kita luar biasa," pinta Arnold.
Ana tidak memperdulikan ucapan suaminya itu, ia dengan sengaja mendorong tubuh Arnold menjauh darinya. Arnold tergeser ke arah samping. Ia tersenyum geli, mengamati Ana yang bertingkah menggemaskan.
Kehadiran Ana sangat menghiburnya. Ia senang menggoda wanita itu.
Ana melihat Arnold menatapnya, ia dengan segera mengambil bantal dan membuat pagar pembatas di tengah-tengah tempat tidur itu.
"Ini pagar pembatas wilayah. Kamu jangan coba-coba melewatinya jika kamu ingin hidup," ancam Ana.
Arnold mengerutkan wajahnya, kemudian mengacak-acak pagar bantal yang di buat Ana.
"Hei, apa yang kamu lakukan? jangan merusaknya!"
Ana membuat lagi pagar itu dan Arnold mengacaknya lagi. Terus begitu berulang-ulang hingga keduanya lelah dan tertidur dengan kaki yang saling bertautan. Malam pertama pun gagal.
***
JANGAN LUPA
Like, Vote dan komennya.
berikan juga ❤️ mu readers
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
sheka
q mampir thor ...😊😊
2021-08-01
0
Sadrianty Yanti
aku suka ...aku suka....😄😄😄😄😄
2021-07-28
0
Yuliasyaripah
ngakak Thor 😁
2021-03-19
0