Move On

Move On

Satu

Safira tersenyum pahit sambil memandang langit malam di balkon kamarnya. Mengingat bagaimana tadi siang ia mempermalukan dirinya sendiri dengan mempertanyakan perasaan pria itu padanya. Pria bernama Kenzio Abraham yang selama 5 tahun ini menjadi atasannya, pria yang berhasil mencuri dan menyembuhkan luka hatinya di masa lalu.

Tapi sayang, ia ditolak. Cintanya bertepuk sebelah tangan, atasan nya tidak menaruh perasaan seperti yang ia harapkan. Sakit? tentu saja, malu? sangat! Rasanya Safira ingin menenggelamkan diri hingga mati.

Bukan tanpa alasan, Safira akhirnya nekat menemui Zio dan mempertanyakan perasaan pria itu. Satu minggu yang lalu papanya yang tinggal di kota berbeda dengannya datang menemuinya. Sang papa mempertanyakan perihal pernikahan pada Safira.

Safira yakin sang mama lah yang menjadi biang kerok, karena memang mamanya berulang kali mempertanyakan pada dirinya mengenai pernikahan. Safira mengerti sang mama mulai khawatir karena usianya terbilang sudah sangat dewasa, bahkan bisa dikatakan tua mengingat tahun ini usianya menginjak 27 tahun, namun belum ada tanda-tanda dirinya akan melepas masa lajang.

Papanya bilang jika Safira belum memiliki kekasih maka ia harus menerima perjodohan dengan pria yang dipilihkan oleh kedua orang tuanya.

Karena itu Safira mempertaruhkan harga dirinya, menemui Zio dan mengungkapkan perasaan yang sudah ia pendam sekian lama pada pria itu, berharap Zio memiliki perasaan yang sama dan ia bisa terhindar dari perjodohan.

"Saya mohon maaf Safira, dan saya menghargai perasaan kamu. Tapi maaf saya tidak bisa memaksakan hati saya untuk membalas perasaan kamu. Saya yakin jodoh yang dipilihkan orang tua kamu adalah jodoh terbaik yang bisa memberikan kebahagiaan untuk kamu ke depannya" Sayang sekali jawaban pria itu tak sejalan dengan harapannya. Meski kata-kata penolakan itu terdengar halus bahkan dibumbui dengan doa tulus untuk kebahagiaannya namun tetap saja kalimat yang terucap telah mematahkan hatinya.

Takdir belum berpihak, pria yang ia idamkan tak membalas perasaan nya. Sia-sia sudah perasaan yang ia pupuk selama ini, tak membuahkan hasil apapun selain kesakitan dan penolakan. Bahkan pelukan terakhir pun tak berhasil ia dapatkan.

Menyedihkan!

"Patah hati lagi kan? masih belum kapok jatuh cinta?" Safira meledek dirinya sendiri. Gadis itu terkekeh perih, ini bukan pertama kalinya. Dulu sekali ia pernah ditolak oleh seorang pria, dan luka yang ia idap akibat penolakan itu sangatlah parah, namun luka itu perlahan sembuh saat bertemu Zio. Lalu sekarang pria yang menjadi obat luka di hatinya kini menggoreskan luka yang sama. Miris bukan?

Yah bukan salah siapa-siapa, Safira sadar dirinya tak punya kuasa memaksakan orang lain membalas perasaan nya.

"Besok Safira pulang, Safira setuju untuk papa dan mama jodohkan"

Tadi siang Safira sudah mengirimkan pesan kepada kedua orang tuanya. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan sekarang selain menerima perjodohan itu, toh tak ada alasan apapun yang bisa ia kemukakan untuk menolak.

"Selamat datang dunia baru" Safira menghapus air mata nya. Saatnya melupakan Zio dan berusaha move on dari cinta sepihak. Hidup harus berlanjut, semoga semuanya bisa berjalan dengan mudah.

🍁🍁🍁

Safira menatap jalanan dan menyimpannya dalam ingatan. 5 tahun ia berada di kota ini, hidup merantau jauh dari orang tua. Mungkin memang ini saatnya ia meninggalkan kota yang telah mengukir banyak kenangan baginya.

Biasanya jam-jam seperti ini ia sudah disibukkan beragam aktivitas seperti menemani bosnya meeting dan menyiapkan segala sesuatunya, melelahkan memang namun Safira menjalaninya dengan bahagia. Bisa menikmati ketampanan atasannya seolah bisa menghapus segala penat dan lelah.

Bagi Safira tak apa andai harus bekerja 24 jam sehari 7 hari dalam seminggu asalkan bisa melihat wajah Zio dan selalu berdekatan dengan pria itu.

Senyum getir tersungging, ia masih mengingat Zio bahkan di detik terakhirnya berada di kota ini. "Bahagiakan dia ya Tuhan, dia sangat baik. Pria sempurna yang aku harapkan bisa menjadi belahan jiwaku, namun ternyata takdir tak berpihak. Jika tak bisa memilikinya dengan melihat dia bahagia rasanya sudah lebih dari cukup" Bisik Safira di dalam hati, ia sempat mendengar kisah Zio yang menutup diri karena peristiwa kelam di masa lalu. Pria itu seolah kehilangan binar bahagianya, tapi di mata Safira pesonanya selalu menyala dengan terang.

Gadis itu telah tiba di bandara, hati Safira menjadi kelu. Sekarang benar-benar saatnya menutup lembar kisah nya di kota ini.

Setelah mengurus semuanya dan setelah menunggu keberangkatan di ruang tunggu, jadwal keberangkatannya pun tiba, Safira menoleh ke arah pintu ruang tunggu. Sedetik kemudian ia tertawa pahit.

"Kamu berharap Zio mengejar mu? mimpi mu terlalu indah Safira"

Gadis itu melenggang pergi tanpa menoleh lagi. Safira menghempaskan tubuhnya di kursi pesawat. Ia membuka ponsel, menunggu beberapa saat sebelum kemudian mematikan ponselnya. Lagi-lagi ia tersenyum karena beberapa saat sempat berharap Zio akan menelfon atau sekedar mengirimkan chat.

"Mengertilah hati, Zio sama sekali tak menaruh rasa padamu jangan mengharapkan apapun" Safira memejamkan mata dan menyandarkan tubuhnya.

"Safira?" Sebuah suara mengusik Safira yang sedang mengumpulkan kepingan-kepingan kenangan indah nya selama berada di kota ini untuk ia simpan sebagai kenangan.

Mata Safira terpaku mendapati sosok yang bertahun-tahun tak pernah lagi ia temui itu. Sosok pria yang pernah menghujamkan luka di masa lalu, luka yang tak henti berdarah hingga akhirnya ia bertemu dengan Kenzio dan lukanya berhasil sembuh dan mengering.

"El?" Gumam Safira. Pria itu tampak tersenyum lalu mengulurkan tangannya.

"Apa kabar Ra? ternyata kamu masih ingat aku" ucap pria itu.

"Kabar baik, kamu tidak banyak berubah El, tentu saja aku masih ingat. Kecuali kalau kamu uda berubah wujud mungkin aku akan lupa" Ucap Safira santai. Dulu pria ini begitu berarti baginya bahkan sempat terbesit keinginan untuk mengakhiri hidupnya saat pria yang bernama Elbram Zacky tersebut menyakitinya dengan amat dalam. Lalu sekarang Safira tak merasakan getaran seperti dulu meski harus Safira akui kalau Elbram terlihat semakin tampan dan matang.

Ternyata Zio berhasil merebut keseluruhan hati dan perhatiannya hingga mampu mengusir rasa pada Elbram yang begitu dalam ketika itu.

"Kamu semakin cantik Safira, nggak nyangka ya kita bisa ketemu di sini setelah bertahun-tahun nggak pernah ketemu" Safira tersenyum masam atas pujian pria itu. Untungnya ia tak merasa resah mendapati bahwa kenyataan bahwa pria itu duduk di bangku sebelahnya. Itu artinya 1 jam ke depan ia akan berdekatan dengan pria itu selama perjalanan. Sepertinya ia benar-benar tak memiliki rasa apapun lagi pada pria itu.

Padahal dulu, jangankan untuk berada di dekat nya atau melihat wajahnya mendengar namanya saja hati Safira akan terasa sakit dan tercabik.

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Efrina Lubis

Efrina Lubis

Gabung lagi disini Thor😍😍

2024-04-12

0

I Gusti Ayu Widawati

I Gusti Ayu Widawati

sayabaru mulai baca Tbor semoga suka.

2023-08-21

0

susi 2020

susi 2020

🥰🥰🥰

2023-01-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!