Witri bergegas mengatupkan bibirnya yang tanpa sadar membentuk senyuman karena lamunannya.
"Nggak papa." jawab Witri santai.
"Ngebayangin kalau lagi ehem- ehem sama Bagus ya?" ledek Lita sambil menowel lengan atasnya. Alisnya naik turun menyebalkan pandangan Witri.
"Nggak!" tukas Witri cepat.
Pacar kamu sekarang anak mana, Wo?
"Alhamdulillah...!" seruan seisi kelas menyentak lamunan Witri yang sedang akan take off.
Bel tanda istirahat rupanya sudah berdering.
Teman- teman Witri berhamburan keluar kelas dengan mayoritas bertujuan ke kantin.
"Ayo, Wit." ajak Lita setelah selesai menyisir rambut hitam kemilau sepunggungnya.
"Mau kemana?" tanya Witri santai.
"Kantin lah!" jawab Lita mantap.
"Kirain mau ke kostan pacarmu." kata Witri setengah meledek.
"Dia kuliah masuk siang." jawab Lita santai.
Witri hanya ber ooo saja menanggapinya.
"Lhoh kok kamu kesana?" tanya Lita heran setelah mengikuti langkah Witri keluar kelas.
Witri mengambil arah ke perpus yang berlawanan dengan arah menuju kantin.
"Aku mau ke perpus." kata Witri tanpa dosa. Lita mendengus kesal dibuatnya.
"Tau gitu nggak aku tungguin, Sriiiii!" kesal Lita sambil menendang ke arah paha Witri yang hanya kena angin.
Witri sudah ngacir berlari ke arah perpus untuk bertemu Bagus yang ternyata sudah duduk manis di meja sudut ruang perpus yang lengang.
Cowok itu menghadap ke arah jendela yang berhadapan dengan dinding ruang lab. komputer.
Witri duduk di samping Bagus tanpa bersuara.
"Lama." gumam Bagus dengan wajah kesal.
"Aku kan harus jalan dulu dari kelasku yang di ujung sana. Kamu sih tinggal jalan tiga langkah dari kelasmu udah masuk perpus." beladiri Witri.
"Gimana?" tanya Bagus to the point.
Kali ini matanya menatap mata Witri dengan sorot mata menuntut. Bahkan menurut Witri seperti mengancam.
Tanpa sadar Witri menelan salivanya kasar.
Entah mengapa Witri tiba- tiba merasa cemas.
Keringat dingin telah membasahi kedua telapak tangannya.
Jantungnya tiba- tiba berdebar tak beraturan.
"Kamu harus jawab sekarang, Wit. Mau nggak?" tanya Bagus lagi dengan suara lebih tegas.
Witri menatap kembali ke dalam mata Bagus. Dan dia merasa sedih saat dia menyadari mata itu tak lagi menyiratkan sedikitpun rasa sayang.
Yang dia lihat saat ini hanya tatapan menuntut, mengancam, bahkan merendahkan.
Nggak! Dia nggak mau melihat ini.
Bagus yang dia kenal selama ini tak ada lagi di depan matanya.
"Apa harus?" tanya Witri dengan suara lirih.
"Iya. Harus!" jawab Bagus tegas.
"Kenapa harus?" tanya Witri kemudian. Sesaat Witri melihat keterkejutan di mata dan wajah Bagus dengan pertanyaannya itu. Namun segera terganti dengan tatapan kesal kembali.
"Karena kamu pacarku. Kalau pacarku cewek lain pasti aku mintanya sama cewek lain." jawab Bagus kemudian dengan nada ragu.
"Apa orang pacaran harus seperti itu?" tanya Witri lagi.
"Kalau nggak mau begitu ya jangan pacaran, Wit. Yang bedain cowok cewek pacaran sama temenan kan itu, Wit. Kita pegangan tangan, ciuman, pelukan, kan lebih nyaman sama pacar, orang terdekat kita." jawab Bagus dengan nada yang terdengar gemas.
"Gimana? Aku hanya pengen cium pipi aja, Wit. Sebagai tanda cinta kamu sama aku. Sebagai bukti kalau aku istimewa bagimu dibanding cowok lain di dunia ini." bujuk Bagus.
Witri menunduk. Yang kini tiba- tiba berputar di kepalanya adalah kilasan peristiwa saat pipinya dicium Jiwo.
Dia nggak rela pipinya akan dicium cowok lain.
Dia nggak bisa ngebayanginnya.
"Kalau kamu nggak mau, lebih baik kita udahan aja." kata Bagus tiba- tiba.
Witri terhenyak menatap Bagus.
Gini aja? Semua harus udahan hanya karena minta cium nggak keturutan?
Cinta Bagus hanya sebatas ciuman aja?
"Ya udah..." jawab Witri pelan.
Wajah jutek Bagus langsung berubah cerah mendengarnya.
Harus diancam dulu rupanya...
"Ya udah kalau gitu. Kita udahan aja." kata Witri pelan sambil menatap Bagus dengan tersenyum tipis walau matanya terlihat bersorot sedih.
Bagus terpaku.
Udahan? !
Dia milih udahan daripada ngasih pipinya doang?
"Wit..." Bagus tertegun tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
"Dari awal dulu aku sudah bilang sama kamu kalau aku nggak mau ada begituan. Kamu dulu menyanggupi. Kalau sekarang kamu merasa sudah nggak bisa, nggak papa kita udahan aja. Maaf aku nggak bisa nurutin mau kamu." kata Witri tenang dan dengan wajah santai.
Bagus tak bisa bicara. Matanya hanya berkedip- kedip tak percaya.
"Aku ke kelas dulu. Bye." pamit Witri langsung berdiri dan segera berlalu dari hadapan Bagus tanpa menoleh sedikitpun.
Samar- samar di dengarnya suara Bagus memanggil namanya berkali- kali dengan lirih tapi tak dihiraukannya.
Hatinya sangat kacau walau balon hijau tak meletus di depan mukanya. ( Apa sih ini....😅).
Witri mendengus kesal begitu menyusuri koridor menuju kelasnya.
Nyatanya Bagus tak mengejarnya.
Berarti Bagus oke- oke saja dengan kejadian barusan dan merasa nggak perlu membicarakan ulang masalah mereka.
Selesai.
Dalam hitungan detik kisahku selesai.
Witri meringis merasakan hatinya yang tiba- tiba hampa.
Bagus bukan lagi kekasihnya. Antara dia dan Bagus sudah tak ada lagi tali cinta.
Witri menghela nafasnya sedih.
Dia ingin menangis seperti teman- temannya yang selalu menangis kalau putus cinta atau sedang berantem dengan pacarnya.
Tapi ternyata dia tak bisa mengeluarkan airmatanya.
Kehilangan ini belum seberapa dibanding kehilanganmu dulu, Wit. Ini hanya kehilangan kecil. Tak perlu ditangisi.
🍁🍁🍁🍁🍁
Jiwo menyobek, meremas, kemudian membuang surat cinta wangi berwarna kuning yang baru saja dibacanya sambil jalan menuju tempatnya menunggu bis pulang.
Lukman yang berjalan di sampingnya hanya menyeringai melihatnya.
Pemandangan biasa yang sudah dia lihat sejak mereka jadi sahabat dari kelas satu dulu.
Cowok kalem dengan senyum manis tersipu- sipu di sampingnya ini hampir tiap hari seperti itu. Membaca, menyobek, meremas, lalu membuang surat- surat cinta yang dia dapat tanpa pernah mau membalasnya satupun.
"Nggak punya uang buat beli kertas surat wangi." itu adalah alasan yang selalu dia dengar tiap kali bertanya kenapa Jiwo tak pernah membalas surat- surat itu.
"Halah alasan! Kamu balas pakai kertas tengah buku tulis juga nggak papa asal jawabannya sesuai harapan mereka." tukas Lukman sambil menabok pundak Jiwo yang meringis.
"Aku nggak bisa bikin kata- kata romantis." elak Jiwo lagi sambil cengengesan.
"Aku buatin! Besok aku buatin kalau kamu mau." sergah Lukman cepat yang disambut tawa dan gelengan kepala Jiwo.
"Aku yakin cewek pujaan hatimu itu pasti juga udah punya pacar, Wo. Move on lah dari cinta monyetmu itu." kata Lukman kali ini dengan wajah di setel serius.
Jiwo hanya menundukkan pandangannya. Menatap satu- satunya sepatu yang dia punya sejak kelas satu dulu yang kini sudah bolong di bagian kelingking kirinya.
Mungkin benar apa yang dikatakan Lukman. Witri pasti punya pacar.
Dia telah jadi gadis yang semakin manis yang bisa menarik perhatian cowok tanpa perlu melakukan apapun.
Dia sangat manis kalau tertawa. Sangat jauh dari kekakuan wajahnya kalau sedang terdiam.
Jawiku...
"Tapi aku masih pacarnya. Kami nggak putus pas SD dulu." gumam Jiwo yang disambut gelak Lukman.
"Itu cinta monyet, Ndorooooo.....Mungkin Witri aja udah lupa kalau pernah jadi pacarmu." kata Lukman gemas.
Dia kadang sampai jengkel untuk menyadarkan Jiwo agar mau move on dari cinta pertamanya itu.
Sudah enam tahun berpisah dan tak ada komunikasi dengan cewek itu, tapi Jiwo masih saja memuja cinta pertamanya itu di dalam hati.
Lebih menggemaskan lagi Jiwo seperti tak punya nyali saat dipaksa Lukman untuk diajak mendatangi sekolah cewek itu sekali- sekali.
"Tapi aku masih cinta sama dia..." kata Jiwo yang lebih mirip rengekan daripada ungkapan perasaan.
"Cinta telek! ( ta*i ayam) !" umpat Lukman kesal sendiri melihat wajah memelas Jiwo serupa kucing tak makan lima hari.
"Kamu nggak tahu rasanya mencintai cewek seperti aku mencintainya." kata Jiwo lagi mendayu- dayu. Kali ini Jiwo sengaja meledek Lukman agar sahabatnya itu semakin rajin misuh ( mengumpat) karena jengkel.
""Aku nggak akan segoblock kamu juga kalau suka sama cewek, Wo!" geram Lukman nyaris menjerit saking kesalnya.
Jiwo terkekeh sambil mencoba memeluk Lukman yang langsung mendorongnya menjauh.
"Bukan mahrom, Mony*t!" teriak Lukman kesal.
Jiwo terbahak kali ini.
...💧💧 b e r s a m b u n g 💧 💧...
*Ndoro adalah panggilan khusus biasanya untuk orang yang punya gelar ningrat. Biasanya rakyat jelata/ abdi keraton akan memanggil seperti itu kepada kaum ningrat atau kalau jaman dulu kepada orang yang terpandang atau kaya raya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
witri keren.....aja sampe ikut2 yg gak bener
2022-05-21
1
Yayoek Rahayu
ampun deh..
2022-05-21
1
Ning
sip wit👍
2022-03-29
1