Wanita Yang Tercampakan
Kulihat wanita di sampingku, wajahnya tampak kusam, terlihat di bawah mata hitam samar. Menampilkan seperti mata panda.
Rambut yang terikat hanya dengan tali karet saja, dengan tangan terlihat penuh luka.
Hatiku merasa sangat pilu melihat penampilan seorang wanita yang seakan tak terawat, di sampingku. Ia menundukkan pandangan terlihat sekali begitu banyak beban yang ia rasakan.
Rasa penasaran dalam hati kian menggebu, ingin bertanya? Namun, mulut tak kuasa.
Di bis yang memang padat penumpang hanya aku yang duduk bersebelahan dengan wanita itu.
Tangannya bergetar hebat seakan ia ketakutan, apa yang harus aku lakukan? Rasanya inginku genggam tangan yang bergetar dan penuh bekas luka itu.
Menarik nafas pelan tanganku mulai refleks memberi botol minum berisi air.
"Mbak, silakan minum."
Rasa hatiku seakan tak karuan, apa dia akan menerima botol minum yang di sodorkan tanganku. Tapi rasanya tidak mungkin pasti dia tidak sembarangan menerima botol minum pemberian orang.
Ternyata perasaanku salah, wanita itu membalikkan badan. Tangan bergetarnya meraih botol minum yang aku sodorkan, aku kaget. Dadaku berdetak kencang lebih cepat dari sebelumnya.
Dari balik rambut dan tampilan berantakan, wajah wanita itu begitu manis, cantik.
Sederhana, membuat kedua mataku terpana.
Ya tuhan, ada wanita secantik ini di sebelahku.
"Maaf, kalau saya boleh tanya mbak mau ke mana ya?" tanyaku. Sedikit ragu-ragu.
"Entahlah, aku bingung mas. Aku kabur dari rumah!" jawabnya. Matanya mulai mengeluarkan air mata secara tiba-tiba. Aku mulai bertanya lagi pada wanita di samping kursi bis ini.
"Loh, kok bisa. Kenapa? Nanti orang tua Mbak cari keberadaan Mbak loh. Kasihan mereka," ucapku dengan sok bijak dan menasihati. Padahal aku belum tahu cerita sesungguhnya.
Tiba-tiba wanita di sampingku menangis terisak-isak. Membuat para penumpang di bis menatap wajahku sengit, kucoba menenggakkan wanita ini dengan berkata lembut." Mbak jangan menangis."
Tangisannya malah semakin terdengar keras membuat aku menjadi bingung dan kewalahan.
"Eh Mas, kasihan istrinya sampai menangis begitu," ucap salah satu penumpang membuat aku bengong seketika.
Ya ampun, istri dari mana. Kekasih juga tak punya. Maklum aku jomblo sejati.
"Eh, mbak saya mohon jangan menangis. Orang-orang pada liatin kita. Stop ya," ucapku menenangkan wanita di sampingku.
"Mas ... mas kalau istri nangis tuh peluk biar dia tenang, ini malah di biarin gitu aja," ucap bapak-bapak di sebelah kiri tempat duduk.
Peluk, ya aku mau aja. Lah ceweknya mau enggak. Kan tahu sendiri dia bukan istriku. Ahhk netizen ini benar-benar rombeng mulutnya.
Tiba-tiba wanita itu berbalik arah pada bapak-bapak yang mengatakan tentang pelukan.
"Maaf pak, dia bukan suamiku."
Semua orang langsung menutup mulutnya, membuat keheningan di dalam bis.
Perjalanan yang aku lalu masih terbilang sangat jauh, aku merantau dari kampung halaman Surabaya menuju Jakarta. Untuk mencari kerja, setelah lulus wisuda. Aku ingin membuktikan pada orang tua bahwa aku bisa mempunyai pekerjaan yang mapan di perusahaan besar.
Itulah cita-cita yang aku impikan saat ini.
"Mas, nya mau ke mana?" tanya wanita di sampingku. Menampikan senyuman yang tak biasa, rasanya bis ini begitu panas ketika senyuman itu tertuju padaku.
Ahhk jelas aku terlalu berkhayal, karna kelamaan jadi jomblo.
"Kebetulan saya lagi cari kerja mbak berhubung, saya baru lulusan wisuda. Mbak sendiri?"
"Aku bingung mau ke mana? Karna ...."
Seketika bis pun berhenti, wanita yang belum aku tahu namanya itu. Malah turun dengan tergesa-gesa seakan ada sesuatu yang membuatnya ketakutan.
Menepuk jidat, menyenderkan punggung pada kursi bis. Membuat hatiku menjadi galau. Ya ampun baru pendekatan sudah hilang entah ke mana.
Namun, aku masih penasaran dengan bekas luka di tangan dan juga bibirnya.
Sebenarnya ada masalah apa dengan wanita itu?
#Kau_Buang_Istrimu_Seperti_Sampah_Ku_Pungut_Dia_Seperti_permaisuri.
Tak terasa perjalanan ku menuju kota jakarta telah sampai, benar-benar perjalanan yang sangat melelahkan. Membuat seluruh badan terasa remuk dan pegal-pegal. Setelah ini aku harus mencari tempat tinggal semacam kontrakan.
Agar aku bisa mengistirahatkan sejenak tubuh yang lemas dan letih ini. Akhirnya sampai juga di kontrakan kecil walau ya terlihat kumuh, ini cukup untuk tempat tinggal sementara. Selama aku belum mendapat pekerjaan.
Dengan beralas tikar, ku rebahkan tubuh ini, dengan pelan. Rasanya nyaman, walau tak senyaman di rumah emak di kampung. Demi tekad dan juga keinginan aku harus sukses demi masa depan dan cita-citaku.
Ku usap kasar wajahku, tak terasa waktu adzan pun telah tiba, Dimana waktu adzan isya berkumandan. Mengucap kata alhamdullilah, langkah kaki ini. Ku langkahkan menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu dari pancuran keran.
Mengambil sajadah dan menggelar di atas lantai. Ku pasrahkan semua urusan dunia kepada Ilahi Robbi, melupakan dan berserah diri untuk tetap khusyuk dalam menjalankan Shalat.
Tak lupa setelah Shalat, ku panjatkan doa dengan mengangkat kedua tangan. Memuji sang maha kuasa dan juga mendoakan emak bapak di kampung. Tak terasa air mata ini mengalir perlahan mengenai pipi.
Tiba-tiba, dalam pikiranku terbayang wanita yang berada di bis saat duduk bersebelahan denganku. Astagfirullah, kenapa dengan pikiranku? Aku meminta ampun dan meminta petunjuk ada apa dengan wanita yang bertemu denganku saat di bis itu.
Ku lipatkan sajadah yang menggelar di atas lantai, dengan rapih. Entah hati ini rasanya tak karuan, seakan ada yang mengganjal.
Apa terjadi sesuatu dengan wanita itu? Akh, segera ku tepis semua pikiran jelek yang menghantui kepalaku saat itu.
Tak terasa malam begitu cepat berlalu, hingga mataku menutup perlahan. Terhanyut dalam mimpi yang perlahan datang.
Aku berjalan di hutan yang gelap, tak ada sinar cahaya di sana. Berjalan menginjak setiap ranting pohon rasanya perih sakit mengenai kaki.
Tanpa rasa lelah aku terus berjalan, walau dalam kegelapan. Hingga akhirnya telinga ini mendengar suara jeritan dan lolongan seorang wanita.
"Sakit ... mas, aku mohon hentikan."
Suara itu, suara wanita. Ada apa dengan wanita itu? Berlari tergopoh-gopoh pada akhirnya aku menemukan satu titik cahaya terang. Dimana cahaya kecil itu menyorot pada kedua mataku.
Tangan ini mulai menutup kedua mataku, karna cahaya yang menyilaukan. Membuat kedua mataku pedih.
"Mas, sakit ... ampun mas."
Suara itu terdengar lagi dan semakin mendekat. Dengan terpaksa aku meneruskan langkah kaki ini agar bisa cepat sampai menuju sumber suara itu.
Apa itu? Bukankah wanita itu?
Kedua mata lelaki itu menatap tajam kearah wajahku, ia seakan menyimpan kebencian yang teramat dalam. Sorot matanya tak lepas menatap wajahku.
Wanita itu menangis, menyodorkan tanganya. Meminta tolong kepadaku.
Dengan lantangnya aku menghampiri wanita itu, berniat untuk menolong, saat tangan ini meraih tanganku satu celurit datang siap memotong tanganku.
Dan ahkk ... Ya Allah ini hanya mimpi ternyata.
Melihat jam alarm berbunyi, Dimana waktu adzan subuh berkumandang. Dengan keringat dingin membasahi, aku mulai meraih handuk untuk membersihkan diri.
Menjalankan Shalat subuh. Tak lupa berdoa, meminta petunjuk apa arti dari mimpiku semalam.
Pagi pun menjelang. Dimana aku berangkat untuk bekerja saat itu, sesaat keluar dari dalam kontrakan. Aku menelusuri gang-gang kecil, melewati semua wanita yang entah sejak kapan mereka memandangi diriku ini.
Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Atau aku bau? Atau aku culun?
Menepis pikiran jelek itu, mungkin aku terlalu kepedean. Langkah kaki terhenti karna kedua gua hidungku mencium wangi nasi uduk saat itu. Wanginya, membuat cacing-cacing di perut meronta-ronta meminta jatah untuk sarapan.
"Bu, nasi uduknya satu ya," pintaku pada ibu-ibu penjual uduk itu. Entah kenapa matanya tak henti memandang wajahku, hingga nasi yang ibu penjual itu ambil dengan sinduk berhamburan ke mana-mana.
"Bu ... ibu ...." Memanggil-manggil nama ibu penjual dan melambai-lambaikan ke arah wajahnya dengan tanganku.
"Eh, den maaf. Lah, nasinya berantakan ya. Maaf ya, tunggu sebentar ibu ganti yang baru," ucap ibu penjual nasi uduk itu. Segara membungkuskan nasi uduk yang baru.
"Berapa?" tanyaku, ibu penjual itu malah menatapku genit. Ia Senyum-senyum sendiri.
"Oh, tujuh ribu saja!" jawabnya.
Kuberikan uang sepuluh ribu pada ibu penjual uduk itu.
Dia meraih uang itu sembari menyentuh sedikit tanganku begitu genit, aku yang melihatnya bergidig ngeri.
"Maaf ya den, habis Aden ganteng si. Soalnya baru kali ini ada orang ganteng mau tinggal di kontrakan kumuh daerah sini," ucap penjual uduk itu kepadaku.
Apa yang di katakan ibu penjual uduk tadi, aku ganteng? Sungguh di luar logika. Masa ia aku ganteng? Meraih ponsel melihat pada layar ponsel, eh. Ganteng sih lumayan pasaran lima puluh ribu.
Aku tertawa sembari berjalan, ada rasa bangga karna di kentarakan ini aku yang paling ganteng. Tapi coba kalau aku berada di kampung, Ahhk. Aku yang paling buluk.
Rasa senang kini kian kurasakan, bahagia karna pagi-pagi di sambut dengan pujian. Oh ... mantap. Tapi tetap saja aku harus menjauhi sifat angkuh, karna itu sifat yang tidak di sukai sang maha kuasa.
Aku harus cepat-cepat menaiki bis menuju kota untuk bergegas mencari pekerjaan.
Sesaat bis berhenti di depan mata, aku bergegas naik melangkah pada bis itu.
Namun, brug ... seseorang malah membuat aku tersungkur jatuh.
Siapa wanita yang tengah menabrak ku saat itu? Aku mulai meraih pundaknya, tapi supir bis menyuruhku untuk segera naik.
Dengan terpaksa kuurungkan keingin tahuan tentang wanita yang menabrak ku saat itu.
Kadua mataku benar-benar di manjakan dengan pemandangan gedung-gedung yang menjulang begitu tinggi. Membuat aku kagum, begitu luar biasa ciptaan manusia. Dengan akal dan pikiran kerja keras, kerja sama. Mereka bisa membangun gedung-gedung megah itu.
"Permisi mas, boleh aku duduk di kursi ini."
Aku menatap gadis berambut panjang itu tersenyum kepadaku.
"Silakan mbak."
Entah kenapa setiap menaiki bis selalu saja bersebelahan dengan seorang wanita. Ahhk, nasibku bagus ternyata di Jakarta.
Next enggak
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 289 Episodes
Comments
Ilah Alfiah
🤣🤣🤣🤣🤣🤣kirain pasaran ceupe 3
2022-07-13
0