Alvan mengangkat Citra tanpa rasa bersalah. Laki ini lupa kalau dia sangat tidak suka pada gadis ini. Di benak kini hanya ada melepaskan gairah menyesak di otak. Andai ada Karin mungkin Citra tak alami nasib naas. Tak ada rotan akar pun jadi. Kira-kira gitulah posisi Citra sekarang.
Tenaga Citra yang secuil mana bisa melawan laki dewasa macam Alvan. Satu tangan Alvan berhasil gotong Citra tak ubah gotong karung beras. Kali ini Alvan membawa Citra ke kamar gadis itu. Alvan tak mau melakukannya di kamar tempat dia dan Karin istirahat.
Citra tak berontak lagi walau dalam hati merasa sangat terhina. Alvan bercinta dengannya namun tatapan laki itu memancarkan rasa jijik. Tak ada manis-manis layak pasangan lain.
Citra pasrah diapain Alvan. Biar laki itu puas berbuat semaunya. Setan apa merasuki laki itu sampai tega perkosa isteri sendiri. Alvan memang berhak tapi bukan dengan cara ini. Tak ada perikemanusiaan. Citra hanya bisa mengutuk dalam hati tatkala Alvan berhasil menyalurkan nafsu serta pergi gitu saja. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut laki itu. Citra merasa terbuang seperti seonggok sampah busuk.
Rasa sakit hati merajai seluruh hati Citra. Antara sedih bercampur amarah berkecamuk dalam dada. Ingin berteriak minta keadilan tapi pada siapa Citra harus mengadu. Bukankah dia adalah isteri Alvan yang wajib beri nafkah lahir batin pada suami.
Luka demi luka Alvan gores di hati Citra. Rasanya Citra ingin cepat akhiri sandiwara ini. Alvan mengira Citra mencari keuntungan dari pernikahan ini. Alvan tak tahu Citra memendam kepedihan tak bisa diucapkan pakai kata. Kalau bukan demi Pak Wira Citra tak sudi hidup sama orang tak beradab. Terpelajar tapi otak kriminal.
Sejak kejadian itu Citra makin menghindari Alvan. Laki itu berbuat seolah tak pernah terjadi apapun. Kesalahan terbesar adalah memaksa Citra berhubungan intim tanpa ketulusan. Citra tak rela disentuh makhluk najis macam Alvan.
Alvan bukannya tak menyadari kalau Citra makin menjauh. Laki ini tak habis pikir apa tujuan Citra rela menikah tanpa cinta. Bagi Alvan jawabannya adalah materi. Citra hanya ingin hidup mewah gunakan nama besar Lingga. Alvan makin tak simpatik pada Citra walau gadis itu kasih reaksi negatif tak berusaha merayu Alvan.
Sebulan setelah itu Pak Wira datang berkunjung ke tempat Alvan secara mendadak. Pagi sekali kakek tua itu sudah datang. Waktu itu Citra sedang siapkan sarapan pagi untuk Alvan dan Karin sebelum berangkat kuliah. Tugas rutin yang tak pernah ditolak Citra.
Ting tong..suara bel berbunyi tanda ada tamu. Citra segera bersihkan tangan sebelum keluar dari dapur lihat siapa datang pagi sekali.
Citra buka pintu menduga Daniel yang datang. Laki itu tak pernah bosan menggoda Citra. Setiap pagi datang melihat Citra dengan sejuta alasan. Bagi Citra selama Daniel tak lewat batas dia tak persoalkan rayuan seniman gondrong itu. Untunglah Daniel sopan tak lewat batas norma etika.
Pintu terbuka. Citra tersentak kaget melihat siapa yang datang. Kakek Wira orang jadi pelindungnya selama ini. Citra berusaha tersenyum manis di tengah rasa galau. Bagaimana kakek kalau melihat Karin ada di rumah ini. Bisa perang dalam rumah.
"Kakek...ayo masuk!" Citra cium tangan kakek sesopan mungkin.
Kakek Wira tertawa lebar seraya mengelus kepala Citra. Sikap kakek tulus terhadap anak penyelamat nyawanya. Apa lagi sekarang status Citra adalah cucu mantu. Rasa sayang itu berlipat ganda.
"Apa kabar cucuku sayang?"
"Baik kek! Sama siapa datang? Kok tak beri kabar?"
"Kebetulan kakek ada pertemuan para investor maka sekalian datang lihat kalian. Mana Alvan? Jam gini belum bangun!" Kakek masuk bersama seorang laki berumur empat puluhan. Citra mengenalnya sebagai Pak Man asisten kakek.
"Pak Alvan masih di kamar." sahut Citra dilanda gelisah.
"Kakek sudah rindu pada anak itu. Masih untung kerjanya beres. Berkat kamu Alvan banyak berubah. Sudah bertanggung jawab pada pekerjaan. Tidak asyik main sama perempuan tak benar itu. Biar kakek bangunkan dia!" Kakek Wira langsung berjalan ke arah kamar utama di mana selama ini Alvan dan Karin habiskan malam-malam penuh gairah.
Citra mematung tak berani bergerak. Bom atom yang selama ini tersimpan akhirnya meledak juga. Citra tak punya kuasa melarang sang kakek masuk ke kamar cucu kesayangan itu. Yang seharusnya datang biarlah datang. Biar semua cepat berakhir. Citra pun sudah tak sanggup hidup dalam kebohongan lebih lama. Lebih cepat lebih baik.
Kakek Wira membuka pintu kamar berniat beri surprise pada Alvan. Sudah cukup lama kakek Wira tak jumpa dengan cucu satu-satunya yang bikin otak uzur Pak Wira harus berputar cepat bila ingat Alvan.
Mata kakek Wira nyaris meloncat keluar melihat di atas ranjang sepasang laki perempuan tidur berpelukan tanpa busana. Pemandangan terburuk dalam hidup Pak Wira. Lebih buruk dari saksikan pembunuhan secara live.
Dada Pak Wira bergemuruh merasa dilecehkan oleh cucu sendiri. Betapa kurang ajarnya Alvan. Punya isteri Solehah tapi berani main gila di depan batang hidung Citra. Laki model apa Alvan ini. Masih bisa disebut manusia tidak.
Pak Wira melihat ada vas bunga terletak di bufet kecil dekat pintu. Tanpa ragu tangan mulai keriput itu meraih vas lalu membantingnya ke lantai timbulkan suara cukup keras.
Alvan dan Karin meloncat bangun. Mulut Karin langsung teriak tanpa lihat siapa pelakunya.
"Sialan kau cewek brengsek. Berani ganggu tidur ratu."
Alvan yang duluan menyadari siapa berada di dekat pintu kamar mereka kontan berdiri walau hanya kenakan boxer. Wajah Alvan pucat pasi seperti melihat hantu di siang bolong. Bahkan lebih seram dari hantu bin setan.
"Kakek..." seru Alvan
Karin tak luput dari rasa kaget dengar suara Alvan menyebut orang yang paling dia takuti. Karin segera merapatkan selimut sampai ke leher untuk tutupi tubuhnya yang tak berpakaian. Badan Karin diterpa Lindu berkekuatan dahsyat. Bergetar tak bisa berhenti.
Kakek Wira pergi tanpa berkata apapun. Pak Man dan Citra mematung menanti selanjutnya apa yang akan terjadi di rumah itu. Citra pasrah menerima semua akhir dari babak kisah pernikahan tanpa cinta itu. Mungkin ini saatnya Citra berterus terang semua tingkah Alvan agar jangan disalahkan. Citra rela keluar dari rumah ini asal jauh dari pasangan bejat itu.
Kakek Wira duduk di sofa menatap Citra yang menunduk. Citra merasa bersalah telah bohongi Kakek soal Alvan. Tak pernah sekalipun Citra singgung kalau Alvan mengajak Karin tinggal bersama mereka. Tapi kalau Citra melarang apa di dengar Alvan. Sama saja bicara dengan tembok keras. Pasti membisu tak ada jawaban.
"Citra...ceritakan pada kakek! Yang jujur!" bentak kakek tak ramah.
"Kek..maafkan Citra tak jujur! Citra tak punya kuasa melawan Pak Alvan. Dari pertama kami pindah sini Karin sudah ikut sini."
"Kau tak menolaknya?"
"Menolak? Apa Citra punya hak untuk itu? Karin adalah ratu sedang Citra adalah kacung."
Kakek Wira percaya omongan Citra karena tadi dia sendiri dengar Karin proklamirkan diri sebagai ratu di rumah itu. Kakek Wira menyesal mengapa Citra demikian lemah tak berontak. Posisinya jelas isteri sah mengapa harus takut pada seorang perempuan murahan.
"Kau menahan duka di sini! Mengapa tak cerita pada kakek?" Pak Wira melunak melihat Citra tak berdaya di bawah tekanan Alvan dan Karin.
"Citra tak mau menyakiti hati kakek. Kakek orang baik, selalu tulus padaku. Membuat kakek nyaman dan bahagia itu tugasku."
"Kau anak baik tak pantas untuk laki bejat macam Alvan. Apa permintaanmu?"
"Ijinkan kami pisah secara baik-baik kek! Ini demi kita semua. Biarkan Karin dan Pak Alvan hidup layak. Tidak berzinah gini. Biarkan mereka menikah." Citra memohon untuk Alvan dan Karin.
Alvan yang mendengar dari tadi tertegun Citra memohon pada kakek untuk restui hubungan Alvan dan Karin. Citra tidak ngotot bertahan jadi isterinya artinya Citra tidak mengejar seperti apa yang dia pikirkan.
"Selama kakek masih hidup jangan harap perempuan itu jadi keluarga Lingga. Dia itu perempuan tak benar. Pindah dari pelukan laki ke laki lain." seru kakek Wira menghina Karin.
Alvan marah Karin dihina kakeknya. Bagi Alvan Karin adalah wanita paling sempurna. Cantik, pintar dan pandai bergaul. Tidak memalukan macam Citra.
Alvan muncul perlihatkan wajah tak senang masalah pribadinya diusik Kakek Wira. Alvan sudah nyaman hidup begini. Punya perempuan cantik dan tukang masak jempolan. Sampai kapanpun Alvan tak masalah harus jadi suami semu Citra. Asal bersama Karin segala rintangan harus diterobos.
"Kek...jangan hina Karin! Dia itu wanita baik-baik." Ujar Alvan keras tak sopan.
"Wanita baik-baik? Apa wanita baik-baik jadi piaraan teman kakek yang seumur kakek? Kamu ini buta atau kena sihir? Suatu saat kau akan menyesal kalau tahu belang perempuan itu. Sekarang terserah kamu! Tapi ingat selama kakek masih hidup jangan harap kakek restui kalian. Hidup seperti hewan saja kalian."
Alvan terdiam disekak mat oleh Pak Wira. Dia dan Karin sudah kenal semasa kuliah. Di mata Alvan tak ada yang salah dengan wanita itu. Baik dan punya prestasi bagus sebagai mahasiswi jurusan akuntasi. Alvan ambil jurusan bisnis. Mereka pacaran cukup lama tapi tak dapat restu kakeknya. Ntah kenapa sang kakek tak suka Karin.
Citra bukanlah penyebab rasa tak suka kakek. Waktu itu Citra belum muncul dalam kehidupan Alvan. Namun kakek sudah tak suka. Di mana titik noda Karin terpegang oleh kakek.
"Baiklah kek! Kalau kakek tak restui kami maka aku pun tak mau melanjutkan pernikahan ini. Aku mau ceraikan Citra." ancam Alvan sengaja omong gitu agar kakek bersedia terima Karin walau hanya sebagai isteri keduanya.
"Aku terima cerainya Pak Alvan." tukas Citra cepat tak beri kesempatan pada Kakek untuk bikin argumentasi yang bisa membuat dirinya tetap berstatus isteri Alvan.
Alvan kaget tak menyangka Citra cepat beri reaksi. Itu bukan tujuan Alvan. Alvan hanya mau gertak kakek restui dia dan Karin. Citra tetap berstatus isteri yang diperbudak. Punya dua isteri cantik layani segala kebutuhan Alvan tentu hidupnya sempurna. Peduli amat Citra tersakiti, yang penting hidup Alvan nyaman.
"Nak kau yakin?" tanya Kakek Wira lembut. Pak tua itu bisa lihat duka menyelimuti lapisan mata gadis muda itu. Pak Wira menduga Alvan dan Karin keterlaluan menekan Citra sampai titik terendah.
"Insyaallah kek! Aku akan lebih tenang hidup sendiri. Semua ada batasnya."
Kakek mengangguk tak memaksa Citra lanjutkan pernikahan bak neraka itu. Citra pasti sudah kenyang makan cacian Karin. Wanita itu dari mana punya etika. Hidup dari kebohongan.
"Baiklah kalau itu maumu! Kakek ijinkan. Tunggu apa lagi kau! Ucapkan talak pada Citra biar dia lanjutkan hidup baru."
"Tapi kek..." giliran Alvan ragu ucapkan kalimat yang akan membawa Citra pergi jauh dari hidupnya. Kalau mau jujur Alvan membutuhkan Citra urus segala ***** bengek hidupnya. Karin tak tahu apa-apa soal rumah tangga. Masak air putih saja mungkin tak tahu. Lain Citra, walau masih muda bisa kelarkan seluruh tugas dengan nilai sembilan.
"Tak perlu cari alasan lagi. Talak Citra detik ini juga." bentak Kakek Wira makin panas. Kakek Wira makin yakin tak biarkan Citra hidup di bawah tekanan Alvan. Cucunya itu sudah hilang akal sehat.
Alvan menatap Citra dengan ekspresi tak tentu. Ada rasa tak rela kehilangan gadis itu. Apa lagi Alvan telah merengut kehormatan Citra. Bagaimana anak ini melanjutkan hidup tanpa ada yang jaga. Apa Alvan ada menjaga Citra? Tidak juga malah bikin gadis ini sengsara.
"Baiklah! Aku Alvan Putra Lingga jatuhkan talak satu pada Citra binti Suroso. Mulai detik ini kubebaskan kamu dari ikatan pernikahan." kata Alvan lemah tak tegas.
"Kuterima talak dari bapak. Terima kasih." Citra tampak gembira terbebas dari ikatan yang menyiksa dirinya.
Pak Wira menghela nafas sedih. Niatnya ingin Citra dapat perlindungan penuh dari keluarga Lingga namun justru membawa gadis muda itu hidup sengsara. Kakek Wira menyesal telah percaya pada Alvan untuk menjaga Citra. Bukan suka didapat malah duka.
"Bereskan barangmu nak! Kakek akan bawa kamu keluar dari neraka ini. Ingat Alvan! Suatu waktu kau akan tahu betapa nakalnya perempuan itu. Jangan bawa perempuan itu masuk keluarga Lingga!"
Alvan tergugu diberi ultimatum keras dari Kakek Wira. Kasihan Karin selamanya tak dapat pengakuan dari keluarga kaya itu. Tapi itu tak jadi masalah asal Karin masih bersamanya. Segala terpaan badai akan mereka lalui bersama atas nama cinta mereka.
Akhirnya Citra dibawa kakek Wira ntah ke mana. Alvan tak punya hak tahu karena mulai saat ini Citra bukan tanggung jawabnya lagi. Mereka telah bercerai secara hukum agama. Tinggal dilanjutkan ke sidang secara negara.
Sejak saat itu Alvan tak pernah ketemu Citra. Sidang perceraian secara hukum negara tak pernah terlaksana karena Citra hilang dari lingkungan Alvan. Alvan pernah coba cari Citra di kampus namun tak ada yang jumpa gadis itu. Citra benar-benar raib dari pandangan mata Alvan.
Dua tahun setelah itu kakek meninggal. Di situ Alvan menikahi Karin secara nikah siri. Dia dan Citra belum resmi bercerai maka Alvan tak bisa urus surat nikah resmi dengan Karin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Tuti Tyastuti
hebat citra
2023-08-04
0
Sur Anastasya
trs gimna cerita skrng EA akan KH laki bodoh itu mnyesal
2022-06-05
2
Bundanya Robby
keren citra
2022-05-12
3