JANJI JIWO
Tahun 1994, Jogja
Witri bergegas naik ke dalam bus ASPADA yang berciri khas berwarna biru yang berhenti di depannya.
Masih banyak bangku kosong di dalam bis.
Inilah untungnya bila kita mendapat bis sebelum jam enam pagi. Pasti mendapat bis yang cenderung masih sepi.
Tapi kalau sudah lebih dari jam setengah tujuh, bisa dipastikan akan penuh sesak oleh pelajar yang memilih bangun siang dan sampai di sekolah berlomba dengan bunyi bel tanda masuk.
Dan hatinya bersorak senang saat dilihatnya bangku favoritnya belum berpenghuni.
Bangku di samping pintu belakang adalah bangku favorit pertamanya.
Bangku favorit kedua adalah bangku di depan pintu belakang.
Mau tahu alasannya kenapa?
Alasan pertama jelas karena dekat dengan pintu keluar. Sekalipun bis penuh sesak, nggak perlu berjuang terlalu keras untuk bisa segera keluar dari bis yang kadang kernetnya nggak sabaran nunggu penumpangnya turun dengan agak santai apalagi sampai kedua kakinya sempurna menginjak tanah.
Alasan yang kedua adalah, bila dia masuk dan duduk di barisan belakang, dia nggak terlalu jadi 'pemandangan' gratis bagi penumpang yang lain.
Yang bisa melihatnya tentu hanya sesama penghuni baris belakang.
Beda kalau kita naik dan turun dari pintu depan bis. Kita akan bisa dilihat oleh semua penghuni bis saat kita berdiri. Apalagi kalau bis pas nggak penuh sesak. Sudah pasti jadi pemandangan gratis tuh.
Mata Witri mengerjap senang saat dia sudah duduk manis dikursinya dan tiba- tiba melihat Jiwo masuk lewat pintu depan dan langsung duduk di kursi yang berada tepat di belakang sopir.
Melihat sekelebatan saja sudah senangnya kayak gini, batin Witri sambil tetap menatap ke arah kursi dimana Jiwo duduk tenang dan bahkan hanya terlihat ujung rambutnya di ujung atas sandaran kursi dan ujung sepatunya yang nongol sedikit ke samping.
Jiwo, atau nama lengkapnya adalah Jiwo Lelono adalah teman SD nya dulu. Mereka adalah sepasang juara kelas. Tentu saja Jiwo yang juara satu dan Witri juara keduanya.
Dari kelas lima SD dulu Witri baru mulai memperhatikan Jiwo karena dipacokke ( dijodohin) oleh teman- temannya.
Mereka suka diteriaki dengan sebutan Jawi- Jiwo, Jawitri dan Jiwo.
Saking kesalnya dulu Witri sempat nangis dan protes pada mamaknya ( ibunya) kenapa dia dinamai Jawitri, bukan Sawitri atau Safitri, atau Saputri sekalian.
Flashback on
**************
"Kamu mau dipanggil Sawi kalau kamu dinamai Sawitri?" tanya mamak waktu itu. Witri tentu saja menggeleng.
Kan itu nama sayuran. Masak dia dipanggil Sawi?
"Kalau Jawitri, penggalan panggilannya manis semua. Jawi atau Witri. Manis kan?" tanya mamak sambil tersenyum.
"Witri sih manis, Mak. Tapi kalau dipanggil Jawi aku kesel!" sungut Witri.
"Kenapa? Kan bagus. Jawi, Jawa. Kamu kan gadis Jawa." kata Mamak menjelaskan.
"Nggak bagus wong dipacokke Karo Jiwo. ( orang dijodohin sama Jiwo). Jawi Jiwo...Jiwo Jawi...gitu, Mak. Kesel aku!" adu Witri pada mamaknya yang sedang menggoreng tempe untuk lauk makan siangnya.
Mamaknya tertawa geli dan membuat Witri tambah kesal.
"Ya nggak papa. Kan Jiwo anak baik, anak pinter juga kan? Nggak usah malu. Lagian kan bagus kok parapane ( panggilannya/ nickname nya). Jiwo Jawi. Bagus." kata mamak semakin membuat Witri kesal waktu itu.
Namun nyatanya kesal tinggallah kesal. Teman- temannya seolah- olah tak perduli dengan kekesalan yang selalu dia tunjukkan. Omelan dan protesnya mental tak berguna bagi telinga teman- temannya.
Apalagi tak ada 'bantuan perlawanan' sedikitpun dari Jiwo buatnya.
Jiwo santai- santai saja bila diledekin teman- teman mereka dengan panggilan iconic mereka itu.
Dia bahkan hanya memilih menundukkan wajahnya setiap kali Witri menatapnya galak.
Witri memang terkenal galak dan tomboy. Sedang Jiwo berpembawaan tenang dan nyaris tanpa suara setiap harinya.
Tapi kian hari akhirnya Witri mulai bisa terbiasa dan mulai bisa menerima kalau namanya selalu di sambung dengan nama Jiwo tapi bukan berarti hubungan pertemanannya dengan Jiwo jadi akrab.
Tidak sama sekali.
Mereka tetap dua kutub yang berlawanan.
Mereka tidak pernah berinteraksi sama sekali.
Hanya berani saling mencuri pandang saja saat di kelas.
Witri tentu saja ogah kalau harus menyapa duluan.
Memangnya dia gadis apaan harus nyapa cowok duluan? Sorry dorry morry lah yaw....
Dan kejadian di satu siang saat jam istirahat di depan kamar mandi adalah satu- satunya moment yang membuat hubungan mereka -dimata Witri tentu saja- menjadi berubah istimewa.
Tanpa angin tanpa hujan, Jiwo menghadang langkahnya yang baru keluar dari dalam kamar kecil dan langsung mengulurkan dua biji permen karet Yosan berbungkus warna merah dan biru padanya.
"Selamat ulang tahun." katanya tanpa intro sambil mengulurkan permen karet itu.
Witri yang kaget otomatis saja menerima uluran permen kesukaannya itu.
"Kok tahu kalau aku ulang tahun?" tanya Witri dengan tatapan curiga.
Jiwo menunduk malu.
"Tahu lah...kan aku suka sama kamu." jawab Jiwo sambil menatapnya malu- malu lalu menunduk.
Witri melongo.
Suka? Si body Pensil mungil ini bilang suka barusan?
"Mau nggak kamu jadi pacarku?" tanya Jiwo to the point.
"Hah?" tanya Witri kaget.
"Buruan jawab. Keburu ketahuan temen- temen. Nanti kamu malu." desak Jiwo dengan kepala celingak- celinguk, meyakinkan kalau kondisi tetap mandali saat urusan menembaknya belum clear.
"Iya!" jawab Witri tanpa mampu untuk berpikir dulu sedikitpun.
"Iya jadi pacarku?" tanya Jiwo dengan wajah senang.
"Iya! Udah buruan pergi sana!" usir Witri dengan wajah galak.
"Iya...Makasih ya, Jawi." kata Jiwo riang sebelum berlari meninggalkan Witri sendirian yang terpaku menatap dua permen karet hadiah ulang tahun dari Jiwo, pacar pertamanya.
Namun entah kenapa, sekalipun sudah jadian, hari- hari selanjutnya interaksi diantara Jawi- Jiwo tak ada perubahan yang signifikan.
Jiwo tetap pendiam pada siapapun. Dan Witri tetap si galak pada siapapun, kecuali pada Jiwo.
Dari dulu memang hanya dengan Jiwo saja Witri jarang sekali galak karena anak itu nggak pernah menganggu Witri, bahkan berkesan sangat menjaga jarak dan sangat hati- hati bersikap pada siapapun.
Karena itu pula kemarahan Witri tak pernah tersulut oleh Jiwo.
Bedanya hanya sekarang mereka sering saling curi pandang dan diam- diam saling melempar senyum saat jam pelajaran.
Flashback off
**************
Mata Witri tak berpaling sedikitpun dari tempat Jiwo duduk.
Kenapa sih dia nggak nengok barang sebentar biar aku bisa liat wajahnya?! dengus batin Witri kesal.
Sampai akhirnya Witri harus turun saat bis berhenti di seberang sekolahnya.
"Dua sama yang duduk di belakang sopir itu ya,Mas." kata Witri sambil menunjuk ke arah Jiwo sembari mengulurkan selembar uang seratus rupiah pada kernet sebelum turun.
"Pacare mesti...(pasti pacarnya...)." ledek Mas kernet bis yang cuma dibalas senyum kecil saja oleh Witri.
"Tadi sudah dibayarin cewekmu." kata Mas kernet saat Jiwo mengulurkan ongkos padanya.
"Siapa?" tanya Jiwo kaget.
"Cewek rambut sepinggang, tinggi, hitam manis, turun di SMEA Maguwo tadi." jelas Mas kernet itu sambil tersenyum.
Jiwo ikut tersenyum karena hatinya tiba- tiba menghangat.
Bisa dipastikan itu adalah Jawitri. Cewek yang bertahun- tahun ini disukainya.
Jawi...Kenapa nggak manggil aku kalau tahu kita satu bis?
"Pinter lehmu golek cewek, Le. ( Pinter kamu nyari ceweknya, Le)." puji Mas kernet sambil tersenyum.
"Manis ya,Mas?" tanya Jiwo sambil tersipu.
"Iya. Manis. Tapi kayaknya galak." kata Mas kernet sambil tertawa.
"Iya. Dia galak." kata Jiwo ikut tertawa.
Ingatan Jiwo melayang ke jaman SD dulu saat dilihatnya Jawi mengamuk memukuli Johan dengan gagang sapu karena Johan bercanda dengan menowel pipinya.
Flashback on
**************
Johan yang memang usil itu habis dipukuli Jawi sampai menangis diam- diam.
Tak ada yang bisa menghentikan amukan Jawi saat itu karena siapapun yang menghalanginya akan kena sabetan gagang sapu juga.
Hingga akhirnya Jiwo berdiri di samping Johan yang sudah meringis- ringis kesakitan.
"Sudah ya. Johan sudah kapok." hanya itu yang Jiwo ucapkan dan Witri langsung melempar sapu yang sedari tadi dipegangnya ke arah Johan.
"Sekali lagi kamu begitu, aku pukulin lebih keras lagi kamu. Mbok kira aku apa, dijawil- jawil sak karepmu?! ( Kamu kira aku apa, di towel- towel seenakmu?!)". ancam Witri dengan wajah penuh emosi.
Walau wajahnya masih bersungut- sungut dan marah, tapi Witri sudah meninggalkan Johan bersama Jiwo.
"Ya ampuuuun...Itu cewek kerasukan apa ya? Ngamuknya beneran lho, Wo. Untung kamu kesini, kalau nggak kesini bisa mati aku sama dia." kata Johan sambil menghapus airmatanya.
"Besok lagi jangan diulangi. Aku juga akan memukulmu kalau kamu ganggu dia lagi." kata Jiwo dengan wajah datar namun dengan tatapan yang mengancam.
"Weeeeh, kamu kenapa belain dia begitu? Kamu suka sama dia?" tanya Johan meledek.
Lagipula selama ini Jiwo bukan anak usil seperti dirinya. user
Jiwo berpembawaan kalem walau ramah.
"Iya. Dia pacarku." jawab Jiwo datar yang membuat Johan melongo kemudian terbahak- bahak.
Namun suara datar Jiwo jelas berbanding terbalik dengan hatinya yang deg- degan setengah mati.
Kenapa aku ngaku sih kalau dia pacarku...?
"Jawi- Jiwo beneran pacaran..." kata Johan di sela tawa dan meringisnya.
Flashback off
**************
Jiwo melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah sekolahnya begitu turun dari bis.
Dari Jalan Gejayan dia masih harus berjalan kaki ke arah timur lumayan jauh untuk mencapai sekolahnya.
Sekolah yang dia impi- impikan sejak dari SD dulu.
Alhamdulillah akhirnya dia bisa diterima di STM ini.
"Kalau jalan sendiri tolong bibir dikondisikan, jangan senyum- senyum sendiri." suara Lukman yang tiba- tiba ada di sampingnya mengagetkan Jiwo.
Sahabatnya itu memang paling suka membuatnya kaget dengan muncul tiba- tiba.
"Kenapa kamu bahagia banget gitu? Dapat surat cinta lagi?" tanya Lukman penasaran.
Ya, Jiwo memang sering mendapat surat cinta dari cewek- cewek yang sering naik bis bareng dengannya.
Surat cinta itu biasanya dia dapat dari cewek- cewek dari dua buah SMEA yang sekolahnya dilewati oleh bis yang ditumpangi Jiwo setiap paginya.
Salah satu SMEA itu adalah sekolahnya Witri.
"Tadi aku satu bis sama Witri." kata Jiwo dengan wajah bahagia.
"Waaaah, trus kalian ngobrol?" tanya Lukman ikut bahagia.
"Dia bayarin bisku." kata Jiwo lagi.
Kalian ngobrol nggak?" tanya Lukman antusias.
"Enggak...."
"Yaaaahhh....Payah! Pasti kamu takut." sahut Lukman cepat.
"Aku nggak tahu kalau dia bareng aku. Aku tahunya setelah dia turun, aku mau bayar bis, katanya udah dibayarin." cerita Jiwo.
"Heiiissss, payah! Cintamu payah!" kata Lukman kesal sambil menendang pan tat Jiwo kesal sendiri.
Jiwo hanya meringis malu.
...❤️❤️❤️ b e r s a m b u n g ❤️❤️❤️...
Untuk para milenials mungkin agak bingung dengan istilah SMEA dan STM ya...😀😀😀
SMEA \= Sekolah Menengah Ekonomi Atas.
STM \= Sekolah Teknik Menengah.
SMEA dan STM setara SMA/SMU sekarang. namun dengan keahlian khusus.
SMEA untuk bidang ekonomi/ bisnis.
STM untuk bidang teknik/mesin.
SMKK untuk bidang boga dan pariwisata.
SMSR untuk bidang seni.
SMIK untuk bidang industri kerajinan.
Sekarang sekolah- sekolah kejuruan tersebut namanya dilebur jadi satu dengan sebutan SMK ( Sekolah Menengah Kejuruan).
sumber : google
Bernostalgia dengan bis ASPADA 😀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Mbak Ind
asallamualaikum mampir thor kyky asyik nih 🙏
2023-06-10
1
🌈Rainbow🪂
Mampir dl
2023-02-01
1
Assalamualaikum kk aku mampir dari judulnya penasaran
2023-02-01
1