Arnold dan Ana duduk berdampingan, kepala mereka sudah tertutupi selendang transparan berwarna putih dengan taburan manik dan permata. Ana duduk dengan rona pucat pasi, tangannya bahkan gemetaran. Mata bulan sabitnya terpejam, keringat menetes melewati pelipisnya. Ini kali pertama dalam hidupnya bahkan tanpa persiapan. Acara ijab kabul pun di mulai.
"Saya terima nikah dan kawinnya Sisyana Evlinaira binti Julian Anggara dengan maskawin tersebut di bayar tunai"
"Bagaimana saksi? Sah?"
Tanya penghulu kepada para saksi yang hadir di acara tersebut.
"SAH!"
"SAH!"
"SAH!"
Suara para saksi riuh terdengar. Ana, jantungnya melonjak berdegup kencang. Suara-suara itu membuat tubuhnya lemas terkulai. Lengkaplah ia sebagai tumbal mitos. Ana diam terpaku tidak bersuara ataupun bergerak.
"Nona Ana, ciumlah tangan suamimu, kalian adalah pasangan sah secara hukum dan agama!"
Ana mendengar perintah itu, namun sengaja diam mematung. Air mata menetes membasahi kedua pipinya. Seolah semua harapannya runtuh tidak bersisa. Kini, ia jatuh ke dalam pelukan seorang duda. Ana kecewa meratapi takdir cintanya.
Mendapati istri barunya diam terpaku, Arnold menggeser tubuhnya, menggerakan tungkainya bergerak menyenggol Ana.
Ana sedikit memutar lehernya menatap Arnold.
"Cium tanganku!" perintah Arnold dengan berbisik.
"Tidak mau."
"Jangan kurang ajar! Aku ini suamimu yang sah," ucap Arnold masih dengan berbisik.
"Tidak mau."
"Kamu ini... benar-benar menantangku, ya? Lihat nanti saat malam pertama. Habislah kau!" ancamnya sembari menatap tajam wajah Ana.
"Dasar duda kurang ajar!"
Ana mengancingkan giginya, ingin rasanya ia menampar habis pria di hadapannya itu. Baginya, Arnold itu tetaplah orang asing di matanya.
"Eheeemm!"
Suara batuk buatan dari penghulu mererai perdebatan pelik keduanya. Arnold yang terlalu lama menunggu Ana menjadi tidak sabaran. Ia pun inisiatif mengambil pundak Ana, sedikit menarik mendekatkan ke arahnya lalu mencium keningnya.
Ana terbelalak ketika bibir Arnold menempel di atas pucuk kepalanya. Ana ingin mendorongnya, tetapi itu tidaklah mungkin. Ana kesal menerima sentuhan itu dengan hati yang mengutuk-ngutuk suaminya.
"Dasar mesum... awas jika di kamar akan kucekik lehernya itu." Batinnya.
Arnold melepaskan kecupan di pucuk kepala istrinya, kemudian berbisik lembut.
"Jika ingin mencekik maka urungkanlah. Tidakkah kamu menyesal jika harus menjadi janda begitu cepat," bisik Arnold.
Ana terdiam, ia tidak percaya jika Arnold tepat sasaran membaca pikirannya.
Tiba-tiba, suara tepuk tangan riuh terdengar. Ibu Fina dan Tuan Julian memeluk Ana. Sedangkan Arnold mencium tangan kedua orang tuanya di lanjutkan dengan mencium tangan mertuanya. Begitu juga dengan Ana, ia mencium tangan Tuan Rajata dan nyonya Nindy yang adalah mertua barunya.
Setelah acara selesai, mereka berfhoto bersama. Dua keluarga berbaur menjadi satu. Saat akan mengambil fhoto pasangan pengantin, gambaran lucu terlihat dengan jelas. Dimana Arnold dan Ana berdiri berdampingan, sang pria sangat gagah dengan setelan jas berwarna silver sedangkan sang wanita nampak lusuh menggunakan baju tidur karakter Tedy bear berwarna biru muda.
"Kamu pengantin wanita terjelek dan tertua di negara ini," cibir Arnold di samping telinga Ana.
Ana mengepalkan telapak tangannya. Menahan amarah yang tiba-tiba melonjak, dadanya seperti terbakar.
"Jika aku jelek dan tua berarti kamu itu pria buta," balasnya dengan sinis.
"Buta?"
"Iya, buta. Karena kamu menikahiku yang bahkan menurutmu tua dan jelek," tandasnya.
Arnold tersenyum kecil menanggapinya, kemudian merangkul pundak Ana dan memeluknya.
"Hei, apa yang kamu lakukan?"
Ana memberontak ingin melepaskan pelukan itu, tapi Arnold mendekapnya dengan kuat hingga Ana tidak mampu meronta. Ia hanya dengan marah melotot menatap pria itu.
"Diam dan tersenyumlah! Lihat ke depan, Sayang! Kita akan mengambil photo pernikahan," perintah Arnold terhadap istrinya.
Ana benar-benar tidak tahan dengan semua itu. Setelah sesi fhoto berakhir, Ana berlari menapaki anak-anak tangga menuju kamarnya. Ana membanting pintu dan menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Ia menangis sejadinya. Meratapi hidupnya yang bahkan begitu sial.
Semua rencana dream wedding yang di cita-citakannya hancur berantakan. Cintanya hancur, impiannya kandas dan kini jatuh ke tangan duda.
Ana terisak, matanya sembab hingga pupilnya bersemu merah. Ana menangis dengan tubuh telungkup di atas ranjang. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar.
"Tok... Tok... Tok
"Buka pintunya!" pinta Arnold di luar pintu.
Karena Ana tidak juga membukanya, Arnold pun membukanya sendiri dan masuk ke dalam kamar. Ia lihat Ana menangis dengan telungkup, sifat jahilnya pun meronta. Arnold dengan sengaja menepuk pinggul Ana dengan keras.
Paaakk!
Ana bangun dan berteriak dengan marah.
"Arnold... berani sekali kamu menyentuhku. Terlebih menyentuh bagian--
Ana mengatupkan bibirnya tidak berani melanjutkan ucapannya, terlalu memalukan untuknya berkata hal yang terlalu vulgar.
"Memangnya kenapa? Bukankah aku sudah menikahimu, jadi wajar jika aku menyentuhmu. Aku bisa dengan bebas menyentuh seluruh bagian dari tubuhmu itu,"
"Di sini ( menunjuk dada) di sini ( menunjuk bibir) di sini ( menunjuk pinggul) aku bebas menyentuhnya jika aku mau," kata Arnold sambil tertawa.
Arnold benar-benar gila, ia dengan sengaja menunjuk-nunjuk bagian tubuh Ana dengan tidak mengindahkan kemarahan istrinya itu.
"Kamuuu!"
Ana menunjuk wajah Arnold dengan tatapan mengancam.
"Apa?" Arnold menatapnya dengan malas.
"Dasar menyebalkan!" teriak Ana mengambil guling dan melemparkannya ke arah tubuh Arnold dengan tidak sopan.
Arnold dengan cepat menghindari lemparan itu hingga tidak mengenainya. Ana semakin geram, mengambil bantal dan kembali melemparkannya.
BUUGH!
BUUGH!
Kali ini, kedua bantal itu mengenai tubuh Arnold. Ana melampiaskan semua kekesalan di hatinya tetapi Arnold hanya dengan santai tertawa tanpa beban. Ana yang sudah lelah, menjatuhkan tubuhnya duduk di atas ranjang. Ia menekuk seluruh wajahnya hingga tak berbentuk. Ia tidak tau lagi harus berbuat apa untuk hidupnya. Sepertinya, Ana ingin menyerah dan berlari dari kenyataan pahit itu.
"Kenapa diam?"
Arnold mendekat dan duduk di dekatnya. Wanita yang dinikahinya adalah Ana. Umur Ana tiga tahun lebih tua darinya.
Ana bergeming di tempatnya, ia kesal dan emosi setiap kali melihat wajah Arnold.
"Hei, wanita tua," cibir Arnold sengaja supaya Ana marah-marah.
Ana masih diam mendengar semua cemoohan dari Arnold. Sebenarnya, Ana kesal saat Arnold memanggilnya wanita tua. Ingin rasanya ia merebus pria itu.
"Hei, bicaralah! Bukankah nanti malam adalah malam pertama kita. Coba ceritakan padaku, fantasy seperti apa yang ada di dalam otakmu itu," kata Arnold menggodanya.
"Apa kamu benar-benar ingin tau, hah?" Ana berbicara sangat ketus dan sinis.
"Iya, sangat ingin."
"Fantasy yang ada di dalam otakku itu sangat rumit, kamu tidak akan mampu melakukannya."
"Sebutkan fantasinya baru mengklaim ku," desak Arnold.
"Baiklah, fantasy ku itu adalah ... menenggelamkan tubuhmu itu ke dasar laut sampai ikan hiu menyantap daging dan tulangmu itu hingga habis," ujarnya dengan wajah merona puas.
Arnold hanya tersenyum, menatap geli wanita di depannya itu. Arnold tidak menyangka akan menikahi wanita seperti Ana. "Sangat menghibur," gumamnya tersenyum samar.
\*
Hai...hai reader
jangan lupa favoritkan karyaku
😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Sandisalbiah
sebenarnya penasaran dgn kisah masalalu Ana...
2023-08-02
0
Sadrianty Yanti
sejarah baru dalam dunia pernovelan nikahnya pakai baju bobo....😄😄😄😄tapi aku suka......semangat thor aku suka ide ide barumu...
2021-07-24
0
Noorhied
kutukan apa sih yg diterima Ana dulu..
Haaai duda sangat menggoda, aku dulu sangat terobsesi pada duda🙂🙂🙂
2021-06-12
0