Chapter 5

“Pak, nanti sore ada pertemuan dengan Bu Indah mengenai proyek kerjasama dengan beliau yang sedang berjalan” Adnan berdecak, di pikirannya saat ini hanya ada Anum dan anak-anak yang belajar di rumah singgah, hingga ia terlupa dengan jadwal itu, padahal ia sudah berjanji untuk datang pada mereka.

“Tolong kamu gantikan saya saja, Rud” Rudi yang berjalan berdampingan dengan Adnan hanya mengangguk sopan.

Ini jam makan siang, mereka baru saja menyelesaikan pertemuan dengan klien yang lain.

Waktu terus berlalu, Adnan kini memiliki kebiasaan baru yaitu berkunjung ke rumah singgah di sore hari, ada rasa aneh jika tidak kesana satu hari saja.

Anum..

Ah wanita itu, wanita yang mampu mengguncang kehidupan Adnan semenjak bertemu dengannya.

Senyum Adnan mengembang, tidak pernah ia sangka, hidupnya jadi lebih berwarna semenjak bertemu dengan Anum dan anak-anak di rumah singgah.

Adnan memakan makanannya dengan semangat, hal itu tak luput dari pandangan Rudi, baru kali ini atasannya ini tampak lebih hidup dari biasanya.

“Rud, kamu suka dengan anak kecil?” Rudi yang sedang memakan makanannya berhenti sejenak dan mengalihkan wajahnya ke arah depan, tepat ke arah Adnan.

“Suka, Pak” Adnan beberapa kali mengangguk sembari terus mengunyah makanannya.

“Pernah tidak, kamu sedikit kesal dengan anak kecil?” Rudi mengernyit heran, ini pertanyaan random pertama di tengah makan siang mereka, karena biasanya mereka hanya akan membahas seputar pekerjaan.

“Pernah, Pak” Adnan kembali mengangguk-anggukkan kepalanya sembari terus mengunyah makanannya.

“Kalau kesal dengan anak-anak, apa yang kamu lakukan?” Rudi berpikir sejenak, mata yang tak kalah tajam itu melihat ke atas untuk mengingat apa yang ia lakukan saat kesal pada anak kecil.

“Hmm, saya rasa, saya akan pergi dari tempat itu pak” Adnan menghentikan aktifitasnya. Rudi yang melihat itu hanya bisa harap-harap cemas, sepertinya ia salah bicara.

Adnan mengingat dengan jelas, ia sama dengan Rudi, tidak suka keramaian dan kekacauan, ia juga akan melakukan hal yang sama saat anak-anak sepupunya mulai berulah dan mengacaukan suasana.

Lalu, apa yang Adnan lakukan selama beberapa hari ini? Ia membujuk, menghibur, bahkan menasehati anak-anak kecil itu dengan sabar. Ada yang aneh disini, lebih tepatnya pada dirinya.

“Maaf jika jawaban saya menyinggung bapak” ucap Rudi hati-hati yang membuat Adnan sadar bahwa di hadapannya masih ada orang lain.

Dengan cepat Adnan menggeleng. Kemudian mereka melanjutkan makan dengan khidmat. Setelah itu, kembali disibukkan dengan pekerjaan kantor mereka.

Hingga sore haripun tiba.

“Rud, berkas yang perlu saya tanda tangani taruh saja di meja, saya sudah menyelesaikan ini” ucap Ardan yang sudah siap untuk pulang sembari menenteng berkas yang sudah selesai ia periksa.

“Baik, Pak, setelah ini saya akan berangkat untuk pertemuan dengan Bu Indah” Adnan hanya mengangguk, kemudian ia segera berlalu meninggalkan Rudi yang masih sibuk dengan berkas-berkasnya di meja depan ruangan Adnan.

Semangat Adnan menggebu-gebu, ini adalah saat yang sangat ia tunggu-tunggu setiap harinya. Dengan bersenandung Adnan menuju mobil dan mengemudikannya ke arah rumah singgah.

Senyum Adnan kembali terbit saat ia sudah dekat dengan area rumah singgah berada, dapat ia bayangkan anak-anak yang berlarian ke arahnya dengan girang dan melihat Anum yang mencebik karena kalah saing dengannya dalam merebut perhatian anak-anak. Itu menyenangkan sekali.

Adnan memarkirkan mobilnya di sebelah jalan raya, karena untuk mencapai rumah singgah ia harus berjalan, namun itu tak memudarkan semangatnya.

Hingga ia sampai di belokan gang menuju rumah singgah yang seperti langsung menyambutnya, karena pekarangan rumah singgah ini searah dengan ujung gang.

Adnan terpaku di tempatnya, salah satu pemandangan yang indah akhir-akhir ini menjadi pemandangan yang tidak ingin Adnan lihat.

Anum, dengan seorang pria, dan mereka sedang tertawa bersama.

Ada perasaan aneh yang di rasakan, tapi keinginan untuk bertemu dengan anak-anak menutupi itu semua.

Meski enggan, Adnan memilih untuk tetap ke rumah singgah.

Saat akan menambah langkah untuk menghampiri mereka, handphone Adnan berbunyi.

Rudi Calling...

Adnan langsung mundur, dan bersembunyi di belokan gang.

“Halo, Rud?”

“Pak, mohon maaf sudah mengganggu waktunya, Tim dari Bu Indah mengatakan ada masalah dengan proyek kerjasama ini, namun beliau tidak mau menyampaikan masalah tersebut jika tidak dengan anda langsung” Adnan menghela nafasnya dalam.

“Pak? Halo?” Adnan berdehem pelan.

“Baiklah, saya akan kesana” putus Adnan kemudian.

Adnan pergi, tapi sekali lagi ia menengok, Anum masih asik tertawa dengan pria asing itu, bahkan tanpa menyadari keberadaannya.

Adnan menghela nafas panjang, dengan sangat terpaksa ia meninggalkan tempat itu.

Sesampainya di tempat meeting Adnan segera masuk restoran yang sudah mereka sepakati, wajah datarnya terpampang jelas, dari pintu masuk mata elangnya bersitatap dengan seorang wanita yang seumuran dengannya sedang tersenyum lebar ke arahnya, lengkap bersama tim dan Rudi yang berdiri untuk menyambut dirinya.

“Mas, bagaimana kabarmu?” sapanya yang diabaikan oleh Adnan, membuat semua orang yang hadir di situ tampak tidak nyaman harus melihat seorang wanita yang diabaikan oleh pria dingin seperti Adnan.

Indah menatap Adnan yang hanya diam dengan sedih, dia kembali tertolak, kali ini dihadapan karyawan mereka.

Adnan duduk di samping Rudi tanpa menghiraukan Indah yang masih berdiri menyambutnya.

“Ada masalah apa, Indah?” tanya Adnan to the point pada Indah yang sudah ikut duduk di hadapan Adnan.

“Hanya masalah teknis saja Mas” Adnan mengangkat sebelah alisnya tak percaya.

“Lalu? Kamu sampai repot-repot menyuruhku datang hanya untuk sebuah masalah teknis?” suara tegas itu membuat senyum Indah menghilang, ia tau bahwa telah membuat Adnan tidak menyukai itu. Sedangkan semua tim Indah, termasuk Rudi hanya bisa menunduk karena takut dengan amarah Adnan.

“Kita sudah lama tidak bertemu kan, Mas” jawab Indah yang mencoba peruntungannya sekali lagi, Adnan menatap wanita di hadapannya dengan jengah.

“Tolong bersikaplah profesional Indah, jangan campur urusan pribadi ke dalam pekerjaan” ucapnya dengan tegas, Indah kembali menunduk.

“Baiklah, kita bisa akhiri ini, saya harap ke depannya, anda bisa bersikap profesional” ucap Adnan dengan tegas langsung berdiri dan meninggalkan tempat.

Indah, wanita yang sangat mengagumi bahkan mencintai Adnan hanya bisa memandang kepergian Adnan dengan tatapan sendu.

Sementara di tempat lain, ada seorang wanita yang berdiri di depan pintu rumah singgah.

“Sudah lah Num, Mas Adnan mungkin sedang sibuk” ucap Husna yang berusaha menghibur sahabatnya yang sejak tadi tak henti memandang belokan gang yang tetap kosong, tidak seperti hari sebelumnya.

“Aku sedang tidak menunggu siapapun Husna” kilahnya, tapi Husna tidak bisa percaya begitu saja, dia mengenal betul siapa wanita yang saat ini pura-pura sibuk menutupi kegugupannya.

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!