Bab 5 Ujian Untuk Haikal

 

 

 

Kedua mataku membulat menyaksikan, wanita berdiri  di abang pintu apartemen dengan memakai pakaian yang terlihat minim. Ternyata itu adalah Bu Nina.

 

Aku kira dia berubah, dengan tampilannya menjadi wanita berhijab. Namun ternyata aku salah, karna bagaimana pun manusia tidak bisa memaksa keinginan hati seseorang. Apa pun keinginan harus di dasari dengan hati, dan kemantapanan jiwa.

 

Aku pernah mendengar perkataan emak, beliau pernah berkata padaku." Kalau punya istri usah ain yang berhijab ya nak."

 

"Tapi kalau jodohnya enggak yang berhijab gimana mak, kan  namanya jodoh sapa yang tahu."

 

"Kalau kamu dapatnya yang enggak berhijab, ya kamu kasih tahu dia. Pelan-pelan, ajari dia untuk menutup aurat, insya Allah wanita mana yang enggak bakal nurut sama kamu."

 

"Iya dia nurut, terus karna terpaksa gimana?"

 

"Enggak papa terpaksa juga lama-lama menjadi terbiasa."

 

"Memang apa istimewanya sih mak wanita berhijab dan yang enggak."

 

"Enggak ada bedannya, semua wanita sama saja. Mereka sama-sama istimewa. Yang berhijab yang enggaknya mereka patut kamu hormati. Cuman kamu mau nanti aurat istrimu yang harus di tutupi  terlihat oleh lelaki lain."

 

"Ya enggak mau lah."

 

"Makanya, kalau kamu dapat yang enggak berhijab juga nanti kamu ajari dia."

 

"Oh ya mak, kalau nanti aku dapatnya janda bukan gadis gimana?"

 

Emak tertawa, sembari menggeleng-gelengkan kepala seraya menjawab!" Kalau memang jodohnya kenapa enggak boleh, emak enggak bakal melarang kamu. Yang terpenting wanita itu sayang sama emak sama kamu. Haikal semua wanita sama di hadapan sang maha kuasa mereka mulia, yang membedakan hanya di mata manusia karna status. Jadi kalau nanti kamu dapat ya janda atau gadis, emak ingatkan kamu. Perlakukan wanita yang menjadi istrimu sebaik mungkin, ingat itu. Atau ku gorok kamu nak."

 

"Ya elah mak, sadis bener."

 

Itu lah obrolanku dulu bersama emak. Ahk, rasanya kangen dengan perkataan emak yang selalu menasihati. 

Emak menasihati tanpa memaksa aku. Harus begini harus begitu, beliau memang ibu terbaik bagiku.

 

Melangkah berjalan menghampiri Bu Nina, melihat kedua matanya tampak bengkak seperti habis menangis, ada apa dengan Bu Nina? 

 

"Bu Nina?"

 

"Haikal." Bu Nina melangkah  menghampir badanku. Ia hampir saja memeluk tubuhku ini, untung saja aku langsung  menghindar.

 

Tubuhnya terduduk di atas lantai, ia menangis terisak-isak. 

"Bu Nina, kenapa? Ayo berdiri bu. Malu di lihat orang nanti di kira apa," ucapku meraih kedua lengannya agar berdiri lagi.

 

Bu Nina masih menangis, sesegukan.

"Gimana kalau kita pergi ke cafe terdekat, kalau aku bawa Bu Nina masuk ke dalam apartemen. Nanti apa kata orang?"

 

Sebenarnya di apartemen ini tampak sepi, 

 

Orang tidak akan memperdulikan kami kalau masuk  berdua ke dalam apartemen.

 

Namun tetap saja aku sebagai lelaki merasa risi, karna menurutku tidak baik membawa seorang wanita masuk ke dalam apartemen.

Setidaknya aku adalah lelaki yang punya nafsu, aku takut tidak bisa mengontrol diri. Apalagi dengan tampilan baju Bu Nina yang minim dan terlihat seksi, mungkin setan akan berusaha menggodaku. Hingga iman ku lemah. Sesungguhnya menghindari lebih baik.

 

 

Setelah sampai di Cafe, kami duduk dan memesan minuman. 

"Coba Bu Nina jelaskan, kenapa Ibu menangis?" tanyaku pada wanita yang tengah duduk di hadapanku. Wajahnya tampak murung, ia membungkukkan pandangannya ke bawah, seakan enggan bertatap muka denganku.

 

Bu Nina masih saja diam, ia tidak menjawab pertanyaanku saat itu. Entah kenapa dengan dirinya?

 

"Bu, kenapa ibu diam saja?"

Bu Nina benar-benar tidak menjawab pertanyaanku. Entah ada apa dengan dirinya, sehingga ia bungkam dan tak mau bicara.

 

Aku mengusap kasar rambutku, menyenderkan punggung pada kursi. 

Saat itu mulut Bu Nina mulai berani berkata." Sebenarnya ...."

 

"Sebenarnya apa, Bu?" tanyaku yang tak sabar mendengar masalah apa yang di hadapi oleh Bu Nina saat ini.

 

"Haikal, apa kamu mau menikah dengan saya?"

 

Aku yang mendengar perkataan Bu Nina, membuat punggungku yang menyender seketika bangkit duduk dengan tegap. Menempelkan kedua lenganku pada meja, menatap tajam kearah wanita yang duduk di hadapanku.

 

"Jangan bercanda, Bu," ucapku.

 

"Saya serius Haikal. Sebenarnya papah saya mau menjodohkan saya dengan lelaki pilihannya!" jawab Bu Nina air matanya mengalir.

 

"Terusss .... Apa hubungannya dengan saya, Bu?" tanyaku yang tak mengerti.

 

"Saya ingin kita menikah kontrak, selama satu tahun. Untuk mengelabui papah saya agar tidak menikahkan saya dengan lelaki pilihannya!"

 

Saat itu aku menolak keras  keinginan Bu Nina, dengan menepak meja cafe begitu keras.

 

"Saya menolak bu, karna pernikahan itu bukan sebuah permainan. Jadi maafkan saya, saya tidak bisa membantu ibu."

 

Aku berdiri  dari tempat duduk, melangkah maju, pergi dari hadapan Bu Nina. Tapi dia malah menarik jari tanganku yang mengepal.

 

"Haikal saya mohon bantu saya, pleas. Saya akan bayar kamu lebih besar dari gaji kamu, gimana?"

 

Kedua mataku melirik pada wajah Bu Nina, ada rasa kasihan menyelimuti hati. Tapi harus bagaimana lagi, aku tidak mau. Membuat pernikahan hanya untuk sebuah permainan.

 

Apa nanti kata emak. Dia akan kecewa dengan aku yang sebagai anaknya.

 

"Maaf Bu, sebaiknya ibu cari saja pria lain. Saya tidak bisa Bu."

 

Menepiskan tangan Bu Nina yang memegang jari tanganku.

"Kalau itu jawaban mu. Besok kamu jangan bekerja di tempat saya lagi," ancam Bu Nina. Membuat langkahku terhenti seraya menjawab." Baik saya akan pergi, terima kasih atas semuanya Bu Nina."

 

Mungkin ini adalah keputusan yang terbaik, aku tidak mau terjerumus dalam kebohongan. Yang memang kebohongan itu akan terus menerus dilakukan.

 

Pagi hari aku mengembalikan fasilitas yang di berikan oleh Bu Nina padaku. Baru saja bekerja sudah dapat masalah, biaralah. Demi kebaikan menjauhi yang buruk mendekati yang lebih baik.

 

"Apa kamu tidak menyesal Pak Haikal, padahal saya kasih kamu semuanya. Tinggal kamu menuruti keinginan saya."

 

"Bagi saya tidak ada kata menyesal bu. Lebih baik menyesal sekarang dari pada harus menyesal  pada akhirnya."

 

"Kamu ini keras kepala Pak Haikal. Menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi orang sukses dan kaya raya."

 

"Bukan dengan cara seperti itu bu. Untuk mendapatkan kesuksesan dan kekayaan, bukan dengan cara instan. Seperti yang di tawarkan Bu Nina."

 

"Kamu benar-benar bodoh Pak Haikal."

 

"Saya. Bukannya ibu yang seperti itu, harusnya masalah pribadi jangan dibawa ke tempat pekerjaan. Dan untuk masalah perjodohan jika ibu tidak mau, harusnya ibu lebih tegas menolak."

 

"Diam kamu Haikal."

 

"Dari tadi saya diam. Cuman ibu yang terus bicara."

 

 

Aku segera pamit meninggalkan Bu Nina, yang tengah emosi karna perkataanku.

 

Dengan berjalan gontai, terasa lemas badan ini. Aku kembali lagi ke kontrakan yang pernah aku tempati kemarin.

 

"Pak Haikal balik lagi?"

 

"Iya Bu, saya mau mengontrak lagi di sini apa boleh? Soalnya saya di pecat di tempat kerja."

 

"Boleh pastinya Nak Haikal. Kontrakan ini selalu terbuka untuk Nak Haikal, oh ya. Ibu turut prihatin semoga aja Nak Haikal dapat lagi kerja ya."

 

"Amin, maka sih Bu."

 

"Sama-sama. Ini kuncinya."

 

Ku rebahkan tubuhku di atas tikar, dengan pelan. Rasa kantuk kini ku rasakan, membayangkan kebahagiaan yang baru saja di rasakan kini sirna seketika.

 

Mengusap pelan wajah dengan tangan seraya menyebut sang maha kuasa Allahu Akbar.

Di balik ujian ini selalu tersimpan kebahagiaan.

 

Aku hanya tinggal berusaha, ikhtiar dan berdoa.

 

Rasa rindu kian menghantui pikiranku, ingin menghubungi emak. Namun aku sedikit malu, aku takut emak kuatir dengan anaknya ini yang di pecat dari pekerjaan.

 

Waktunya untuk tidur melupakan masalah. Dan menunggu hari esok untuk mencari pekerjaan baru.

 

Saat mata mulai menutup secara perlahan, suara  cacing perut seakan meronta-ronta meminta jatah makanan. Aku merogok dompet dan hanya ada selembar uang dua puluh ribu saja. Mana cukup untuk besok ongkos mencari kerja, biar aku tahan dulu saja sampai pagi.

 

Tok ... tok ..

Suara pintu di ketuk. Ternyata tetangga sebelah.

 

"Loh Bu Nunik ada apa?" tanyaku. Wanita tua itu menyodorkan rantang berisi makanan kepadaku.

 

"Ini Nak, dimakan ya. Kebetulan ibu masak banyak, jadi ini untuk Nak Haikal."

 

"Alhamdulillah, terima kasih  Bu."

 

Aku meraih rantang nasi itu dengan kedua tanganku rasanya bahagia. Bisa mengisi perut yang tengah keroncongan.

 

Pertolongan Allah selalu saja ada, dia tahu. Dimana umatnya tengah kesusahan. Rezeki memang enggak ke mana.

 

Memakan makanan yang di berikan Bu Nunik, sungguh nikmat terasa.

 

***********

 

Pagi hari aku melihat Suami Bu Nunik tengah kewalahan memperbaiki angkotnya, dengan sigap ku bantu dia.

 

"Kenapa pak mobilnya?"

 

"Aduh mogok, den!"

 

Mencoba untuk memperbaiki angkot milik Pak Hasan, dengan keahlian yang di berikan almarhum bapak dulu. Saat almarhum memulai usahanya membuka bengkel mobil motor.

 

Namun, sekarang bengkel almarhum mengalami kebangkrutan. Karna bapak yang sering sakit-sakitan dan uang hasil bengkel habis untuk berobat bapak di rumah sakit.

 

"Alhamdulillah sudah beres pak."

 

"Benaran, den."

 

"Iya pak."

 

"Makasih den. Ini ada uang sedikit."

 

"Gak usah pak, saya ikhlas."

 

"Terima saja. Rezeki."

 

"Gimana kalau saya ikut bapak narik angkot."

 

"Emh, ya sudah ayo."

 

 

Selagi aku belum mendapat pekerjaan, lumayan narik angkot saja dulu.

Pekerjaan apa pun akan aku lakukan selama itu baik dan juga halal.

 

"Pak Haikal," panggil seorang wanita yang tak lain adalah Bu Nina.  Ia melipatkan kedua tangannya seraya berkata," jadi sopir angkot sekarang."

 

"Ya, alhamdulillah selama belum dapet pekerjaan. Kerja apa aja yang penting halal!" jawabku. Membuat Bu Nina merasa kesal dengan jawaban yang aku lontarkan.

 

"Ya sudah saya berangkat kerja dulu ya, Bu."

 

Aku menatap raut wajah kekecewaan pada wajahnya mungkin Bu Nina masih berharap aku mau membantunya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Episodes
1 Bab 1 Pembukaan.
2 Bab 2 pertemuan
3 Bab 3 Setatus Dinda
4 Bab 4 Mengikuti Dinda.
5 Bab 5 Ujian Untuk Haikal
6 Bab 6 Menegangkan
7 Bab 7 Bu Nina
8 Bab 8 Menyelamatkan Dinda
9 Bab 9 Lina dalam bahaya
10 Bab 10 Menelepon
11 Bab 11 Mencari Dinda
12 Bab 12 Kekecewaan Haikal
13 Bab 13
14 Bab 14 Apa yang dilakukan Lina
15 Bab 15 Pov Dinda
16 Bab 16 Pov Dinda 2
17 Bab 17 Pov Dinda. Ungkapan
18 Bab 18 Pov Dinda 3
19 Bab 19 Godaan Nina
20 Bab 20 Haikal dalam bahaya
21 Bab 21
22 Bab 22 Menelepon emak
23 Bab 23
24 Bab 24 Masa lalu Burhan
25 Bab 25Masa Lalu burhan 2
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 BB 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bba 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Bab 122
123 Bab 123
124 Bab 124
125 Bab 125
126 Bab 126
127 Bab 127
128 Bab 128
129 Bab 129
130 Bab 130
131 Bab 131
132 Bab 132
133 Bab 133
134 Bab 134
135 Bab 135
136 Bab 136
137 Bab 137
138 Bab 138
139 Bab 139
140 Bab 140
141 Bab 141
142 Bab 142
143 Bab 143
144 Bab 144
145 Bab 145 Pras dan Alya
146 Bab 146
147 Bab 147
148 Bab 148
149 Bab 149
150 Bab 150
151 Bab 151
152 Bab 152
153 Bab 153 Ke penjara
154 Bab 154
155 Bab 155
156 Bab 156 Ke rumah sakit
157 Bab 157
158 Bab 158
159 Bab 159
160 Bab 160
161 Bab 161
162 Bab 162 Pengakuan
163 Bab 163
164 Bab 164
165 Bab 165
166 Bab 166
167 Bab 167
168 Bab 168
169 Bab 169 pertanyaan serius Lina kepada Ardi
170 Bab 170
171 Bab 171
172 Bab 172
173 Bab 173
174 Bab 174
175 Bab 175
176 Bab 176
177 Bab 177 sebuah kertas
178 Bab 178
179 Bab 179
180 Bab 180
181 Bab 181
182 Bab 182
183 Bab 183
184 Bab 184
185 Bab 185
186 Bab 186 ke dapur.
187 Bab 187
188 Bab 188 jeritan Alya.
189 Bab 189 Keadaan Alya.
190 Bab 190 pura pura
191 Bab 191 Berbohongnya Alya.
192 Bab 192 rekaman CCTV
193 Bab 193 jambakan tangan Lina
194 Bab 194 jebakan untuk Pras.
195 Bab 195 kaburnya Pras.
196 Bab 196 Wawan dan Abdul
197 Ban 197 Kantor polisi.
198 Bab 198 Kesaksian.
199 Bab 199 Pertanyaan Menyulitkan
200 Bab 200 Teriakan Alya.
201 Bab 201 Darah di tubuh Alya
202 Bab 202 Buronan
203 Bsb 203 Tukang bakso.
204 Bab 204 Ardi syok.
205 Bab 205 Amarah Ardi.
206 Bab 206 Rasa bersalah Lina.
207 Bab 207 Lina masuk ke Rumah sakit
208 Bab 208 Kenyataan Pahit
209 Bab 209 Sunyi sepi menyelimuti hati Haikal.
210 Bab 210 Menaiki bus
211 Bab 211 Wanita yang mengikuti Haikal.
212 Bab 212 Pulang kampung.
213 Bab 213 Marahnya Haikal.
214 Bab 214 Kepura puraan Lina.
215 Bab 215 Halusinasi Lina
216 Bab 216 Datangnya Dinda.
217 Bab 217 Pembantu baru bernama Ika.
218 Bab 218 Hiasan pecah.
219 Bab 219 keraguan
220 Bab 220 Ucapan Nining.
221 Bab 221 Kebohongan Nining
222 Bab 222 Ardi menyusul
223 Bab 223 Ardi bertemu Nining.
224 Bab 224 Rencana Nining dan Lina
225 Bab 225 Marahnya Bapak Nining
226 Bab 226 sumur.
227 Bab 227
228 Bab 228 Kekuatiran Nining.
229 Bab 229 Kenyataan Pahit Untuk Ardi.
230 Bab 230 Rumah Kosong kebakaran.
231 Bab 231 Bagaimana dengan ke adaan Lina.
232 Bab 232 Percakapan Antara ibu dan anak.
233 Bab 233 Bersembunyi di kolong
234 Bab 234 Menyatakan Cinta
235 Bab 235
236 Bab 236 Perdebatan.
237 Bab 237 Ruslan tertawa.
238 Bab 238 Obrolan Euis dan Nining.
239 Bab 239 Ruslan berulah
240 Bab 240
241 Bab 241
242 Bab 242
243 Bab 243
244 Bab 244 Lamaran.
245 Bab 245
246 Bab 246 Memikirkan rencana
247 Bab 247 Terbakar.
248 Bab 248
249 Bab 249 Rumah Sakit, Bu Nunik
250 Bab 250
251 Bab 251
252 Bab 252
253 Bab 253
254 Bab 254
255 Bab 255 Syoknya Adnan. Suruhan Maya.
256 Bab 256 Adnan Marah.
257 Bab 257
258 Bab 258
259 Bab 259
260 Bab 260 Perkataan Ardi untuk Lina
261 Bab 261
262 Bab 262
263 Bab 263
264 Ban 264
265 Bab 265
266 Bab 266
267 Bab 267
268 Bab 268
269 Bab 269
270 Bab 270
271 Bab 271
272 Bab 272
273 Bab 273
274 Bab 274 Ferdi datang
275 Bab 275 Tembakan.
276 Bab 276
277 Bba 277
278 Bab 278
279 Bab 279
280 Bab 280
281 Bab 281
282 Bab 282
283 Bab 283
284 Bab 284
285 Bab 285
286 Bba 286
287 Bab 287
288 Bab 289
289 Bab 290 Tamat.
Episodes

Updated 289 Episodes

1
Bab 1 Pembukaan.
2
Bab 2 pertemuan
3
Bab 3 Setatus Dinda
4
Bab 4 Mengikuti Dinda.
5
Bab 5 Ujian Untuk Haikal
6
Bab 6 Menegangkan
7
Bab 7 Bu Nina
8
Bab 8 Menyelamatkan Dinda
9
Bab 9 Lina dalam bahaya
10
Bab 10 Menelepon
11
Bab 11 Mencari Dinda
12
Bab 12 Kekecewaan Haikal
13
Bab 13
14
Bab 14 Apa yang dilakukan Lina
15
Bab 15 Pov Dinda
16
Bab 16 Pov Dinda 2
17
Bab 17 Pov Dinda. Ungkapan
18
Bab 18 Pov Dinda 3
19
Bab 19 Godaan Nina
20
Bab 20 Haikal dalam bahaya
21
Bab 21
22
Bab 22 Menelepon emak
23
Bab 23
24
Bab 24 Masa lalu Burhan
25
Bab 25Masa Lalu burhan 2
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
BB 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bba 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Bab 122
123
Bab 123
124
Bab 124
125
Bab 125
126
Bab 126
127
Bab 127
128
Bab 128
129
Bab 129
130
Bab 130
131
Bab 131
132
Bab 132
133
Bab 133
134
Bab 134
135
Bab 135
136
Bab 136
137
Bab 137
138
Bab 138
139
Bab 139
140
Bab 140
141
Bab 141
142
Bab 142
143
Bab 143
144
Bab 144
145
Bab 145 Pras dan Alya
146
Bab 146
147
Bab 147
148
Bab 148
149
Bab 149
150
Bab 150
151
Bab 151
152
Bab 152
153
Bab 153 Ke penjara
154
Bab 154
155
Bab 155
156
Bab 156 Ke rumah sakit
157
Bab 157
158
Bab 158
159
Bab 159
160
Bab 160
161
Bab 161
162
Bab 162 Pengakuan
163
Bab 163
164
Bab 164
165
Bab 165
166
Bab 166
167
Bab 167
168
Bab 168
169
Bab 169 pertanyaan serius Lina kepada Ardi
170
Bab 170
171
Bab 171
172
Bab 172
173
Bab 173
174
Bab 174
175
Bab 175
176
Bab 176
177
Bab 177 sebuah kertas
178
Bab 178
179
Bab 179
180
Bab 180
181
Bab 181
182
Bab 182
183
Bab 183
184
Bab 184
185
Bab 185
186
Bab 186 ke dapur.
187
Bab 187
188
Bab 188 jeritan Alya.
189
Bab 189 Keadaan Alya.
190
Bab 190 pura pura
191
Bab 191 Berbohongnya Alya.
192
Bab 192 rekaman CCTV
193
Bab 193 jambakan tangan Lina
194
Bab 194 jebakan untuk Pras.
195
Bab 195 kaburnya Pras.
196
Bab 196 Wawan dan Abdul
197
Ban 197 Kantor polisi.
198
Bab 198 Kesaksian.
199
Bab 199 Pertanyaan Menyulitkan
200
Bab 200 Teriakan Alya.
201
Bab 201 Darah di tubuh Alya
202
Bab 202 Buronan
203
Bsb 203 Tukang bakso.
204
Bab 204 Ardi syok.
205
Bab 205 Amarah Ardi.
206
Bab 206 Rasa bersalah Lina.
207
Bab 207 Lina masuk ke Rumah sakit
208
Bab 208 Kenyataan Pahit
209
Bab 209 Sunyi sepi menyelimuti hati Haikal.
210
Bab 210 Menaiki bus
211
Bab 211 Wanita yang mengikuti Haikal.
212
Bab 212 Pulang kampung.
213
Bab 213 Marahnya Haikal.
214
Bab 214 Kepura puraan Lina.
215
Bab 215 Halusinasi Lina
216
Bab 216 Datangnya Dinda.
217
Bab 217 Pembantu baru bernama Ika.
218
Bab 218 Hiasan pecah.
219
Bab 219 keraguan
220
Bab 220 Ucapan Nining.
221
Bab 221 Kebohongan Nining
222
Bab 222 Ardi menyusul
223
Bab 223 Ardi bertemu Nining.
224
Bab 224 Rencana Nining dan Lina
225
Bab 225 Marahnya Bapak Nining
226
Bab 226 sumur.
227
Bab 227
228
Bab 228 Kekuatiran Nining.
229
Bab 229 Kenyataan Pahit Untuk Ardi.
230
Bab 230 Rumah Kosong kebakaran.
231
Bab 231 Bagaimana dengan ke adaan Lina.
232
Bab 232 Percakapan Antara ibu dan anak.
233
Bab 233 Bersembunyi di kolong
234
Bab 234 Menyatakan Cinta
235
Bab 235
236
Bab 236 Perdebatan.
237
Bab 237 Ruslan tertawa.
238
Bab 238 Obrolan Euis dan Nining.
239
Bab 239 Ruslan berulah
240
Bab 240
241
Bab 241
242
Bab 242
243
Bab 243
244
Bab 244 Lamaran.
245
Bab 245
246
Bab 246 Memikirkan rencana
247
Bab 247 Terbakar.
248
Bab 248
249
Bab 249 Rumah Sakit, Bu Nunik
250
Bab 250
251
Bab 251
252
Bab 252
253
Bab 253
254
Bab 254
255
Bab 255 Syoknya Adnan. Suruhan Maya.
256
Bab 256 Adnan Marah.
257
Bab 257
258
Bab 258
259
Bab 259
260
Bab 260 Perkataan Ardi untuk Lina
261
Bab 261
262
Bab 262
263
Bab 263
264
Ban 264
265
Bab 265
266
Bab 266
267
Bab 267
268
Bab 268
269
Bab 269
270
Bab 270
271
Bab 271
272
Bab 272
273
Bab 273
274
Bab 274 Ferdi datang
275
Bab 275 Tembakan.
276
Bab 276
277
Bba 277
278
Bab 278
279
Bab 279
280
Bab 280
281
Bab 281
282
Bab 282
283
Bab 283
284
Bab 284
285
Bab 285
286
Bba 286
287
Bab 287
288
Bab 289
289
Bab 290 Tamat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!