Alvan merasa kesepian tanpa Karin. Kalau dari Citra memang tak ada apa diharap. Gadis itu selalu menghindari Alvan di manapun. Tak ada tanda-tanda Citra berusaha rebut perhatian Alvan. Gadis itu cuma laksanakan tugas sebagai isteri umumnya. Memasak, nyuci dan bereskan rumah. Tugas umum ibu rumah tangga. Dari sini Citra dapat ponten sembilan karena Alvan tak pernah komplain kerja Citra. Gadis itu bekerja dengan baik.
Cuma satu yang tak Citra laksanakan sebagai isteri yakni melayani Alvan di tempat tidur. Citra tak perlu pusing soal itu karena ada Karin wanita simpanan Alvan siap menjadi sparing partner laki itu. Citra justru bahagia tak perlu repot memikirkan urusan ranjang.
Alvan mencari sesuatu bisa ganjal perut yang mulai berdendang segala jenis genre musik. Dari dangdut nyasar ke rock. Untung belum ke arah seriosa.
Alvan gerutu dalam hati. Kenapa Citra tak sisakan makanan di meja. Mie goreng pagi tadi ludes. Sisanya pasti disapu Karin si pemalas. Wanita itu hanya tahu terima beres. Apapun Citra yang kerjakan. Alvan tak masalahkan itu. Cintanya lebih kental dari amarah. Pokoknya Karin adalah wanita perfect di mata Alvan. Persetan dengan kekurangan.
Alvan yakin lambat laun Karin akan berubah seiring bertambah usia. Apa lagi kelak punya anak. Alvan harus segera bertindak agar Karin mendapat posisi di keluarga walau hanya sebagai isteri kedua. Orang tuanya pasti takkan menolak Karin kalau sudah hamil. Citra pasti tak bisa hamil karena Alvan tak berniat menyentuh gadis itu.
Citra tak pantas jadi wanitanya. Dasar apa Citra harus dapat kasih sayang Alvan. Tak ada secuil cinta dalam hati untuk Citra. Yang ada rasa jengkel tingkat dewa.
Terakhir Alvan menemukan segelas teh segar dalam kulkas. Teh berwarna agak kehijauan menggoda mata Alvan untuk segarkan kerongkongan. Peduli punyaan siapa. Semua barang di rumah punyaan dia. Alvan berhak atas seisi rumah. Siapa berani protes.
Tanpa ragu Alvan menegak gelas berisi seduhan teh hijau milik Citra. Ada sedikit rasa manis menyegarkan kerongkongan. Nyes melegakan leher sekaligus memanjakan lambung walau hanya segelas teh.
Laki ini meletakkan gelas kosong di atas meja. Tak perlu dicuci karena ada tukang beres-beres rumah. Alvan yakin tak lama lagi Citra akan pulang.
Alvan merebahkan tubuh di sofa warna maron dari bahan kulit mahal. Siapapun yang lihat tahu itu barang mahal. Wajar seorang pengusaha muda macam Alvan miliki segala kemewahan. Keluarga Lingga juga termasuk orang kaya di tanah air. Harta berlimpah tak habis dimakan tujuh turunan.
Alvan merasa badannya meriang panas di sofa. Ada rasa aneh menjalari seluruh badan. Sesuatu mendesak dari dalam mengharuskan laki berbuat sesuatu untuk redamkan gejolak yang tiba-tiba menggila. Panggilan birahi tak tertahan menguasai Alvan.
"Sialan..." desah Alvan beranjak masuk kamar. Laki ini segera buka pakaian basahi diri di bawah curahan air shower untuk redam gejolak aneh di dada.
Disiram sampai berkali-kali rasa itu tetap tak mau pergi. Bahkan makin menggila permainkan pikiran Alvan. Laki ini mencoba olah raga ringan buang pikiran buruk terhadap nafsu yang sedang membara.
Push up, jalan di tempat tak kurangi angkara yang sedang menembus titik batas. Alvan makin gelisah. Mau tak mau Alvan ambil ponsel coba hubungi Karin. Ke mana wanita itu? Saat genting gini malah hilang bagai maling dikejar polisi.
Nomor Karin di luar jangkauan. Tidak tersambung. Alvan merutuk dalam hati. Kini Alvan butuh pelampiasan untuk buang gairah yang terlanjur membakar otak.
Tak lama terdengar suara di dapur. Alvan menduga isteri pertamanya sudah pulang. Cuma sayang itu takkan banyak membantu. Alvan tak berhasrat pada gadis itu. Alvan lebih berharap Karin segera pulang bantu dia salurkan nafsu gila.
Alvan keluar kamar melihat sosok mungil sedang menata belanjaan di kulkas. Pantesan Citra telat pulang. Ternyata belanja maka terlambat sampai rumah.
Samar-samar terdengar dendangan halus keluar dari bibir kecil Citra. Alvan jelas. dengar itu lagu Rossa berjudul Tegar. Suara Citra tidak merdu namun cukup asyik di telinga sebagai hiburan di kala suntuk.
Citra sedang menghibur sendiri di kala sepi gini. Suasana gini sudah dijalani hampir setahun. Jadi pembantu dari suami sendiri. Citra tak keberatan selama Alvan tak mengusik ketenangannya.
Alvan mendehem memaksa Citra putar badan mencari sumber suara. Citra kaget melihat Alvan berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah merah padam. Citra mana tahu kalau laki itu sedang menahan gejolak nafsu.
"Pak Alvan...sudah pulang? Maaf aku belum masak." Citra gelagapan ketahuan tidak sediakan makan siang. Kadang disediakan tak ada yang makan. Alvan jarang pulang jam siang. Paling Alvan sarapan pagi dan makan malam.
"Tidak perlu masak." ujar Alvan tersendat. Keringat dingin bercucuran di dahi saking kuatnya obat perangsang yang dibuat Karin. Rencana hendak jebak Citra malah Alvan yang nyangkut.
"Bapak sakit? Muka kok merah?" Citra segera menyadari ada yang tak beres dengan suaminya. Citra menuang segelas air putih untuk meredakan demam Alvan. Bagi Citra Alvan sedang kurang sehat badan.
"Aku kurang sehat. Maukah kau gosok badanku?" tanya Alvan sedikit bergetar.
Citra tak langsung iyakan. Citra merasa tak berhak menyentuh laki itu walau suaminya. Karin yang sudah terbiasa dengan laki itu.
"Aku telepon kak Karin dulu." Citra berjalan ke arah telepon rumah berniat hubungi Karin. Citra tak punya ponsel maka komunikasi tetap pakai telepon rumah. Ponsel barang mewah saat itu. Tak semua orang punya rezeki barang mewah itu. Citra termasuk orang kurang beruntung tak memiliki barang itu.
"Tak usah...ponselnya tak aktif. Kamu saja. Aku ini suamimu. Tak perlu malu." Kalimat itu meluncur mulus dari bibir Alvan. Kalau bukan terbakar nafsu Alvan tak Sudi disentuh gadis kampungan itu.
"Tapi pak..." Citra masih berusaha menolak.
"Cepat sini!" bentak Alvan makin tak terkontrol. Gairah makin menggigit kepala Alvan sampai tak mampu menahan. Apa yang harus terjadi terjadilah. Yang penting dia butuh tempat pelampiasan.
Citra terpaksa dekati Alvan dengan wajah pucat. Gadis muda itu merasa ada yang tak beres pada Alvan. Tak biasa Alvan bersedia dekat dengannya. Selama tinggal bersama di mata Alvan gadis muda itu hanya beban. Orang yang telah rengut kebahagiaan nyatanya.
Alvan mencekal lengan Citra dengan kencang dibarengi tatapan mata bak serigala lapar lihat setumpuk daging segar. Citra sampai mundur ke belakang takut Alvan berbuat tak senonoh terhadapnya. Citra tak rela disentuh laki yang membencinya.
Citra tidak benci Alvan hanya tak mau intim dengan orang yang suka menghinanya. Citra punya harga diri walau sangat kecil. Dia orang kecil tak punya power lawan tuan tirani. Setiap kata Alvan adalah sabda yang harus dipatuhi Citra.
Tapi untuk yang ini Citra tak ingin mengalah. Citra harus jaga kehormatan sampai tangan berhak menyentuhnya.
"Pak...sadar! Tunggu kak Karin datang! Bapak berbaring di kamar saja. Aku akan masak bubur kalau bapak kurang sehat." Citra masih berdalih.
Alvan menggeram tak sanggup menahan diri lagi. Birahi sialan telah menjadi raja di badan Alvan. Akal sehat Alvan pudar ditelan obat perangsang hasil karya Karin.
Alvan menarik Citra dengan kasar masuk ke kamar. Tubuh mungil Citra mana bisa melawan tenaga super besar Alvan. Gadis ini tak berdaya di bawah Kungkungan Alvan. Alvan menindih Citra tak peduli seberapa kuat gadis itu melawan pertahankan mahkota kebanggaannya.
Sekali tarik pakaian Citra lepas berceceran di lantai. Saat genting gini Citra masih melawan coba menyadarkan Alvan kalau dia bukan Karin. Wanita yang siap dipakai. Citra hanya tameng tutupi perzinahan Alvan dan Karin. Bukan wanita siap hiasi ranjang Alvan.
"Pak...sadar! Aku ini Citra." seru Citra menutupi dadanya dengan lengan. Dua bukit kembar berdiri kokoh makin merusak syaraf Alvan yang kacau.
"Hhhmmm..." hanya itu keluar dari mulut Alvan. Pakaian laki itu sudah lepas ntah sejak kapan. Mengapa Citra tak sadar berada di pinggir jurang maut. Alvan makin menuntut hak sebagai suami.
Perjuangan Citra hanya sia-sia. Alvan lebih kuat menuntaskan libido lakinya. Citra tak berdaya dipaksa Alvan bercinta. Mahkota yang dia jaga selama ini hancur di terjang laki di bawah pengaruh obat perangsang itu. Lunglai tubuh Citra menerima kenyataan Alvan telah merebut barang paling berharga dalam hidupnya. Rasa sakit di hati setara dengan nyeri di bawah perut.
************ Citra perasa pedih setelah dipaksa Alvan bercinta. Citra ingin menangis tapi ditahan. Citra tak boleh tampak lemah di depan Alvan walau laki itu menang. Masa depan Citra tertutup gara-gara nafsu bejat Alvan.
Citra berharap bercerai dengan Alvan kelak dia masih punya harga di mata pasangan baru. Tapi angan itu sirna menguap karena ulah Karin. Mau jebak Citra dengan laki lain malah Alvan yang terjebak.
Alvan tergolek puas telah berhasil salurkan gairah yang membara. Apa lagi Citra gadis suci bersih. Alvan tak sangkal kalau dia bangga menjadi orang pertama bagi Citra. Citra toh isterinya bercinta tak dilarang agama.
Citra menatap laki di samping dengan hati remuk. Citra dendam pada laki yang kurang ajar salurkan nafsu padanya. Citra tak rela walau itu sebagian dari tanggung jawab sebagai isteri. Alvan berhak melakukannya tapi itu bukan datang secara tulus. Alvan hanya buang nafsu merusak angan indah Citra.
Citra mengumpulkan pakaian segera berlalu dari kamar Alvan dan Karin. Citra tak mau Karin kepergok mereka berada dalam satu kamar. Kamar Karin pula. Ntah tuduhan apa akan dilontarkan wanita itu pada Citra. Wanita murahan atau yang lebih pedih di kuping pelacur.
"Kau mau ke mana?"
"Ini bukan kamarku!" Citra segera berpakaian tak peduli tatapan nanar Alvan terhadap tubuhnya yang tidak berpakaian.
"Bersihkan tempat tidur baru pergi! Aku tak mau Karin lihat bercak darah di seprei ini!" kata Alvan tak berperasaan.
Citra merapikan pakaian walau bagian bawah perutnya masih nyeri. Manusia apa laki ini? Telah berbuat kurang ajar seenak dengkul perintah dia bersihkan kamar Karin dari sisa percintaan mereka. Hati kecil Alvan pasti sudah dimakan anjing liar.
Tanpa berkata apapun Citra menarik seprei tak open Alvan masih di atas kasur. Sikap Citra tidak sopan bahkan agak kasar. Amarah dan benci terlukis jelas di wajah mungil itu. Kalau Citra punya kekuatan sihir rasanya ingin sihir laki itu hilang dari permukaan bumi. Kirim ke alam gaib lain biar bersatu dengan para demit.
Alvan bangkit dari ranjang dengan santai tidak malu masih telanjang bulat. Tubuh tinggi besar pujaan Karin berjalan ke kamar mandi.
Sementara itu tangan mungil Citra bergerak cepat bongkar seprei Karin. Di atas seprei berhias bercak darah warna merah jambu. Itulah mahkota Citra yang direngut paksa oleh Alvan. Tidak ada tuntutan karena laki itu memang punya hak.
Citra ingin menangis darah tapi tak di sini. Citra tak boleh tampak lemah agar tak dilecehkan Alvan selanjutnya.
"Citra..." terdengar panggilan Alvan dari kamar mandi.
Citra sengaja tak menyahut biar Alvan tak besar kepala telah nikmati sesuatu yang paling berharga dalam hidup Citra sebagai anak gadis. Citra bergegas keluar dari kamar Karin sambil bawa gulungan seprei kotor.
Gadis ini bawa seprei ke belakang untuk dicuci pakai mesin cuci. Alvan benar. Mereka tak boleh tinggalkan jejak untuk Karin. Wanita itu bisa bunuh Citra bila ketahuan bercinta dengan Alvan.
Lucunya isteri sah tak boleh bercinta dengan Alvan sedang selingkuhan bebas. Kisahnya seolah Citra jadi pelakor sedang Karin bini resmi. Dunia terbalik. Isteri sah tak berhak tapi selingkuhan yang berkuasa.
Citra sembunyi di belakang menetes air mata. Jadi orang kecil sangatlah tidak enak. Sudah di bawah digencet sampai gepeng.
Citra tak boleh cengeng. Dia harus kuat sampai selesai kuliah menggapai cita-cita menjadi dokter idaman semua orang. Penderitaan ini anggap sebagai kerikil untuk makin kuat melangkah.
"Citra..." terdengar seruan parau Alvan lagi.
Citra cepat-cepat hapus air mata supaya Alvan tak melihat dia menangis. Citra tak boleh cengeng. Harus lebih tegar walau badai telah menghempas. Pasang pagar tinggi agar sanggup lewati hembusan angin badai.
"Ada apa lagi?" sinis Citra tak keluar dari tempat cuci pakaian.
Alvan yang datang ke belakang tak berpakaian. Laki itu hanya kenakan celana training warna biru tua. Wajah tak segar kembali bertengger di wajah laki itu. Reaksi obat kembali gerogoti tubuh laki itu. Ternyata pelepasan tadi belum cukup cuci dosis obat perangsang. Laki itu kembali bergairah.
"Kenapa lama cucinya?" tegur Alvan dengan suara serak mulai tak terkendali.
"Cuci bukan segampang umbar nafsu! Pergilah! Jangan ganggu aku!" usir Citra gelisah Alvan tak beranjak pergi. Mata laki itu kembali nyalang seperti tadi. Citra berdoa dalam hati agar setan di tubuh Alvan segera enyah.
"Aku butuh kamu!"
"Tunggu kak Karin! Please jangan ganggu kerjaku! Nanti kak Karin pulang pikir macam-macam."
"Macam gimana? Kita sudah aneka macam!" Alvan maju makin dekat dengan Citra.
Citra mundur merapatkan tubuh ke tembok sambil silang tangan melarang Alvan mendekat. Laki yang sudah terbakar nafsu mana peduli penolakan Citra. Laki itu meringsek makin merapat ke tubuh Citra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Tuti Tyastuti
kasian citra
2023-08-04
1
Meisritaulu
sabarlah citra
2022-05-10
2
Alya Yuni
Aneh si Citra kuliah kedoktern msa gk tau it obat prangsang
dsar Alva pantas gk ada ank
2022-05-05
3