Tahun 1996
***********
"Wit, di tunggu Bagus di belakang mushola. Penting katanya." kata Lita, teman sebangku dan sahabatnya dari kelas satu dulu, begitu dia masuk ke dalam kelas.
Witri yang baru saja memasukkan tasnya ke dalam laci mejanya bergegas berdiri setelah mengangguk kepada sang pembawa pesan.
"Kalian lagi berantem?" tanya Lita setengah berbisik karena sudah banyak teman yang ada di kelas padahal jam pelajaran dimulai masih duapuluh lima menit lagi.
Witri hanya mengangkat bahunya bingung.
Berantem yang marahan karena suatu hal sih enggak. Tapi antara Witri dan Bagus memang agak nggak enak suasananya dua minggu terakhir ini. Serasa beku saking dinginnya.
Padahal biasanya mereka bisa ngobrol ngalor ngidul berganti- ganti tema tanpa terasa di sela- sela waktu sekolah mereka.
Entah bagaimana awalnya, tiba- tiba saja Witri merasa Bagus -pacarnya sejak kelas dua lalu- jadi berubah sikapnya. Tidak segokil biasanya.
Cowok itu jadi lebih pendiam dan seperti menjaga jarak padanya.
Bahkan sudah seminggu ini Bagus tak pernah lagi menunggunya di gerbang sekolah saat pagi. Seperti kebiasaannya sejak waktu PDKT dulu pada Witri.
Tak juga menemaninya menunggu bis saat pulang sekolah seperti biasanya.
Bagus berubah. Witri sangat merasakan itu.
Tapi Witri juga enggan untuk memulai bertanya tentang perubahan sikap Bagus itu karena dia merasa tidak melakukan hal yang bisa membuat Bagus harus bersikap dingin padanya.
Karena kesal dengan sikap Bagus, Witri malah ikut- ikutan cuek.
Bahkan dia sengaja menghindari lewat lorong
sekolah yang kemungkinan ada Bagus disitu.
Menghindari sudut- sudut sekolah dimana mereka biasanya sering bertemu.
Dia malas bertemu dan bertatapan dengan manik mata coklat teduh cowok itu.
Manik mata yang membuatnya merasakan jatuh cinta dimasa remajanya ini.
Manik mata yang terasa begitu memeluk hingga membuat hatinya merasa hangat.
Witri melihat Bagus duduk di pinggir lapangan basket, sambil sesekali mata cowok itu melihat adik kelas mereka yang sedang pelajaran olahraga lompat jauh di jam pelajaran ke nol (sebelum jam pertama pelajaran).
"Ada apa?" tanya Witri to the point sambil beranjak duduk di samping Bagus yang nampak kaget dengan kehadiran Witri yang seperti hantu.
Cowok itu bahkan menolehkan kepalanya dengan cepat saking kagetnya.
"Kayak penampakan aja kamu. Tiba- tiba nongol di samping." kata Bagus sambil sedikit menggeser duduknya semakin menjauh dari Witri.
Ada apa ini? Dia jaga jarak mendadak gini?
Witri bergegas berdiri dengan menghentakkan kakinya kesal lalu mundur dua langkah dari posisinya awal.
"Kok malah berdiri? Menjauh pula." tanya Bagus keheranan menatap Witri yang sudah menampakkan wajah menahan kesalnya.
"Lha kan aku ngikutin kamu jaga jarak barusan? Takut keliatan siapa sih sampai langsung geser jauh banget gitu duduknya ? Barusan awal kita duduk udah berjarak sopan lho, udah bisa buat duduk dua orang gendut." protes Witri tetap dengan posisi berdiri sambil lengannya bertumpu di tembok.
Bagus nampak mendengus kesal.
Sebenarnya kesal dengan tindakannya sendiri yang otomatis langsung bergeser tadi, tapi dengusan itu ditanggapi berbeda oleh Witri.
Witri berpikir Bagus kesal karena dia menuduh cowok itu punya cewek lain di belakangnya hingga harus bersikap kaku untuk menjaga perasaan cewek lain.
Keduanya akhirnya malah terperangkap dalam kebisuan penuh kekesalan.
Mata keduanya hanya bergantian saling tatap dan saling membuang pandangannya.
"Katanya mau ngomong penting. Mau ngomong apa?" tanya Witri lagi setelah cukup lama mereka membisu dan hanya menyibukkan matanya melihat adik kelas mereka yang sedang berlari,melayang sebentar, lalu menjatuhkan kakinya di atas area berpasir. Melakukan olahraga loncat jauh.
"Kita ini sebenarnya kenapa?" tanya Bagus akhirnya dengan suara prihatin sambil menatap Witri dengan tatapan sendu.
"Aku sih nggak kenapa- napa. Nggak tahu kalau kamu." jawab Witri sambil melirik Bagus agak kesal.
Dia yang tiba- tiba cuek dan bikin suasana nggak enak, malah nanya kami kenapa...
"Aku juga nggak kenapa- napa. Nggak ada gimana- gimana juga. Tapi kenapa kita jadi kayak gini suasananya ya? Nggak asik lagi." keluh Bagus sambil menatap penuh tanya pada Witri. Witri tak menyahut.
Dia lebih memilih membenarkan ucapan Bagus dalam hati saja.
"Apa sebenarnya kita sedang dalam rasa bosan?" tanya Bagus seperti gumaman.
Witri menoleh menatap Bagus yang duduk di sebelahnya dengan tenang.
Bosan?
Bolehkah memiliki rasa bosan dalam mencintai? Bolehkah bosan saat mendiami sebuah hubungan?
"Kamu ngerasain bosan nggak sama aku?" tanya Bagus sambil menolehkan kepalanya dan membuat mata keduanya bertatapan.
Dan melihat sorot mata Bagus kali ini, Witri merasa asing dengan tatapan itu.
Tidak ditemukannya sorot mata teduh menenangkan dan mengasihi seperti biasanya.
Sorot mata yang ditemuinya kali ini adalah sorot mata asing dan baru.
Sorot mata yang datar dan seperti sedang bersusah payah untuk bersinar lembut seperti biasanya.
Kenapa ini? Dia kenapa?
Witri menggeleng pelan. Sebuah gelengan kepala untuk menjawab pertanyaan Bagus dan untuk menyatakan ketidakpercayaannya pada perasaannya yang tiba- tiba merasa retak.
Entah mengapa dia merasa telah kehilangan Bagusnya.
"Atau kamu mulai merasa nggak nyaman sama hubungan kita? Sama aku?" tanya Bagus lagi dengan suara pelan.
Kali ini dia menunduk, kemudian menatap lurus ke depan tanpa melirik Witri sedikitpun.
Wajahnya datar tanpa senyum sedikitpun.
"Aku tahu kamu suka menghindari ku akhir- akhir ini. Kenapa?" tanya Bagus sambil menoleh menatap Witri yang terpaku.
Ternyata dia tahu aku males ketemu dia ...
"Nggak mau ngerusak pemandanganmu aja. Aku tahu kamu sedang berusaha menjaga jarak padaku. Kenapa harus begitu?" tanya Witri balik bertanya.
Witri semakin merasa sedih saat dilihatnya mata Bagus nampak berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
Berarti benar...kamu memang sedang menjaga jarak denganku.
"Kalau aku ada salah, bilang. Kalau kamu bosan atau nggak nyaman, ngomong. Aku bisa mendengarkan. Aku bisa menjelaskan. Bahkan kalau diperlukan, aku juga bisa mengerti." kata Witri tenang namun terasa menikam.
"Kenapa kamu malah ikut- ikutan jaga jarak dan cuek sama aku? Bukannya tanya kenapa aku bersikap begitu sam kamu." tanya Bagus pelan.
"Aku ngerasa nggak ngelakuin sesuatu yang bikin kamu marah atau bad mood. Makanya aku mikir kamunya aja yang emang sedang ingin menjaga jarak padaku. Ya udah, aku bantu kamu dengan aku jarak pula." jawab Witri pelan.
"Ckkkk...!" Bagus berdecak kesal, membuat hati Witri sedikit nyeri.
Bagus nggak pernah bersikap seperti ini sebelumnya.
"Kamu emang nggak sensitif jadi cewek." gumam Bagus setengah mengeluh.
"Itu kan kamu udah tahu dari dulu." sergah Witri cepat.
"Ya kan aku pikir kamu bisa berubah sedikit demi sedikit agar lebih sensitif sama perasaan orang lain. " sahut Bagus cepat dengan suara ditekan serendah mungkin.
"Perasaan apa maksudnya nih? Perasaan siapa?" tanya Witri cepat.
Kok pembahasannya sampai perasaan?
Bagus kembali mendengus pelan.
"Perasaanku!" kata Bagus agak keras sambil menunjuk dadanya sendiri, membuat Witri berjengit kaget.
Witri menatap wajah Bagus yang nampak menahan kesal. Dadanya tiba- tiba bergemuruh keras. Darahnya tiba- tiba terasa mendidih.
"Kamu nggak mau tahu perasaanku, Wit. Selama ini aku sabar. Aku nunggu." kata Bagus dengan suara yang kembali melembut.
Dia sedikit menyesal saat menyadari Witri kaget dengan nada tingginya tadi.
"Aku nyakitin perasaan kamu? Kapan?" tanya Witri dengan wajah bingung.
"Kamu nggak pernah nyakitin perasaanku. Tapi kamu nggak sensitif dan itu bikin perasaanku lama- lama kesal sama kamu." kata Bagus pelan tanpa mau mengangkat pandangannya dari ujung sepatunya sendiri.
"Aku nggak sensitif dalam hal apa? Aku kurang pengertian? Aku kurang memberimu kebebasan? Aku kurang..."
"Kamu nggak pernah mau ngasih keinginanku." potong Bagus cepat.
Witri langsung terdiam menatap Bagus tak mengerti. Matanya mengerjap mencoba mengingat hal apa yang mungkin terlewat dari perhatiannya saat bercakap bersama Bagus.
Keinginan? Memangnya Bagus pernah ngomong pengen apa gitu? Kayaknya nggak pernah ngomong apa- apa sama dia.
Witri semakin bingung saat dilihatnya Bagus kembali berdecak kesal.
"Aku...kamu...memangnya pernah ngomong sama aku pengen apa?" tanya Witri dengan nada takut- takut setelah setengah mati dia berusaha mengingat tapi tetap tak bisa mengingat apa keinginan Bagus padanya.
Jantung Witri berdegup kencang saat dengan tiba- tiba Bagus berdiri kemudian menghadapkan wajahnya padanya dengan menundukkan kepalanya.
Mata mereka bertemu kembali dengan tatapan yang terasa asing satu sama lain.
Witri mendapati tatapan kesal dari mata Bagus dan Bagus mendapati tatapan bingung dan menyesal dari mata Witri.
"Aku pernah minta cium pipi sama kamu. Dan sampai sekarang itu nggak pernah aku dapatkan. Kita sudah setahun pacaran,Wit. Erika dan Bondan saja yang baru sebulan pacaran sudah ciuman bibir." kata Bagus sambil mengeram.
Witri terpaku. Tubuhnya tiba- tiba merasa panas karena darahnya mendidih.
"Aku tunggu jawaban kamu istirahat nanti di perpus." kata Bagus setelah mereka dengar bel tanda masuk berbunyi.
Bagus berlalu tanpa menoleh lagi. Meninggalkan Witri yang menekan rasa kesalnya diam- diam.
...❤️❤️❤️ b e r s a m b u n g ❤️ ❤️❤️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
ati2 lho wit.....
2022-05-21
1
Ersa
jok gelem Wit....
2022-03-22
1
Menik 17yk
aku bingung..witri pacaran ro jiwo po ro bagus🤦♀️
2022-03-19
1