Senja Di Ujung Harap
Katanya cinta monyet belum merupakan bagian dari cinta yang sesungguhnya karena perasaan yang dirasakan terutama oleh anak di bawah umur merupakan perasaan ketertarikan yang baru meliputi perasaan suka sebatas penampilan fisik saja belum memiliki tanggung jawab yang lebih mengenai hal yang lain terkait dengan perasaan yang demikian.
Benarkah demikian? Pertanyaan itu selalu menggelitik dipikiranku, karena sampai saat ini aku masih terjebak pada cinta monyet itu, bahkan aku berharap ia pun akan menjadi cinta terakhirku.
Aku terjebak pada perasaan terhadap seseorang, dia yang telah menyatakan cintanya dengan cara sederhana sejak usianya beranjak remaja, dan mencintaiku dengan cara yang sederhana pula, yang sejak dulu selalu bercanda untuk sekedar membuatku bahagia tetapi selalu serius mengajakku ke surga.
10 tahun yang lalu ……
Sabtu malam adalah waktu yang paling dinanti-nanti oleh anak-anak asrama. Karena malam itu semua kegiatan pembelajaran malam diliburkan, sebagian penghuni asrama pulang ke rumahnya masing-masing untuk melepas rindu dengan keluarga tercinta dan tentunya untuk meminta jatah bekal seminggu ke depan.
Tapi tidak sedikit pula yang tetap tinggal di asrama dan menghabiskan waktu dengan menikmati rebahan tanpa batas...hhehe..
Malam itu selesai shalat Isya, aku kembali ke kamarku bersama dua temanku yang saat itu sama-sama tidak pulang.
Husna dan Nia berbelok ke arah kantin untuk mencari amunisi bekal begadang ngerumpi nanti malam sementara aku berjalan lurus menuju kamar untuk menyimpan seperangkat alat shalat kami selepas melaksanakan shalat Isya berjamaah di masjid asrama.
Ketika hendak mengambil kunci asrama yang biasa diselipkan di bawah jendela, tiba-tiba aku menemukan sebuah amplof putih kecil terselip di jendela dan terjatuh saat aku hendak mengambil kunci.
Dengan penasaran aku ambil amplof kecil itu dan ternyata ada nama yang dituju tertera di sudut kanan bawah amplof kecil itu.
To : Shanum Najua Azzahra
Deg…
Untuk pertama kalinya aku menerima sepucuk surat yang menurutku sangat misterius, karena di amplof itu hanya tertulis namaku tidak ada nama pengirimnya sama sekali, apalagi cara surat itu sampai ditanganku sungguh sangat membuatku resah.
Ku tengok ke kiri, kanan dan sekitar kamar tidak ada siapapun. Kulihat ke belakang Husna dan Nia sudah masuk ke rumah Ibu asrama untuk menonton televisi. Di hari libur kami memang diperbolehkan menonton televisi hanya sampai jam sembilan malam.
Meskipun kegiatan pembelajaran libur tapi aturan asrama tetap berlaku bagi siswa yang tetap tinggal di asrama di waktu libur. Seperti jam tidur maksimal jam sepuluh, itupun sudah dispensasi satu jam dari hari biasanya, shalat harus tetap berjamaah dan makanpun harus tetap bersama.
Aku masuk ke kamar asrama dan mengunci pintu, setelah menyimpan perlengkapan shalat ke tempatnya, aku kembali membaca lagi tulisan di amplof itu.
Sangat jelas bahwa nama yang tertulis di amplof itu adalah namaku perlahan aku buka amplof itu, jujur hatiku berdebar, perasaanku tak karuan dan untuk pertama kalinya selama hampir 2 tahun aku memakai seragam putih biru aku menerima sepucuk surat misterius.
Bismillah
To: “Shanum Najua Azzahra
Assalamu’alaikum warahmatullah…
Shanum, I Love You….
From : Akhtar Farzan Wijaya
Deg...deg…deg…
Seketika rasanya waktu berhenti, jantungku berdetak begitu cepat, aku tak tau perasaan apa ini kenapa rasanya seperti ini. Untuk pertama kalinya aku menerima sepucuk surat cinta, singkat, padat dan jelas.
Tok..tok…tok… aku terkaget ketika suara ketukan pintu terdengar, dengan cepat ku sembunyikan surat itu dan ku simpan di bawah tumpukan bajuku di lemari.
“Assalamu’alaikum, lama banget buka pintunya lagi ngapain kamu, Num?
"Kenapa gak nyusul ke rumah Ibu Asrama?”, tiba-tiba Husna dan Nia datang dan memberondongku dengan pertanyaan.
“Ak..aku…aku lagi beres-beres baju di lemari”, jawabku gugup
“Kenapa kalian dah balik, udahan nontonnya?, tanyaku lagi.
“Iya ah, gak ada yang seru, terus si Ibu dan anak-anaknya juga udah tidur jadinya kita balik aja ke kamar mendingan ngerumpi sambil mengeksekusi ni kerupuk seblak.” jawab Husna meraih kerupukyang tadi mereka beli di kantin dan memakannya.
“Num, kamu jadi gak ikutan lomba puisi?”, Nia mengalihkan pembicaraan.
“ Insyaa Allah, kemarin Bu Fatimah manggil aku buat ikutan seleksi dulu di tingkat sekolah, katanya yang terbaik baru akan jadi utusan ke tingkat Kabupaten.”Jawabku.
Bu Fatimah adalah wali kelas kami kebetulan aku, Husna dan Nia satu kelas di kelas VIII-A dan kita juga sama-sama tinggal di asrama sejak kelas VII.
Menjelang akhir tahun pelajaran ini sekolah kami akan mengirimkan siswa-siswi terbaiknya mewakili sekolah untuk mengikuti berbagai lomba yang diadakan oleh himpunan mahasiswa bahasa Indonesia salah satu perguruan tinggi di kota kami.
“Kalo gitu besok kita ke perpustakaan yuk cari bahan buat bikin materinya, aku juga mau ikutan seleksi lomba pidato, dan kamu Ni, jadikan ikutan seleksi lomba bercerita?”, tanya Husna.
“Jadi dong, kata bu Fatimah aku tuh keren kalo lagi bercerita makanya wajib ikut lomba,” Jawab Nia dengan jumawanya.
“Chh…..keren, sebab emang kamu tuh ratu drama,” sela Husna, diakhiri dengan tawa kami bertiga.
“Udah ah, aku mau tiduran, saatnya ganti baju kebangsaan,” Nia berlalu ke arah lemari untuk mengambil baju tidurnya.
“Num, pinjam kerudung instan ya, punya aku dicuci semua.”
“ Ambil aja di lemari paling atas,” jawabku.
Aku lupa kalau aku menyembunyikan sesuatu di dalam lemariku dan seketika aku teringat dengan surat itu.
‘Eh.. eh..Ni, tunggu biar aku ambilin,” aku berlari hampir setengah teriak.
Dan ….terlambat Nia udah menarik kerudung yang paling bawah dan pluk…tiba-tiba sebuah amplof terjatuh dan langsung diambil oleh Nia.
“Kembaliin Ni, itu punyaku,” ujarku.
“Apaan ini, hey ini surat, surat buat kamu?,” tanya Nia.
“Siniin ih itu punya aku, jangan dibuka", aku panik karena Nia malah mengangkat tangan yang memegang surat itu tinggi-tinggi, dia berlari membawa surat itu tanpa mempedulikan teriakanku.
“ckckckck……to; Shanun Najua Azzahra, ciee……kamu dapet surat cinta Num, dari siapa?
Kenapa gak bilang-bilang sama kita?”, Nia terus berlari menghindari kejaranku.
“Husna, tangkap!” Nia melempar surat itu ke Husna.
‘Cie…cie…cie, akhirnya seorang Shanum dapet fans juga,” ejek Husna sambil terus melihat-lihat itu amplof.
“Siniin atulah, jangan dibuka aku malu,” mohonku pada Husna
“Kenapa harus malu Num, diantara kita bertiga cuma kamu yang belum pernah nerima surat cinta, sekarang tetiba ada yang kirim kamu surat cinta, Alhamdulillah setelah sekian purnama akhirnya sahabat aku laku juga, hahaha…”, ejek Husna sambil mengibas-ibaskan surat itu ke wajahnya.
“Tapi aku malu, aku gak mau orang lain tau,” jawabku
“Shanum Najua Azzahra!", Nia menyebut namaku lengkap, biasanya dia seperti itu jika sedang dalam mode kesal.
"Kenapa kamu harus malu? kita itu sudah sahabatan lama sejak kelas VII, semua yang aku alami aku selalu terbuka sama kamu, waktu Kak Shakti ngirim surat cinta ke aku, aku kan juga cerita sama kamu, waktu aku pertama kali ngalamin haid aku juga cerita sama kamu, kita kan sahabat atau jangan-jangan kamu gak nganggap kita sahabat ya?", desak Nia padaku.
Ayatul Husna AlFarisi atau akrab dipanggi Husna dan Tanzil Tanzania Gunawan yang akrab dipanggil Nia adalah sahabat dekatku semenjak masuk ke sekolah putih biru ini dan tinggal di asrama jauh dari keluargaku.
Sejak awal mereka memang selalu membantuku dalam segala hal, kami bersama-sama melewati masa-masa tidak nyaman saat pertama kali tinggal di asrama sampai saat ini dua tahun berlalu persahabatan kami semakin erat sepertinya memang tak ada yang disembunyikan antara diantara kami, apapun selalu diceritakan.
Termasuk aku yang sering keceplosan karena iri belum pernah menerima surat cinta dari lawan jenis.
Mereka berdua sudah lebih dahulu pernah menerima surat cinta dari kakak kelas, secara mereka berdua sangat manis dan ramah, mudah bergaul dan enak diajak ngobrol , sementara aku jika tidak sedang sibuk dengan tugas sekolah dan kegiatan organisasi terkadang lebih asyik dengan duniaku sendiri.
Buatku mojok sendiri sambil membaca novel adalah refreshing yang sederhana tapi mampu merubah mood lebih baik.
“Tapi aku gak tau harus gimana sekarang?” ucapku lirih pada mereka.
“Iya makanya kalo ada apa-apa kamu sharing sama kita biar bisa kita bantu, kita juga pas pertama kali dapet surat cinta deg-degan lo, tapi ujung-ujungnya seneng kan akhirnya merasakan juga cinta monyet hihihi…,” sambung Husna sambil terkikik, merasa geli sendiri dengan ungkapan cinta monyet.
“Ya buka ya, buka … boleh ya, boleh?” Tanya Husna lagi.
“Tapi kalian jangan ngetawain ya,” pintaku.
“Iya..iya.. masa kita ngetawain, yang ada kita turut seneng akhirnya giliran kamu dapet surat cinta.” Jelas Husna
“Eh…betewe ini dari siapa sih?”, Husna dan Nia kian penasaran
Dan jreng…….akhirnya surat itupun terbuka….
“Hah…. Akhtar Farzan Wijaya", sontak mata mereka membulat setengah berteriak menyebutkan nama si pengirim surat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Marlina 81
aq suka baca novel remaja kerana zaman remaja pasti ada keseruan di masa akan datang...cinta monyet, aq senang
2023-08-22
1
senja ku
cerita nya seru, alur pun nyambung dn nyaman di baca nya
2023-08-22
1
Piya Honihon
Awal yg menarik
2022-12-08
1