Dua

"Jadi selama ini kamu melarikan diri ke kota ini?" Tanya pria itu, padahal tak menimpali ucapan Elbram sebelumnya adalah cara Safira mengakhiri obrolannya dengan pria itu. Hatinya memang sudah biasa saja dan tak ada lagi debaran seperti 5 tahun yang lalu, namun bukan berarti ia bisa nyaman untuk saling bertukar cerita. Ini sama sekali bukan pertemuan yang sudah direncanakan oleh sepasang sahabat lama.

"Melarikan diri? aku diterima kerja di kota ini El, aku bukan kriminal dan aku sedang tidak menghindari kamu atau siapapun jadi kenapa ada sebutan melarikan diri" Safira tersenyum masam sementara Elbram terkekeh.

"Kamu menghilang tanpa kabar lalu memutus akses komunikasi dengan ku. Apa itu tidak bisa disebut melarikan diri?" Lanjut Elbram, tak peduli pada ekspresi keberatan gadis itu atas ucapannya.

"Kenapa aku harus melarikan diri dari kamu? aku bukan menghilang tanpa kabar, aku hanya merasa tidak berkepentingan untuk melaporkan semua tentang aku ke kamu. Maaf untuk mengatakannya, kamu bukan prioritas aku El" tegas Safira, Elbram terkekeh lagi.

"Lalu Maya dan Dini? apa mereka juga bukan prioritas kamu?" tanya Elbram, menyebut dua sahabatnya yang memang tak pernah lagi ia kabari sejak ia memutuskan pergi membawa luka di hatinya.

"Ya" jawab gadis itu singkat, hatinya bergejolak namun wajahnya terlihat santai dan tak menampakkan perasaan nya yang tiba-tiba kalut.

"Tapi mereka sahabat kamu" lanjut Elbram lagi.

"Aku hanya takut merepotkan mereka." Safira tersenyum getir. Rasa sakitnya pada Elbram memang sudah hilang, namun mengingat dua orang yang El sebut sebagai sahabat masih menyisahkan pilu di hatinya. Safira lalu mengalihkan tatapannya ke arah pramugari yang sedang menyampaikan intruksinya karena Pesawat akan segera take off.

Tanpa Safira duga, El berinisiatif melakukan semua intruksi dari pramugari salah satunya mengencangkan sabuk pengaman Safira.

"Terima kasih" ternyata Elbram tidak berubah, masih selalu perhatian seperti dulu.

"Sama-sama, kamu selalu ceroboh dan aku wajib memastikan semuanya aman" ucap Elbram.

"Aku sudah 5 tahun menjadi sekretaris yang mengurus semua keperluan atasan aku. Jadi Safira yang sekarang tidak seperti yang kamu fikirkan. Aku sudah bisa mengurus dan mengatasi semua sendiri, aku bukan Safira yang selalu merepotkan orang lain seperti dulu" Mungkin Safira yang ada dalam ingatan El adalah Safira yang manja yang jauh dari kata mandiri.

"Wah luar biasa aku nggak nyangka kamu sudah banyak berubah sekarang" Elbram terlihat meremehkan karena yang Elbram tau dulu mengurus diri sendiri saja Safira tak bisa apalagi jika harus mengurus orang lain.

"Waktu memang akan mengubah banyak hal El termasuk aku dan keseluruhan diriku" Safira memejamkan mata dan menggenggam erat tangan yang sengaja Elbram sodorkan saat pesawat mulai lepas landas. Pria itu tersenyum menatap ke arah Safira yang terlihat amat tegang.

"Apa selama menjadi sekretaris atasan kamu tidak pernah mengajak bepergian menggunakan pesawat? kamu masih sama Safira, selalu tegang saat pesawat akan take off. Artinya yang ada pada dirimu tidak berubah secara keseluruhan" ucap Elbram setelah melihat ketegangan di wajah Safira sudah menghilang meski ia terlihat masih memejamkan mata.

"Yah keseluruhan diriku memang sudah berubah kecuali yang satu ini" ucap Safira cuek, ia melepaskan tangannya yang masih memegang erat tangan Elbram.

"Oh ya? aku penasaran ingin mengetahui apa saja yang berubah dalam dirimu" Ekspresi wajah El kini berubah seakan mengejek.

"Sudah aku bilang semuanya sudah berubah El, semuanya!" Ucap Safira penuh penekanan.

'Termasuk perasaan ku padamu' bisik nya di dalam hati.

"Kok aku nggak percaya" Ucap Elbram, ekspresinya sangat menyebalkan di mata Safira.

"Yah terserah kamu, aku kan nggak maksa kamu buat percaya" ketus Safira. Lama-lama sikap El mulai memancing emosinya.

"Tu kan, kamu masih sama kayak dulu. Gampang ngambek" Ucap El tertawa puas.

"Aku nggak ngambek, biasa aja kok. Aku bukan remaja lagi yang asal ngambek untuk hal remeh" balas Safira lagi. Di mata El ternyata dirinya semenyebalkan itu. Manja, ambekan, ceroboh dan sifat-sifat merepotkan lainnya.

Wajar saja pria itu tak menyukainya dulu, menyadarinya Safira tersenyum getir. Ia menyandarkan tubuhnya lalu memejamkan mata. Semoga El mengerti bahwa ia tak ingin berbicara apapun lagi.

🍁🍁🍁

Safira menatap kamar yang sudah ia tinggalkan bertahun-tahun, selama ia merantau memang ia tak pernah kembali. Hanya mama dan papanya saja yang sesekali mengunjunginya. Patah hati memang alasannya pergi, melarikan diri seperti yang El katakan tadi. Siapa sangka pelariannya ternyata berhasil menyembuhkan luka di hatinya. Safira enggan kembali bukan karena takut bertemu masa lalunya, ia hanya terlalu betah dan nyaman tinggal di kota pelariannya.

Ia tak merindukan suasana ini, hatinya seolah masih tertinggal di kota yang ia tinggali 5 tahun ke belakang. baru beberapa jam pergi Ia sudah merindukan apartemen tempat tinggalnya, apartemen yang ia cicil dari hasil kerja kerasnya. Ia juga merindukan kantor tempatnya bekerja dan tentu saja yang paling ia rindukan adalah sosok Zio, pria tampan dan tegas meski cenderung dingin namun sangat peduli dan baik hati. Zio sungguh pria idaman yang memiliki sejuta pesona dan berhasil merebut hati dan dunia nya. Sayang sekali cintanya tak bersambut, mungkin ia memang tak beruntung dalam urusan asmara. Selalu kalah dan terluka sendirian.

Safira merebahkan tubuhnya, fikiran nya menerawang membayangkan wajah tampan Zio. Entah apa yang harus ia lakukan untuk mengobati rindu yang ia miliki untuk pria itu. Dulu biasanya ia akan menelfon Zio, pura-pura bertanya tentang pekerjaan hanya agar bisa mendengar suaranya. Sekarang tak ada lagi alasan baginya untuk menghubungi pria itu, sungguh menyedihkan menanggung kerinduan ini sendiri. Safira menghela nafas panjang, mencintai pria yang tak memiliki perasaan yang sama sungguh siksaan yang tiada duanya.

Ponsel Safira tiba-tiba bergetar, gadis itu meraih ponselnya setengah hati. Sebuah notifikasi pesan dari nomor yang tak ia kenali.

"Selamat malam dan selamat beristirahat Safira. Ini aku Elbram "

Safira tersenyum masam membaca pesan tersebut, Safira segera menutup ponselnya. Tidak ada niat untuk membalas pesan dari Elbram, tadi ketika akan keluar dari pesawat Elbram memang memaksa meminta kontaknya dengan merebut ponsel miliknya karena Safira menolak memberikan nomor.

"Aku boleh menelfon? aku sedang bersama Dini. Dia merindukan mu"

Pesan Elbram kembali masuk ke ponselnya, Safira tampak berfikir dan menimbang untuk memperbolehkan El menelfon dirinya karena pria itu membawa nama Dini sahabat nya yang merupakan adik kandung dari Elbram.

Yah Safira bisa mengenal Elbram karena pria itu adalah kakak dari sahabat nya dan Safira langsung jatuh cinta pada Elbram sejak pandangan pertama

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Ingka

Ingka

Penasaran sm ceritanya. Pas baca bab pertama bahasanya enak mudah dimengerti ngga berbelit-belit. So...aku mau lanjut baca...👍

2023-03-16

4

susi 2020

susi 2020

🥰🥰🥰

2023-01-23

0

susi 2020

susi 2020

😍🤩

2023-01-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!