Seperti biasanya, selepas bekerja Ana pun masuk ke kamarnya. Rasa lelah yang mendera membuatnya malas untuk membersihkan dirinya. Ana tidur telungkup di ranjang kesayangannya, menjatuhkan diri di tempat ternyaman di dunia ini.
CLEEK!
Pintu kamar terbuka, seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu dengan mangkuk di tangannya. Menatap putrinya yang bernama Ana.
Ana menolehkan kepalanya tanpa beranjak.
"Mama!"
Ana memanggil samar-samar. Matanya sangat mengantuk hingga kelopaknya sesekali menutup. Mama Fina menghampirinya, membelai kepala Ana dengan sangat lembut.
"Sayang, ayo bangun! Mama balurkan lulur kuning untukmu,"
Ana membuka matanya sedikit mengerutkan wajah, menurunkan pandangannya ke arah mangkuk keramik putih di tangan Mama Fina. Ia menatapnya terheran.
"Lulur kuning? Untuk apa lulur kuning? bukankah itu lulur untuk pengantin, Ma?" Ana sekali lagi mengerutkan dahinya tinggi-tinggi dengan perasaan bingung.
"Kamu itu anak gadis mama. Seharusnya, anak gadis merawat dirinya supaya tetap cantik. Inget Ana, dirimu itu adalah aset mu." Mama Fina mengingatkan putrinya untuk tetap merawat diri.
"Ayo bangun!" perintahnya sembari membangunkan Ana menarik pelan lengannya.
Ana bangun dengan terpaksa, mengikuti langkah Mama Fina ke arah kamar mandi. Ana melangkah dengan malas, sesekali langkahnya terhenti namun Mama Fina mendesaknya.
Di kamar mandi, Ana dibalurkan lulur kuning hampir seluruh tubuhnya. Sungguh membuat Ana tidak merasa nyaman.
"Udah, Ma. Ana gak betah, gak nyaman banget," keluhnya dengan manja.
"Hei, anak perawan harus menuruti kata orang tua. Jangan terus melawan takutnya kamu berat jodoh. Lihatlah dirimu, sudah 30 tahun belum juga menikah. Tidakah kamu khawatir akan menjadi perawan seumur hidup," kata Mama Fina seraya terus mengolesi lulur di tubuh Ana.
"Iya, Ana nurut, deh."
Setelah hampir 20 menit, ritual oles lulur pun selesai. Mama Fina keluar dari kamarnya.
"Ana, cepat bersihkan lulur itu dan makanlah! mama tunggu di meja makan," kata Mama Fina di ambang pintu.
"Oh, iya, jangan makan terlalu banyak badan gemuk sangat buruk untuk seorang gadis," tambahnya.
Ana mengangguk pelan kemudian membersihkan tubuhnya saat lulur itu sudah mengering. Ana mengganti bajunya dengan baju tidur karakter Tedy bear, menguncir rambutnya ala kuncir kuda. Wajah polosnya terlihat imut walaupun tanpa make up.
Ana kembali menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Ia benar-benar mengantuk dan rasa kantuknya itu tidak bisa ditolerir. Ia tertidur dalam sekejap bahkan belum makan apapun.
***
Malam hari sekitar jam 8:15 WIB.
Suara keras di balik pintu kamarnya sangat berisik. Mama Fina, menggedor-gedor pintu kamar membangunkan Ana.
Brug... Brug... Brug!
"Ana, keluarlah! Bangun sayang ini sudah malam!" teriak Mama Fina.
Ana yang terganggu segera bangun dari ranjangnya, menyeret kakinya membuka pintu. Ana terbengong, Mama Fina sangat cantik dengan setelan kebaya merah yang elegan. Ia beberapa kali mengerjapkan matanya mengamati mamanya.
"Mama, kok, cantik banget. Memangnya ada acara apa?" tanya Ana.
"Ikutlah dengan mama nanti kamu akan tau sendiri," jawab Mama Fina berteka-teki.
Ana dengan patuh mengikuti langkah Mama Fina menuruni anak-anak tangga. Ana berhenti di tengah perjalanan, mengamati sekeliling rumah yang lumayan ramai dengan beberapa kerabat mendatangi rumah mereka. Ana menyudutkan pandangannya ke arah tiga orang asing yang duduk berdekatan. Ada pasangan suami istri dengan setelan formal, di antara mereka duduk pula seorang pria gagah sekitar 27 tahunan. Wajahnya menarik dengan fitur rahang yang tegas, hidung mancung dengan alisnya hitam dan tebal. Pria itu nampak tinggi dan juga bugar. Ana mengerjapkan matanya. "Apa ini halusinasi," pikirnya.
"Ana, kemarilah! Kenapa terus berdiri dan mematung di sana, Nak?" panggil Mama Fina.
Ana berjalan enggan, perasaan bingungnya masih menggantung di benaknya. Ia mendekat ke arah kedua orang tuanya dan juga tiga tamu asing itu. Ana menjatuhkan lirikan kecil ke arah pria asing di sampingnya. Ia sedikit curiga.
"Pah, ini ada acara apa? Kenapa rumah kita begitu ramai di malam hari seperti ini?" tanya Ana terheran.
"Hari ini acara pernikahanmu dengan 'nak Arnold. Itu ... pria di sampingmu adalah calon suamimu," kata Pak Julian sembari memberikan isyarat menunjukan calon suami bagi putrinya.
Ana tekesiap kaget, kakinya melangkah mundur, aura gelap mengitari wajahnya. Ia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan.
"Apa? Menikah? Menikah bagaimana maksud papa? Bahkan Ana tidak tau apa-apa soal pernikahan ini. Dan dia, siapa dia, anak tidak mengenalnya, Ana tidak mau menikahinya,"
Ana menoleh ke arah Arnold dengan tatapan marah, Ana bahkan memelototkan matanya tajam menatap sinis wajah Arnold.
"Anaaaa... jaga ucapanmu! Apa kamu tidak diajari sopan santun oleh papa, hah?" teriak Pak Julian dengan wajah merah padam.
"Tapi 'pah, Ana--
"Cukup... tutup mulutmu itu! Papa tidak mau dengar alasan apapun darimu." Pak Julian memotong bantahan Ana.
"Pokoknya Ana gak Sudi menikahi dia." Ana menunjuk wajah Arnold dengan jari telunjuknya.
"Ana... yang sopan kamu!" teriak Pak Julian sembari menarik lengan putrinya yang lancang.
Ana terdiam kemudian berbalik badan berniat melarikan diri, tetapi Pak Julian menahannya menggenggam pergelangan Ana dengan kencang.
"Mau ke mana kamu? Mengertilah Ana, kamu tidak kasihan dengan kedua orang tuamu ini, kami malu mendapati dirimu yang belum menikah di usia 30 tahun. Kami melakukan ini karena sangat menyayangimu. Kami ingin melepaskan gantung waris mu itu, kamu harus menikah seperti ini agar kutukan dari mantanmu itu hilang," ungkap Pak Julian dengan lirih.
"Harusnya kamu bersyukur aku mau menikahimu. Umurmu itu sudah 30 tahun, jadi jangan pilih-pilih calon suami. Seusiamu hanya bisa menerima bukan memilih." Arnold mencibir wanita di sampingnya karena keras kepala.
Arnold yang menimpali ucapan Pak Julian bahkan sedikit menyisipkan sindiran keras untuk Ana, hanya membuat wanita itu lebih marah padanya.
"Diam kamu! Orang luar tidak harus ikut campur!" teriak Ana dengan marah.
Pak Julian tidak terima dengan sikap Ana yang tidak sopan terhadap Arnold dan keluarganya. Pak Julian repleks mendaratkan tamparan keras di wajah putrinya. Ini kali pertama ia menampar Ana.
PLAAKKK!
Ana terbengong, pipinya panas dan sakit, telinganya berdengung. Ia tidak percaya jika papah yang sangat menyayanginya menampar dia di depan banyak orang.
"Sekarang... tutup mulut lancangmu itu! Kamu harus tetap menikah dengan 'Nak Arnold. Suka tidak suka, mau tidak mau, Papah tidak perduli," teriak Pak Julian.
Pak Julian menarik paksa putrinya menghadap ke depan penghulu, memaksa Ana duduk patuh dengan Arnold yang sudah berada di sampingnya.
Ana duduk dengan terpaksa, tangannya mengepal mencengkram ujung baju tidur yang masih di kenakannya. Matanya merah dengan sedikit genangan air. Wajah bangun tidurnya begitu kentara terpapar cahaya lampu.
Arnold menoleh, menarik ujung bibirnya tersenyum miring. Matanya tajam seolah mencibir Ana yang tidak berdaya.
"Bersiaplah calon istriku," bisik Arnold menyunggingkan senyum misterius.
"Akan kubunuh kamu!"
Ana mengancam calon suaminya dengan mengeratkan giginya bertautan atas dan bawah.
~Bersambung~
Happy reading ❤️
jangan lupa like dan komennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Noorhied
Menikah dengan baju tidur..iiissshhhh....romantisnya...😍😍😝😝😝😝
2021-06-12
0
Putri Adinda Sri Maharani
bagus....aku suka....lanjut bosss
2021-03-19
0
Dinda Natalisa
Hai author aku mampir nih kasih like jangan lupa mampir di novel ku "menyimpan perasaan" mari saling mendukung.
2021-03-08
2