Daniel angguk beri jaminan akan perlakukan Citra sebagai adik. Tidak lebih dari itu. Daniel hanya iba pada nasib sial Citra ketemu Alvan. Laki tak punya hati nurani.
"Gue jamin takkan macam. Lihat tampang imutnya hati gue meleleh. Kalau lhu lepasin dia kelak gue siap tampung. Gue akan tunggu jandanya."
"Tunggu saja sampai kiamat. Dia tetap jadi bini gue dalam hukum, tapi Karin bini gue dalam hati." ujar Alvan santai tak jaga perasaan Citra.
Andai Citra dengar kata-kata Alvan bagaimanakah reaksinya? Apa anak itu masih sanggup bertahan di rumah penuh kepedihan ini. Daniel memuji mental Citra berlapis baja sanggup hadapi sikap buruk Alvan dan Karin.
Di mata Daniel perlakuan Alvan pada Citra tak lebih antara majikan dan pembantu. Citra melakukan semua pekerjaan rumah tangga termasuk melayani keperluan Karin yang layak nyonya besar.
"Van...jangan kebangetan! Jelek-jelek Citra itu jauh lebih dari Karin. Cuma dia tak pandai bergaul. Suatu saat anak itu akan tumbuh besar menjadi orang. Kau akan menyesal atas sikapmu ini." sinis Daniel kurang suka Alvan hina Citra.
"Amin saja. Habis ini lhu pulang saja. Bikin otakku mumet asyik bahas anak pembantu itu."
"Gue pulang sekarang. Mulai besok gue akan datang sini temani Citra. Kau jangan ngelarang ya!" Daniel bangkit dari meja makan walau nasinya belum habis. Daniel tidak suka Alvan asyik hina Citra sebagai anak tak berguna.
Bagi Daniel Citra jauh lebih berharga dari Karin si ratu dugem. Apa yang dilihat Alvan dari Karin. Dari kecantikan atau sikap murahan Karin menjerat Alvan. Namun Daniel tak berhak memaksa Alvan alihkan perhatian dari Karin ke Citra. Itu wilayah Alvan.
"Hei Dan..kok kabur? Katanya mau tunggu Karin pulang." Alvan panik sobat kentalnya tiba-tiba minta pamit padahal tadi dia cuma asal omong.
"Tadi ngusir. Tunggu saja sendiri. Bangga toh punya calon bini ratu jalanan! Karin si ratu dugem yang kaya raya. Tiap malam traktir teman-teman minum sampai teler. Kau kan suka wanita model bar-bar. Lebih hot di ranjang kan? Permisi." Daniel pergi tinggalkan Alvan dongkol hati. Dibilang dikit langsung ngambek kayak anak cewek.
Selera makan Alvan ikut hilang bersama perginya Daniel. Alvan heran mengapa Daniel bisa suka pada ikan teri macam Citra. Di mana kelebihan Citra sampai seniman itu membela Citra mati-matian.
Alvan meletakkan sendok nasi dengan kasar. Gara Daniel sialan dia tak bisa nikmati tumis kangkung terasi dengan baik. Padahal itu masakan favorit Alvan. Makan selagi hangat bersama nasi panas merupakan nikmat mulut luar biasa. Alvan akui masakan Citra cocok dengan selera mulutnya. Pas memanjakan pulau tengah tubuhnya alias perut.
"Citra..." teriak Alvan tak ada lembutnya.
Sekian detik Citra sudah muncul menundukkan wajah tak mau menatap Alvan. Ntah takut atau benci tatap wajah bengis itu.
"Ya pak?"
"Bereskan meja makan! Antar teh ke ruang kerjaku!"
"Iya pak!" Citra meringsut ke sudut meja ambil bekas makan Daniel duluan. Alvan masih duduk di meja maka Citra memilih mulai dari jauh. Tak ada sedikitpun niat Citra ingin dekati laki yang jadi suaminya secara hukum dan agama. Citra malah jijik lihat laki itu tak ubah seperti lihat limbah sampah. Bau busuk undang lalat jorok. Alvan itu limbah dan Karin itu lalat. Pasangan serasi.
Alvan pindah dari meja makan karena tak ingin ganggu Citra bekerja sebagai kacung dia dan Karin. Siapa suruh Citra bodoh mau masuk dalam hidup Alvan. Coba dari awal dia tolak ide Pak Wira menjadi isteri Alvan. Hidupnya pasti tak sengsara. Ini cari penyakit sendiri namanya. Sudah tahu Alvan bukan levelnya masih saja ingin masuk dalam hidup laki itu. Terima saja nasib.
Citra tak katakan apapun walau Alvan bersikap buruk. Citra hanya cepat selesaikan kuliah dan pergi jauh dari laki yang tak punya hati itu. Masa bodoh dengan Karin dan Alvan. Yang penting Citra masih bisa lanjutkan kuliah. Mengejar cita-cita mulia jadi dokter mengabdi pada masyarakat.
Besoknya Daniel datang sesuai janji. Pagi-pagi seniman itu sudah nongkrong di depan rumah Alvan menanti Citra. Tujuan Daniel bukan jumpa Alvan maupun Karin. Tapi mencari gadis kecil bermata indah itu. Daniel yakin Citra akan berangkat kuliah pagi hari seperti biasa.
Daniel nangkring di atas motor antik hasil modifikasi tangan kreatif. Sekilas mirip motor mahal Harley-Davidson cuma kw ntah berapa. Untuk bergaya laki type Daniel sangat cocok. Aura seniman antik mencuat ke permukaan.
Benar dugaan Daniel. Sekitar pukul delapan Citra keluar rumah dengan pakaian ala remaja. Rambut diikat ekor kuda dan berpakaian sopan kemeja berlengan panjang warna kuning muda dan celana kulot warna coklat muda. Sejuk di mata.
"Pak Daniel...mau jumpa Pak Alvan?" mata Citra berbinar lihat Daniel di depan rumah duduk santai jemuran matahari pagi.
"Sebelum kita ngobrol aku mau ralat sedikit. Pertama aku keberatan dipanggil bapak. Kedua aku datang bukan untuk Alvan tapi untuk kamu."
Citra tidak besar kepala dihargai Daniel. Citra sudah lelah berhadapan dengan orang kaya yang sok elite. Manusia dari kalangan bawah tak ubah semut di mata mereka. Bisa diinjak kapan saja.
"Terima kasih sudah datang. Sayang aku harus buru waktu. Nanti terlambat." Citra mengunci pintu lalu berjalan lewati Daniel.
"Ini ojek sudah siap antar tuan Puteri ke kampus. Hari ini gratis! Test keterampilan ojek baru." Daniel menahan Citra pakai rentang tangan.
"Ke kampus naik motor gini?" Citra terbelalak melihat kondisi motor tak layak untuk dibawa ke kampus. Apa kata orang Citra yang terkenal alim naik motor koboi.
"Kenapa motorku? Ini hasil karyaku. Hargai dong jerih payah aku!" Daniel merengut Citra tak melihat betapa antiknya motor yang dipermaknya. Kocek Daniel hampir jebol dikuras modifikasi motor itu.
"Bapak...maaf ya! Aku belum mau dianggap anak bengal. Terima kasih niatmu antar aku. Permisi..."
"Stop...protes! Jangan panggil bapak! Uban di kepalaku berlomba nongol unjuk gigi! Panggil Kak Daniel! Boleh ditambah Kak Daniel yang ganteng. Aura gantengku pasti muncul." gurau Daniel menghibur gadis muda yang tentu tiap hari berduka itu.
Citra terpancing keluarkan tawa kecil yang merdu di kuping Daniel. Citra makin manis bisa buat orang lihat kena diabetes akut. Daniel terhibur saksikan guratan senyum tergaris di bibir tipis Citra. Anak gadis seharusnya memang begitu. Ceria nikmati masa remaja.
"Ya sudah kak. Aku pergi kuliah dulu. Ada angkot siap antar aku ke kampus. Doain lancar ya!"
"Amin..." Daniel tak memaksa Citra harus ikut dengannya ke kampus. Gadis manis dan alim macam Citra mana mau cari sensasi ikut motor ukuran anak motor. Bukan gaya Citra bikin heboh.
Sosok mungil dengan tinggi badan tak sampai semester enam puluh itu perlahan bergerak meninggalkan rumah Alvan. Mata Daniel ikuti gerak tubuh Citra sampai hilang di mata.
Daniel stater motor tinggalkan rumah Alvan berjanji akan balik bawa motor pantas bonceng bidadari di mata Daniel itu. Tak pungkiri Daniel suka gadis imut yang rasanya tak tumbuh dewasa. Selamanya tujuh belas tahun.
Di dalam rumah Karin belum bangun karena telat pulang. Wanita itu pulang jelang pagi. Alvan tak kuasa memarahi wanita cantik itu. Dimarahin Karin pasti ngambek minta pulang ke Jakarta. Alvan belum siap hidup berpisah dengan Karin. Seluruh hidup Alvan berserah pada Karin.
Alvan menghela nafas perhatikan wanita yang tertidur berantakan. Tidak ganti baju tidur dan seluruh tubuh berbau alkohol. Berapa banyak Karin minum sampai tak tahu arah pulang. Karin diantar temannya pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat. Sampai kapan Karin akan hidup begini.
"Karin...bangun! Aku mau ke kantor!" Alvan mengguncang tubuh Karin. Wanita itu mengintip Alvan lewat kedipan mata.
"Aduh sayang! Aku masih ngantuk. Pergi saja! Kan ada anak sialan itu urus aku."
"Dia sudah berangkat kuliah. Sampai kapan kau mau gini? Tiap malam mabukan. Apa tak malu dilihat Citra?"
"Malu? Anak setan itu sudah hancurkan mimpi kita. Aku akan berhenti kalau kau ceraikan dia dan usir dia dari hidup kita. Dia pangkal kesedihanku!"
"Dia tak ganggu kita. Malah kau beruntung dilayani dia dengan baik. Anggap dia kacungmu!" ujar Alvan tanpa rasa iba.
"Kau yang bilang lho! Kau lihat akan kubuat hidupnya berada di neraka." Karin menyeringai puas dapat ijin siksa Citra.
"Kamu jangan kelewatan! Kalau terjadi sesuatu padanya kakek takkan maafkan aku! Kita bisa jadi gembel."
"Ngak asyik...maunya ke siram air keras ke wajahnya biar tak bisa jumpa orang lagi." omel Karin geram pada Citra yang dapat kasih sayang dari Pak Wira.
"Kuingatkan jangan lukai dia! Dia juga menderita bahkan lebih dari kita. Kau cuma tak punya status. Kau miliki segalanya jadi Kuingatkan jangan lewat batas!"
"Terserah! Pokoknya aku benci pada anak setan itu."
Alvan tak mau berdebat lagi. Jam kantor sudah tiba. Makin lama berdiri di kamar makin macet jalan. Alvan tak punya banyak waktu dengar ocehan Karin. Banyak pekerjaan di kantor menanti Alvan. Alvan tak mungkin abaikan pekerjaan hanya dengar omelan Karin.
Alvan bergegas keluar cari sarapan. Citra selalu sediakan makan pagi sebelum berangkat kuliah. Kerja Citra beres tak ada yang perlu dicela. Tepat waktu serta disiplin. Itu harus Alvan akui keunggulan Citra. Masih muda tapi akal dewasa.
Alvan mendapat mie goreng telor. Dari tataan saja sudah terbayang betapa lezat mie goreng dengan telor orak arik. Bau sambal bawang makin mengundang selera Alvan. Tidak rugi Alvan piara Citra selama ini. Hampir setahun tinggal bersama membuat Alvan makin akrab dengan masakan Citra. Alvan tak bisa bayangkan kalau suatu saat mereka berpisah.
Alvan pasti rindu pada masakan gadis ini. Alvan tidak munafik soal keahlian Citra godok makanan. Gadis itu terlalu pintar meracik selera Alvan.
Alvan bergegas pergi setelah sarapan. Tinggal Karin bergulung dalam selimut melanjutkan mimpinya.
Kring...ponsel Karin berbunyi. Ponsel keluarkan baru jaman itu berdering tak henti minta di angkat. Karin menutup kuping tak mau dengar. Rasa ngantuk masih menggila.
"Halo...berisik!" seru Karin tak sopan.
"Baby...belum bangun?"
"Ngapain telepon pagi banget?"
"Gue masih kangen! Acara kita belum selesai. Gue masih pingin."
"Jangan gila kau! Ketahuan Alvan bisa tamat kita. Kita jumpa besok saja."
"Tapi gue masih pingin. Ada stok buat gue?"
"Stok? Cari sendiri! Emang aku germo."
"Duh yang cemburu! Gara semalam kelewat banyak minum obat kuat. Efeknya sampai sekarang. Maunya gitu terusan."
"Sinting...malam ini gue ngak berani keluar! Alvan mulai marah gue dugem terusan. Eh..di rumah gue ada perawan tingting! Tertarik?"
"Mau dong asal gratis!"
"Ok...lhu cari obat perangsang! Selanjutnya serahkan pada gue! Kalau sudah bereaksi lhu datang habisin pengacau di rumah gue ini. Hitung-hitung gue beramal umpan anak perawan buat lhu!"
"Yakin lhu? Gue sih mau aja! Belum pernah rasakan perawan sih! Semua rem bolong."
"Sialan lhu! Ejek gue ya!"
"Mana berani? Lhu tunggu gue! Satu jam gue datang. Lhu tunggu gue di depan rumah! Gue ngak berani masuk rumah lhu! Takut dihajar Alvan."
"Sip."
Sebelum satu jam orang yang janjian dengan Karin muncul pakai motor. Laki itu pakai helm sembunyikan wajah takut ketahuan sama tetangga atau yang punya rumah. Karin menerima pesanan langsung masuk untuk hindari kecurigaan tetangga.
Karin susun rencana jebak Citra dalam masalah. Kalau tidak selamanya Citra takkan enyah dari hidup Alvan. Tunggu kakek meninggal baru bisa bersatu. Tunggu sampai kapan. Gimana kalau kakek Alvan berumur panjang capai ratusan. Waktu itu Karin mungkin sudah keriput.
Karin tak bisa menunggu lebih lama untuk menjadi bini utama Alvan. Harus ada trik jitu usir Citra. Untunglah laki misterius simpanan Karin kasih jalan untuk lancarkan misi Karin.
Karin campur obat perangsang ke gelas teh Citra. Karin hafal Citra suka minum teh dingin simpan di kulkas. Setiap pulang kampus gadis itu minum teh tersebut. Ini mudahkan Karin memuluskan rencana jebak Citra buruk di depan Alvan.
Karin akan foto Citra sedang main dengan laki simpanannya. Alvan pasti berang dan mengusir gadis itu. Rencana jahat yang di otak kotor Karin.
Setelah membereskan tahap pertama Karin keluar rumah agar tak tampak itu rencana jahatnya. Karin harus punya alibi bersama kawan lain agar tidak dituduh jadi dalang perzinahan Citra.
Manusia berencana Tuhan yang menentukan. Tuhan berpihak pada orang baik mungkin itu kunci berbuat baik. Sebelum jam dua belas Alvan pulang karena kurang sehat. Ditambah masih teringat Karin belum sadar betul dari mabukan. Alvan ingin Karin tinggalkan kebiasaan minum minuman beralkohol. Itu akan merusak kesehatan. Maka itu Alvan pulang cepat.
Suasana rumah yang sepi. Karin tak ada sedang Citra belum pulang kuliah. Mungkin ada mata pelajaran tambahan mengingat gadis itu ambil jurusan cukup peras otak. Alvan sendiri tak yakin bisa kuliah di fakultas kedokteran.
Gadis sederhana macam Citra justru maju mengambil jurusan rumit itu. Di sini Alvan memuji tekad Citra. Orangnya sederhana tapi semangat patut dapat acung jempol..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Tuti Tyastuti
lanjut
2023-08-04
0
abang A🦋💜🐰🐹
ga bisa bayangi penderitaan citra 😭😭🤧 di sekitarnya orang jahat semua🤧🤧
2022-06-10
2
Sur Anastasya
aknkah dia mnyesal
2022-06-05
1