Tiga

Setelah menimbang cukup lama akhirnya Safira mengetikkan pesan balasan pada Elbram.

"Maaf nggak bisa, aku sedang menghadiri pertemuan keluarga. Sampaikan maaf dan salamku pada Dini" Safira memilih berbohong. Ia merasa belum siap untuk menerima telfon dari El. Belum tentu juga ada Dini, siapa tau itu cuma akal-akalan Elbram saja.

Safira termenung mengingat gelagat Elbram yang seolah ingin mendekatinya. Tapi kenapa? Bukankah dulu pria itu menolak cintanya? Atau ia saja yang terlalu percaya diri?

Safira memilih untuk tak memusingkan hal itu. Ia menonaktifkan ponselnya tanpa menunggu balasan pesan dari pria itu, bahkan terbesit niat untuk mengganti nomor telefon nya.

Tapi setelah difikir-fikir lagi akan sayang rasanya jika ia mengganti nomor karena Zio menyimpan kontaknya. Siapa tau pria itu berubah fikiran dan ingin menghubunginya.

Safira terkekeh, otaknya selalu saja berkhayal terlalu tinggi. Jelas-jelas Zio sudah menolak cintanya, dan selama 5 tahun ini Safira menyadari bahwa tak sekalipun ia melihat pancaran cinta di mata Zio untuknya.

Safira jadi penasaran, di usia matang nya Zio belum pernah terlihat dekat dengan wanita manapun. Safira melihat Zio hanya akan bersikap ramah dan menaruh perhatian lebih pada Davina, mamanya dan juga Yara adiknya. Entah wanita seperti apa yang bisa memenangkan hati pria itu. Tentu wanita itu sangat beruntung. Memikirkannya membuat Safira merasa iri.

Baru saja Safira akan memejamkan matanya, terdengar ketukan di pintu.

"Safira kamu uda tidur belum nak? mama boleh masuk nggak? mama mau ngobrol sebentar sayang" suara halus mamanya terdengar memanggil dirinya.

"Masuk aja ma nggak dikunci kok, Safira belum tidur" jawab Safira setengah berteriak.

Terdengar handle pintu yang diputar lalu setelah pintu terbuka tampak wajah teduh sang mama. Wanita itu begitu anggun dan masih terlihat sangat cantik di usianya yang tak lagi muda.

"Mama seneng banget kamu akhirnya pulang sayang. Rumah ini tak akan sepi lagi kalau ada kamu" mama Sandra tersenyum sambil duduk di sisi Safira yang kini merubah posisinya menjadi duduk dan bersandar pada ranjang.

"Tapi mama dan papa juga sering bepergian, yang ada nanti pasti Safira yang kesepian ditinggal-tinggal mulu" Papa Safira bukan tipe pria yang suka pergi sendiri. Ia selalu melibatkan istrinya dalam setiap kegiatan. Papa Safira akan selalu mengajak mama Sandra setiap ia bepergian ke luar kota.

"Kamu kan sebentar lagi akan menikah sayang, lalu memiliki anak. Nanti kamu nggak akan kesepian lagi" Safira menatap sang mama dan menghela nafas perlahan.

"Mama dan papa serius menjodohkan Safira?" Gadis itu masih berharap kedua orang guanya akan berubah fikiran sembari terus berdoa hati Zio akan terbuka untuknya.

"Iya dong masa bercanda. Usia kamu udah sangat matang untuk ukuran perempuan Safira." Yah Safira tau di negara ini usia 27 tahun bukan lagi usia untuk melajang, ia yakin teman-teman seusianya dulu sebagian besar sudah menikah dan memiliki anak.

"Sama siapa ma?" meski tak begitu antusias namun tak ada salahnya untuk menanyakan perihal pria yang akan dijodohkan dengan nya.

"Yang pasti kamu akan menyukainya sayang, dia pria yang baik" Safira tersenyum masam, sang mama sepertinya enggan menunjukkan identitas pria itu secara jelas, entah apa tujuannya.

"Besok malam dia dan keluarganya akan datang. Jadi besok kita harus mempersiapkan semuanya, besok pagi kita harus fitting baju buat kamu. Mama sudah memesankan dari satu minggu yang lalu" Sepertinya semua memang sudah dipersiapkan, terbukti tanpa sepengetahuannya sang mama malah sudah memesankan pakaian untuk pertemuan dengan pria yang dijodohkan dengannya.

"Besok baru perkenalan aja kan ma?"

"Enggak dong, langsung lamaran. Ngapain pake acara perkenalan segala. Buang-buang waktu, kalo perkenalan bisa kalian lakukan setelah menikah nanti. Pokoknya kalian pasti cocok" Safira hanya mengangguk, ia kehilangan minat untuk menimpali ucapan mamanya.

"Ma, Safira boleh jujur nggak?"

"Apa sayang?" Raut wajah mama Sandra tampak khawatir melihat wajah sendu putrinya.

"Sebenarnya Safira mencintai orang lain" Ucapnya, ia mengalihkan tatapan nya. Tak sanggup melihat wajah shock mama Sandra.

"Lalu?" Suara mama Sandra bergetar. Ia takut Safira meminta rencana perjodohan ini dibatalkan.

"Tapi sayang nya cinta Safira bertepuk sebelah tangan" lirih gadis itu.

"Oh syukurlah" mama Sandra menghela nafas lega sembari mengusap dadanya.

"Mama? Safira ini patah hati, kenapa mama malah kelihatan bahagia? mama nggak peka banget, masa anaknya sedih malah bersyukur" Safira menatap kecewa pada mamanya.

"Maaf mama nggak bermaksud seperti itu, mama hanya merasa lega perjodohan kamu bisa dilanjutkan. Mama nggak bisa bayangin betapa malunya papa kalu perjodohan kamu batal" ucap mama Sandra sambil mengusap lengan putri cantik nya.

"Safira takut nggak bisa mencintai pria yang dijodohkan sama Safira ma. Safira masih belum bisa melupakan pria yang Safira cintai" Safira meletakkan kepalanya di pangkuan sang mama.

"Lambat laun kamu pasti akan mencintainya Safira, dia pria yang baik, bertanggung jawab dan sangat tampan. Tak akan sulit bagi kamu untuk mencintainya. Mama yakin kamu nggak akan menyesal menjadi istrinya" ucap mama Sandra sambil mengusap dengan sayang rambut putrinya

"Yah semoga saja ma. Safira hanya khawatir mengecewakan dan mempermalukan mama dan papa jika akhirnya Safira tak bisa mencintainya dan pernikahan kami tidak berhasil"

"Yakinlah cinta itu akan tumbuh dengan mudah nak, apalagi jika kamu sudah menyerahkan diri secara utuh" Entah akan seperti apa rasanya menikah dengan pria yang tak ia cintai bahkan Safira tak berani memikirkan harus berada di ranjang yang sama lalu menyerahkan diri pada pria asing tersebut.

"Ya sudah nak, ini sudah malam. Kamu cepat istirahat ya. Jangan lupa besok pagi kita harus fitting baju dan kamu juga harus perawatan di salon setelahnya" Mama Sandra menggeser kepala Safira yang berada di atas pangkuannya dan memindahkannya ke atas bantal. Wanita itu lalu mengecup kening putrinya.

"Selamat malam putri cantik mama"

"Selamat malam juga ma"

Setelah merapikan selimut Safira dan menyalakan lampu tidur, mama Sandra turun dari ranjang Safira dan berjalan ke arah pintu. Tak lupa ia mematikan lampu utama sebelum keluar dari kamar putri semata wayang nya.

Selepas kepergian mamanya, Safira berusaha memejamkan mata. Namun otaknya tak mau diajak berhenti berfikir, ia masih terus berusaha menerka siapa pria yang akan dijodohkan dengannya.

Jika memang pria itu adalah pria baik seperti yang mama Sandra ceritakan, Safira berharap ia bisa menerima calon suaminya tersebut, meski belum bisa mencintainya semoga hatinya bisa lapang dada menerima dan mengabdikan diri sebagai istri sebaik-baiknya.

🍁🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Ingka

Ingka

Cinta memang ga bisa dipaksakan Neng Safira...walaupun sakit dan terluka krn bertepuk sebelah tangan tp kamu hrs ikhlas...ayo semangat Safira sambut masa yg baru. Kyknya kamu blm tahu ya kalo cowok yg dijodohkan sm kamu tu Mas El...cowok yg sempat membuatmu patah hati dan terluka. Gimana dong Neng...aku doain yg terbaik kalo memang itu jodohmu smg kamu bisa berdamai dgn luka hatimu...💪

2023-03-16

0

Julia Lia

Julia Lia

h

2023-01-18

0

TongTji Tea

TongTji Tea

akutu bingung sama orang tua yg maksa anak untuk terima perjodohan ,mereka pikir anak itu komoditi tukar tambah gitu kah?

2022-10-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!