Melewati malam yang melelahkan dan menegangkan sungguh luar biasa tetapi ini bukanlah akhir dari penderitaan Ana, melainkan awal di mana dirinya harus siap berperang melawan perasaannya sendiri.
Hari ini lumayan mendung, udara masih begitu dingin di jam sembilan pagi. Awan putih enggan berlalu lalang di langit abu-abu tua.
Ana.
berdiri di depan jendela kaca terbingkai kayu coklat, meluruskan semua pandangannya yang rapuh, memandangi gambaran hidupnya sendiri yang rumit.
"Haruskah aku terus melihatmu melamun seperti itu?"
Suara berat Arnold melintas memutus lamunan Ana yang dalam, entah kenapa Ana merasakan emosinya naik turun saat melihat Arnold, mungkin kehadirannya yang mendadak atau Ana belum siap menyambut kehadiran pria itu dalam hidupnya.
Ya, sejak cintanya kandas dengan seorang pria bernama Agus Bratha Yuda, Ana tidak pernah lagi jatuh cinta dan tidak membuka hatinya untuk waktu yang lama. Luka yang di goreskan Agus terlalu sakit dan dalam. Ana sangat mencintai Agus sejak masih bersekolah, kemudian berpacaran saat SMA. Masa-masa itu sangat indah dalam kenangannya, Ana berpacaran sampai keduanya lulus kuliah, namun setelah Agus bekerja di sebuah perusahaan besar, dia jatuh cinta dengan wanita lain dan meninggalkan Ana. Hal itu masih jelas dalam ingatannya, rasa terluka membuat Ana trauma dalam cinta.
Ana menolehkan kepalanya ke arah suara yang berat itu. Melihat seorang pria berkaos putih polos dengan nampan yang berisi sarapan di tangannya. Dengan suara malas Ana membuka mulutnya.
"Apa itu? mau menyogok, ya? tapi sayang, aku tidak suka minum susu apalagi susu putih," tandasnya dengan raut acuh.
Ana menolak mentah-mentah bentuk perhatian suaminya. Arnold hanya membawakannya segelas susu hangat dan roti panggang aroma margarin bahkan dengan susah payah Arnold membuatnya. Arnold tidak pernah melayani siapapun dalam hidupnya, ia lahir dari keluarga kaya raya, tidak pernah kekurangan pelayan yang membantunya. Tetapi untuk Ana, ia sengaja bangun pagi-pagi dan menyiapkan sarapan. Penolakan Ana yang terang-terangan membuat suasana hati Arnold memburuk. Arnold menjatuhkan tatapan sinis.
"Kalau tidak suka buang saja! Lagi pula ini bukan untukmu, ini hanyalah bagian dari siasat saja," ungkapnya kesal.
Arnold berkata dengan arogan, terlihat kemarahan yang begitu membara di matanya. Arnold menyeringai menatap tajam istrinya.
Sedangkan Ana terlihat bingung.
"Siasat? siasat apa maksudmu?" Ana bertanya dengan mengerutkan keningnya.
"Apakah kamu benar-benar sudah sangat tua hingga pikun separah ini, bukankah kita pengantin baru dan semalam adalah malam pertama kita?" cibirnya dengan menjatuhkan dirinya bersandar malas di atas sofa.
"I-itu aku mengingatnya, tapi apa hubungannya dengan sarapan?" Ana tergagap wajahnya bersemu merah. Arnold terus mengingatkannya soal malam pertama, tentu saja itu membuatnya malu.
Arnold menatapnya sebelum menjelaskan dengan gamblang apa yang di maksud dengan siasat itu. Arnold menarik kembali arah matanya, berbicara dengan sejelasnya.
"Coba kamu pikir, jika kamu yang berjalan ke dapur dan membuat sarapan sendiri, bukankah hal itu akan membuat orang tuamu curiga? mana ada pengantin baru yang melakukan malam pertama berjalan dengan gagahnya. Setidaknya, kamu akan berjalan pincang dan terlihat sangat lemah, bukan?" ungkapnya dengan gamblang.
Sekali lagi Ana mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Arnold.
"Apakah sampai seperti itu? Mengerikan! gumamnya pelan, namun suara Ana yang samar-samar masih terdengar jelas oleh Arnold.
"Memang begitu. Jika tidak percaya, ayo kita coba!" ajaknya menggoda Ana. Arnold melempar senyum mengamati ekspresi Ana.
"Enak saja, awas jika kamu berani macam-macam!" gerutunya sembari memelototi Arnold.
Arnold tertawa menatap Ana. Menurutnya, Ana gadis yang paling unik di matanya. Arnold menarik ujung alisnya dengan tatapan puas.
"Kamu harus pura-pura berjalan pincang saat keluar kamar, terlebih jika bertemu mama dan papa. Supaya mereka tidak curiga jika semalam kita tidak melakukan apa-apa," perintahnya.
Ana benar-benar tidak percaya akan adanya pemikiran seperti itu. Ucapan Arnold haruskah dia percaya dan mengikutinya. Ana sangat bingung dan tidak mengerti apakah tindakan seperti itu hal yang wajar.
"Haruskah aku berpura-pura seperti itu? apakah itu tidak memalukan?" tanya Ana dengan tatapan ragu.
"Iya, kamu harus melakukannya. Jika tidak mau jangan salahkan aku kalau kamu pincang sungguhan." Arnold mengancam.
"Iya, aku akan melakukannya. Aku akan pura-pura berjalan pincang sesuai keinginanmu," jawab Ana dengan patuh.
Arnold tersenyum untuk sesaat. Mendekatkan tubuhnya ke arah tubuh Ana, mengambil pinggangnya dan menciumnya dengan dalam. Ana memberontak berusaha menolak ciuman itu. Tetapi, Arnold terus menekannya. Setelah beberapa saat Arnold melepaskannya.
"Itu hadiah untukmu karena patuh dengan perintah suamimu," ucap Arnold ringan dan berlalu pergi menuju teras depan.
Ana dengan gugup mengambil nafas yang ngos-ngosan.
"Kenapa nafasku ini selalu hilang saat dicium si duda mesum itu." Batinnya.
Ana sedikit hilang fokus atas dirinya, ia duduk lemas di sisi ranjang sembari mengatur ulang nafasnya.
Setelah beberapa menit, Ana merasa bosan di dalam kamarnya. Perutnya juga lapar. Ia sedikit membuka pintu kamarnya, celingukan seperti seorang pencuri. Melihat sekeliling sepi, Ana berjalan keluar dengan mengendap-endap. Ia menuju halaman belakang. Saat ia sedang sibuk berjalan, suara mama Fina memanggilnya.
"Ana... kamu mau kemana, sayang? kok pengantin baru jalan sendirian, di mana suamimu?" tanya mama Fina.
"Oh, Arnold di teras, Ma. Sedangkan Ana... Ana mau ke kebun belakang. Mau cari angin," jawab Ana sembari tersenyum hangat.
"Loh, loh, loh, kamu itu pengantin baru, masa udah kelayapan aja. Apa kamu sudah tidak apa-apa?" tanya mama Fina dengan tatapan serius.
"Ana ... Ana udah baikan kok, Ma. Cuma kurang nyaman sama sedikit ngilu," jelasnya dengan wajah memerah.
"Iya, mama ngrti. Mama juga pernah ngalamin. Setelah 2, 3 hari akan terbiasa," ucap mama Fina menahan senyum.
"Jika masih sakit suruh suamimu melakukannya pelan-pelan." Mama Fina terkekeh.
Ana benar-benar malu mendengar ibunya berbicara begitu terhadapnya. Bahkan Ana belum melakukan apa-apa dengan Arnold. Ana dengan segera mencari alasan untuk kabur menghindari mamanya.
"Ma, Ana gerah. Ana pengen ke kebun dulu, ya?" ucapnya sembari berlalu pergi dengan pura-pura berjalan pincang sesuai instruksi suaminya.
Ana dengan buru-buru pergi dari hadapan mama Fina, ia sudah tidak tahan mendengar soal malam pertama yang sama sekali belum ia lakukan.
"Bener kata si duda mesum itu, jika pengantin baru harus pura-pura berjalan pincang. Huh ... sungguh menggelikan sekali dunia ini," gumamnya.
***
Kebun bunga
Ana jalan-jalan berkeliling di kebun bunga yang ditanamnya sendiri. Menikmati keindahannya dengan sesekali menciumnya.
Tiba-tiba, Ana terperanjat saat sebuah tangan kokoh menepuk bahunya. Ia menoleh dan mendapati Arnold berada di belakangnya. Ana menatap pria itu, wajah Arnold berkelip di bawah sinar matahari. "Sungguh tampan mahluk ini," gumamnya tanpa sadar.
***
Hai readers...
jangan lupa like, coment dan votenya biar
aku semangat. favoritkan juga ya
trims.❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
sheka
lancuuut thor 💪💪
2021-08-01
0
Setyowti Puji Rahayu
ceritanya bagus thor
2020-12-12
1
May
ceritanya seru n bikin baper thor 👍👍👍
2020-10-19
3