Eternal De Amor

Eternal De Amor

Chapter 1

Pria bersetelan jas rapi itu menyusuri lahan baru yang akan ia gunakan sebagai tempat proyeknya yang baru. Mata elangnya memindai segala penjuru untuk memastikan tempat yang kali ini ia kunjungi cocok atau tidak untuk proyeknya.

Tempat ini sejuk, masih asri, meskipun akan membangun proyeknya di sini, pria itu berjanji untuk tidak menghilangkan ke asri-an dari tempat ini.

“Bagaimana Pak Adnan?” Adnan menoleh pada sekertaris pribadinya, Rudi.

“Segera urus perijinannya serta pastikan semuanya berjalan sesuai rencana awal” ucap Adnan dengan tegas, Rudi hanya mengangguk sopan, bekerja selama bertahun-tahun dengan Adnan membuat Rudi selalu tau apa yang atasannya inginkan.

Adnan menghembuskan nafasnya lega, tender besar ini adalah incarannya sejak lama, karena keuntungan besar pasti akan ia dapatkan melalui proyek ini.

Dalam hati Adnan juga bersyukur karena yang memenangkan tender ini adalah pihaknya, karena dapat di pastikan, rivalnya tidak akan mau repot-repot memikirkan nasib orang yang tinggal di sekitar sini dengan memberi uang ganti yang murah.

Itulah dunia bisnis yang dahulu di kenalkan sang Papa pada Adnan, satu dari ribuan kenangan yang akan selalu teringat sampai kapanpun.

Mencari untung boleh, tapi jangan merugikan orang lain! Prinsip itu yang selalu ia pegang hingga saat ini.

mengingat itu membuat Adnan mendadak murung, ia merindukan kedua orangtuanya.

“Andi! Berhenti!” teriak seorang gadis membuat atensi Adnan teralih ke sumber suara.

“Kak Anum, Andi gak mau di suntik” sekilas Adnan mendadak tau apa masalah dua orang itu, sekaligus nama gadis cantik yang tanpa sadar memaku pandangan hanya untuknya.

Untuk gadis berjilbab merah muda yang sedang berkacak pinggang namun wajahnya tetap teduh.

“Disuntik itu gak sakit lhoo, kakak juga pernah di suntik, dan lihat, kakak masih sehat hingga sekarang” Anum itu memutar badan dengan merentangkan tangannya untuk meyakinkan anak kecil dihadapannya.

“Tapi, di suntik itu sakit kak, adik Andi saja menangis, Andi tidak mau disuntik ya kak” ucap Andi setengah memelas, Anum tersenyum seraya berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan sang anak.

“Nggak kok, disuntik itu kayak di gigit semut, adik Andi menangis karena belum pernah digigit semut” Adnan masih bertahan disana, tanpa memperdulikan Rudi yang mulai keheranan dengan atasannya itu, biasanya Adnan tidak akan mau membuang waktu untuk hal remeh, apalagi hanya untuk menonton kejadian konyol dihadapan mereka.

“Tapi digigit semut kan juga sakit kak” Anum menghela nafas lelah, ia buntu dan tak tau harus mengatakan apa untuk membujuk anak ini.

Adnan merasa kehilangan kontrol dirinya saat memutuskan untuk berjalan mendekati mereka berdua.

“Nama kamu Andi kan?” dia orang itu menatap Adnan heran, namun anak kecil yang masih ketakutan itu mengangguk pelan, sekaligus membuat Anum menyadari bahwa ada orang lain diantara mereka entah sejak kapan.

“Nah, Andi, di suntik itu memang sakit, namun itu untuk kebaikan Andi” Adnan tau ini tidak mudah, tapi Adnan tidak akan menyerah sebelum mendapat apa yang ia inginkan.

“Begini saja, Kakak akan menemani Andi saat disuntik, jadi Andi tak perlu takut lagi, setuju?” anak kecil itu hanya diam, wajahnya memerah, seperti akan menangis.

“Jika itu rasanya sakit sekali, kamu bisa mencubit tangan kakak untuk menyalurkan rasa sakitnya” tawar Adnan membuat wajah Andi berbinar senang.

“Nama kakak siapa?”

“Panggil saja kak Adnan” Andi mengangguk senang.

“Ayo Kak Anum dan Kak Adnan, Andi mau di suntik, tapi janji ya Andi boleh cubit kak Adnan kalau Andi kesakitan?” Anum terkekeh melihat itu, sedang Adnan hanya bisa menggelengkan kepalanya, ternyata anak ini butuh seseorang untuk di cubit.

‘ada-ada saja’ batin Adnan.

“Iya Kakak janji”

“Dimana lokasi imunisasinya?” Adnan bertanya pada Anum yang sejak tadi diam saat ia berusaha membujuk Andi.

“Di sana” Adnan mengikuti arah jemari Anum yang menunjuk sebuah gang kecil tak jauh dari lahan proyek barunya.

“Baiklah, ayo!” Adnan menggendong badan mungil Andi diikuti Anum dan Rudi.

Sesampainya mereka di tempat yang dituju, Andi segera mendapat giliran untuk imunisasi karena semua anak sudah selesai, hanya tinggal Andi saja.

Saat akan di suntik, Adnan memangku Andi, kemudian mengalihkan perhatiannya dengan mengajaknya bicara banyak hal. Hingga saat jarum suntik itu dicabut, Andi tetap nyaman bercerita pada Adnan.

“Andi..” panggil Anum dengan lembut.

“Sebentar kak, Andi belum selesai cerita” semua orang yang ada di sana tertawa kecil melihat tingkah lucu Andi.

“Andi, kamu sudah selesai di suntik!" seru salah satu bidan yang bertugas membuat Andi menghentikan ceritanya.

“Suntiknya sudah beneran ibu bidan?” bidan itu mengangguk sembari tertawa pelan.

“Katanya tadi takut, sekarang malah ke-enakan, Andi di suntik lagi saja ya?” goda bidan itu membuat Andi sontak melompat tanpa mau berterimakasih dan kembali bermain dengan teman-temannya.

Adnan tertawa melihat tingkah lucu anak itu, tiba-tiba ia teringat masa kecilnya dulu, merasa tak percaya bahwa ia bisa melihat cerminan Adnan kecil yang sangat sulit ketika periksa ke dokter.

“Terimakasih, berkat Mas, Andi mau disuntik” suara lembut itu mengalihkan pandangan Adnan kepada Anum yang sudah berdiri di sampingnya.

“Sama-sama, nama saya Adnan” Adnan mengulurkan tangannya untuk berkenalan, sedangkan wanita dihadapannya ini hanya menangkupkan tangan di depan dadanya sendiri.

“Saya Anum, Mas” dengan canggung Adnan menarik tangannya kembali.

“Kalau boleh tau, ini bangunan apa?” rasa penasaran itu akhirnya mencuat dari benak Adnan.

“Ini rumah singgah, untuk sumber pendidikan anak-anak yang tidak bersekolah, Mas” jelas Anum.

“Kamu guru di sini?” Anum tersenyum lembut, lalu mengangguk.

“Siapa yang menggaji tenaga pendidik di sini?” tanya Adnan penasaran.

“Kami tidak di gaji, namanya saja rumah singgah Mas, semua murid di sini tidak di pungut biaya sekolah sedikitpun” jelas Anum yang membuat Adnan menaikkan kedua alisnya terkejut.

“Semua anak di sini tidak bisa mengenyam pendidikan karena kendala biaya Mas, karena itulah saya dan teman-teman yang lain mendirikan rumah singgah ini, agar semua anak bisa mengenyam pendidikan yang setara” tambah Anum yang semakin membuat Adnan terpukau dengan gadis di hadapannya ini, jarang sekali ada orang yang mau bekerja cuma-cuma tanpa di gaji sepeserpun seperti Anum.

“Pak, Maaf, 15 menit lagi kita ada rapat dengan para investor” Adnan yang sebelumnya ingin berbicara banyak dengan Anum harus mengurungkan niatnya.

“Baiklah, saya harus pergi, tolong sampaikan salam saya pada Andi dan yang lainnya ya” Anum yang sedari tadi menunduk hanya mengangguk pelan. Setelah Adnan pergi, Anum yang sedari tadi menunduk, mengangkat wajahnya dan memandang punggung tegap yang perlahan menjauh hingga hilang di belokan gang.

TBC

Terpopuler

Comments

Siti Fatimah

Siti Fatimah

awal yg bagus. jarang lho, aku Nemu karakter pria yg sedari awal memang baik. biasanya Casanova, casanudin terus tobat. ato awal nya jahat dan benci sama si cewek, tapi akhirnya bucin setengah mati. gitu" aja.

2022-08-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!