Pak Jono dan Bu Dewi tak bisa berbuat apa-apa selain ikut ke meja makan. Karin tertegun lihat reaksi Alvan jauh dari harapannya. Karin mengira Alvan memberi pelukan mesra berseru girang. Bahkan Karin sudah bayangkan Alvan akan mengangkatnya tinggi-tinggi beri penghargaan atas jasanya beri anak pada laki itu.
Sayang seribu sayang Alvan hanya beri tanggapan dingin. Ada apa dengan suaminya itu? Sudah hilang rasa cinta atau sudah ada wanita lain di hati Alvan. Karin takkan biarkan siapapun menyentuh suaminya. Tambang emasnya.
Acara makan siang berjalan kaku. Tak ada sentuhan sayang dari Alvan sebagaimana biasa. Justru Alvan beri reaksi dingin seperti yang dia berikan pada orang lain. Biasa Alvan selalu hangat pada Karin tanpa batas waktu. Alvan dibutakan cinta pada wanita berkelas itu.
"Sayang...ada apa? Kurang sehat? Atau perlu Karin panggil tukang urut. Kerja boleh tapi jangan dipaksa! Karin sedih lho sayang tak kasih ucapan pada calon anak kita!" Karin pasang wajah sendu. Senjata ampuh luluhkan hati Alvan. Alvan paling tak bisa lihat wajah cantik Karin berlipat penuh garis. Bisa kurangi nilai kecantikan wanita itu.
"Kerjaku banyak. Mungkin malam ini aku lembur. Jaga kesehatan dan makan yang banyak agar bayinya sehat. Oya ma! Kalau perlu mama nginap sini saja kawani Karin. Malam ini aku pulang telat."
"Oh tak perlu merepotkan mama. Kan sudah ada Bik Ani dan Iyem. Terima kasih sayang. Aku akan jaga anak kita dengan baik."
Alvan mangut kecil. Tak ada kata lanjutan selain dentingan sendok garpu. Pak Jono merasakan ada keanehan dengan kelakuan Alvan. Tak biasa Alvan bersikap negatif terhadap Karin. Pak Jono bukan terlalu suka pada Karin. Menurut Pak Jono Karin terlalu royal foya-foya uang hasil keringat anaknya. Gaya hidup Karin tak ubah selebritis terkenal. Berpesta sana sini, tour manca negara demi menunjang nama selebgram banyak follower. Tapi karena Alvan nyaman maka Pak Jono tak komentar.
"Aku langsung balik kantor. Untung sudah duluan karena ada tugas penting. Permisi." Alvan pergi tanpa mencium Karin sebagaimana biasa. Karin merasa ada sesuatu yang hilang dari Alvan. Hari ini Alvan berubah drastis. Pas pula di hari Karin umumkan hamil. Apa Alvan sudah tak pingin punya anak?
"Nak Karin tak usah banyak pikir! Alvan mungkin menemukan kendala di lapangan. Yang penting jaga kesehatan. Mama tak sabar ingin lihat cucu segera lahir. Tujuh bulan lagi akan hadir permata hati kita." Bu Dewi menghibur Karin agar tak sedih ditinggal kerja oleh Alvan.
"Sudah biasa ma! Alvan sering tak pulang kalau kantor lagi deadline. Yok kita lanjut makan!"
"Ayok! Nanti mama kawani belanja perlengkapan bayi. Mungkin sudah saatnya sediakan kamar bayi. Warna apa ya?"
Karin tertawa senang lihat antusias mertuanya. Belum apa-apa sudah memikirkan perlengkapan bayi dan kamar. Jenis kelamin belum jelas bagaimana mau persiapkan. Nanti salah kaprah. Bayi cewek perlengkapan cowok. Demikian sebaliknya.
"Kita tunggu dapat hasil USG jenis kelamin dulu ma! Waktu kita masih panjang."
"Oya kau betul...mama yang pikun tak sabaran."
Tak urung kedua wanita itu terbahak-bahak gembira. Dalam keluarga kehadiran seorang anak jadi penerang hati. Semua kegundahan terselesaikan bila melihat mata tanpa dosa dan tubuh mungil minta digendong. Rasa letih seharian kerja terbayar disambut tangan mungil sang buah hati.
Di luar sana Alvan menjalankan mobil tanpa tujuan. Alvan syok hari ini. Pertama dapat kabar dia mandul, lantas jumpa wanita yang pernah jadi isterinya dan terakhir Karin hamil ntah anak siapa. Kalau dirinya mandul dari mana muncul bayi di perut Karin kalau bukan dia selingkuh. Karin belum tahu kalau dia divonis tak bisa punya anak. Lantas anak siapa itu? Alvan tak bisa bayangkan isteri yang dia cintai segenap hati main hati.
Alvan arahkan mobil ke cafe nongkrong temannya yang lain di pinggir kota. Tempat itu nyaman buat tenangkan otak. Suasana asri bernuansa alam. Yang datang ke sana orang-orang yang cari ketenangan sendirian maupun pasangan. Alvan sering ke sana kalau lagi banyak masalah kantor. Hari ini Alvan datang bukan karena kerja tapi pusing dihantam kejadian beruntun.
Satu jam berkendaraan Alvan tiba di cafe yang dimaksud. Tak butuh waktu lama Alvan masuk mencari bos cafe sekaligus teman dekatnya selain Hans. Cafe bernuansa alam itu agak sepi dari pengunjung. Mungkin masih jam kerja. Sorean baru ramai ataupun hari libur.
Alvan melewati sapaan pelayan cafe yang sudah kenal Alvan sebagai kawan bos. Tak ada larangan bagi Alvan langsung masuk ke belakang cafe tempat bos hitung duit.
Daniel sang pemilik cafe berleha di kursi rotan besar beralas busa lembut. Laki itu pasang headset di kuping sambil pejamkan mata menikmati musik yang jadi rahasia anak itu. Alvan menghela nafas iri pada kenyamanan Daniel nikmati hidup. Tak ada keruwetan seperti dirinya. Santuy sampai kiamat.
Tangan besar Alvan bergerak mencolek Daniel. Colekan Alvan cukup keras memaksa Daniel buka mata. Daniel hanya melirik sekilas lalu pejamkan mata lagi. Musiknya terlalu merdu ditinggalin maka tak ada hasrat Daniel ladeni Alvan.
Alvan tak memaksa. Laki ini ikutan rebahan di kursi satu lagi mengharap bisa sesantai Daniel. Belajar legowo seperti Daniel. Itu yang terpikir di benak Alvan.
Lama kedua cowok itu tak tegur sapa. Alvan coba tiduran buang pikiran buruk di kepala. Daniel tak usah ditanya. Tetap Santuy walau ada sirene perang. Hidup harus dimaknai dengan keikhlasan agar tidak tegang kayak kawat listrik. Terlalu tegang sampai nyetrum. Endingnya tewas.
Daniel duluan bangun perhatikan temannya yang tepar di kursi malas. Badai apa tiup laki super sibuk itu datang ke cafe? Tender gagal atau investor kabur. Daniel colek kaki Alvan pakai kaki agar laki itu sadar tidur di cafe orang.
Alvan balas tendang kaki Daniel tak ingin buka mata untuk ingat lagi kejadian hari ini. Alvan ingin melupakan seluruh kisah sedih hari ini. Kisah yang menyayat kalbu. Melukai harga diri sebagai lelaki. Mandul, isteri hamil dengan orang lain, jumpa mantan isteri yang acuh padanya. Ketiga hal menoreh luka mendalam.
"Woi...bangun! Ini bukan hotel buat numpang tidur. Ngak bayar lagi." Daniel dekatkan wajah ke wajah ganteng yang punya dekik di pipi. Dekik itu akan tampak bila Alvan tersenyum cuma sayang laki itu mahal senyum.
"Bisa diam ngak?" bentak Alvan geram tidurnya diusik laki berambut gondrong itu.
"Patah hati ya? Karin kabur dibawa Om Sangklek?"
"Sembarangan...emang Karin wanita apa?"
"Emang wanita apa? Ayo tebak?" balas Daniel cuek tak peduli Alvan sakit hati isterinya tak dihargai.
"Kau tahu sesuatu?" Alvan kontan buka mata menyadari nada Daniel agak berubah menyebut nama Karin.
Daniel mengedik bahu sok bersih tak ngerti arah omongan Alvan.
"Tak tahu apa-apa. Ngapain nongol jam gini? Emang kantormu sedang pose boleh libur?" Daniel berjalan ke arah kulkas mengeluarkan dua kaleng minuman bersoda. Laki itu serahkan satu kaleng buat Alvan.
Alvan menerima tanpa gairah. Semangat juang yang biasa berkobar seolah padam kena angin ****** beliung. Redam tak menyala.
"Aku jumpa Citra."
"Citra si mungil jelita? Masih mungil atau sudah tambah gede? Aku kangen pada masakannya. Di mana dia?" Daniel teringat isteri pertama Alvan yang dicerai pakai mulut. Secara hukum wanita itu masih isteri Alvan tapi dalam agama mereka bukan suami isteri lagi karena terucap talak dari mulut Alvan.
Alvan memainkan kaleng di tangan tanpa niat mereguk minuman tersebut.
"Dia bukan Citra dulu! Dia sudah jadi dokter."
"Wah...cocok itu! Kusarankan urus proses hukum biar kamu bisa nikahi Karin secara hukum. Bukan bini siri. Kasihan Karin digantung sebagai bini tidak sah."
"Maksudmu cocok apa?"
"Ya cocok saja! Gue pingin jumpa cewek mungil yang kulitnya selembut bayi itu. Citra imut banget."
"Waras ngak sih lhu? Sudah sembilan tahun kami pisah. Banyak kejadian di belakang kita. Mungkin dia sudah punya suami. Sembilan tahun bukan waktu singkat."
"Singkat panjang ngak masalah. Gue cuma mau pastiin Citra sudah punya keluarga belum. Kalau belum berarti jalan ke Roma dipersingkat."
"Lhu suka Citra?"
"Suka banget! Citra cantiknya beda dengan Karin. Citra itu cantik alami sedang Karin cantik karena bedak. Karin dewasa sedang Citraku selamanya anak kecil bagiku." Daniel mengangankan satu sosok mungil kayak anak SD. Selamanya takkan tumbuh dewasa.
"Dia telah dewasa. Tak usah angankan mimpi kosong. Secara hukum dia masih isteriku. Kami belum resmi bercerai. Kalaupun dia menikah pasti di bawah tangan. Tidak sah."
"Siapa peduli. Kasih tahu di mana dia buka praktek? Besok
kusamperin." Daniel yakin bisa jumpa Citra yang dia kagumi sejak dulu. Cuma sayang Citra bini Alvan.
Berulang kisah sembilan tahun lalu.
Pak Wira kakek kandung Alvan pulang ke rumah membawa seorang gadis yang menurut Alvan dan keluarga hanya anak kecil. Gadis kecil itu bernama Citra Ayu anak Suroso supir Pak Wira yang berkorban menolong Pak Wira tak terjebak dalam mobil terbakar di jalan tol.
Suroso berhasil mengeluarkan Pak Wira dari mobil namun dia sendiri terpanggang karena mobil keburu meledak begitu Pak Wira berhasil didorong oleh Suroso. Suroso meninggal di tempat terpanggang hangus.
Suroso meninggalkan seorang anak perempuan di rumah kontrakan. Isteri Suroso meninggal bertahun-tahun lalu maka anaknya otomatis jadi anak yatim piatu. Demi membalas budi Suroso yang tak dapat dinilai dengan uang Pak Wira memaksa cucunya menikahi anak Suroso yang waktu sedang kuliah di UGM jurusan kedokteran.
Alvan yang waktu itu berumur dua puluh tujuh tahun keberatan nikahi anak kecil yang tak dia kenal sama sekali. Kakek Alvan gunakan semua ancaman akhirnya Alvan bersedia menikah dengan Citra tanpa cinta. Waktu Alvan sudah pacaran dengan Karin teman kuliahnya.
Menikahi Citra tak membuat Alvan dan Karin putus. Mereka terang-terangan berselingkuh di depan hidung Citra. Apa lagi Pak Wira sengaja kasih tugas pada Alvan urus perusahaan di Jogja agar bisa jaga Citra yang sedang kuliah di sana.
Alvan malah senang bisa bebas dengan Karin di Jogja tanpa takut ketahuan Pak Wira. Karin ikut tinggal bersama Citra dan Alvan di Jogja. Di sana Citra diperlakukan sebagai pembantu oleh Karin. Tidak sekalipun Citra mengadu maupun mengeluh kelakuan Alvan dan Karin. Gadis mungil itu tabah ikuti permainan Alvan.
Malam itu Alvan datang bersama laki berambut gondrong berwajah lucu. Tampang penuh persahabatan menghargai Citra walau Alvan sudah cerita kalau Citra hanya anak supir. Di mata Alvan posisi supir hanya pekerjaan orang kecil. Laki itu tak sadar kalau supir juga punya nilai sendiri terbukti seorang supir berhasil selamatkan nyawa bos. Terbukti Suroso korban jiwa demi lindungi majikan.
Citra hidangkan masakan khas kampung untuk jamu Daniel sebagai tamu Alvan. Waktu itu Karin tidak di rumah karena sibuk berpesta dengan teman-teman lain. Wanita itu tak peduli Alvan punya isteri sah soalnya Karin tahu Citra bukan selera Alvan. Citra terlalu kampungan untuk laki berkelas macam Alvan.
Tak ada sedikitpun keraguan Alvan akan berpaling darinya untuk Citra. Karin pede saja biarkan Alvan berada di rumah bersama Citra. Dari pertama nikah sampai detik ini Alvan tak menyentuh Citra. Jangan menyentuh, lirik saja Alvan berat mata.
Dalam diri Citra tak ada yang pantas dilirik. Tubuh kurus kering tinggal tulang. Penampilan buruk tak pandai urus wajah. Bibir pucat tak mengundang selera orang untuk mengecup bibir mungil itu. Pendek kata tak ada nilai jual Citra yang masih muda itu.
Selesai hidangkan makanan di meja Citra mengundurkan diri ke belakang tahu diri tak pantas ikut makan di meja. Alvan bersyukur Citra tahu diri tak rewel cari perhatian.
Daniel menggeleng iba pada Citra. Laki ini tahu Citra juga tak bahagia menjadi isteri Alvan. Wajah cantik alami itu sendu menanggung beban batin. Ingin rasanya Daniel bantu Citra keluar dari pernikahan semu ini. Tapi Alvan terikat janji dengan sang kakek harus rawat Citra sampai tua.
"Van...Citra itu juga korban! Berbaik hati dikit napa? Dia juga manusia pura perasaan. Kau dan Karin sudah berbuat maksiat di depan bini sah jadi keluarkan rasa empati lhu!"
"Salah sendiri mengapa hadir di antara kami. Kau kan tahu aku dan Karin pacaran sudah berapa tahun. Kalau tak ada Citra kami sudah menikah." ujar Alvan cuek menyendok nasi ke piring. Masakan Citra memang enak walau tidak semewah masakan restoran. Masakan kampung yang sehat tanpa banyak lemak jahat.
"Iya gue ngerti! Citra masih muda. Dia juga butuh teman bicara. Apa kau tak lihat betapa kusam wajahnya? Atau gini saja! Aku yang akan urus dia! Serahkan dia padaku!"
"Kau mau apa? Dia masih kecil untuk kau bawa jadi nakal. Umurnya ntah tujuh belas atau delapan belas. Kau tega perkosa anak kecil?"
"Sialan lhu Van! Lhu pikir otak gue habis di makan virus? Gue tahu situasi. Gue cuma mau jadi temannya. Ajak main dan ngobrol. Ngasih perhatian biar ada semangat belajar."
"Ok tapi tak boleh kau ajak keluar rumah. Dia itu kesayangan kakek."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Serena Oficall
rada gjls
2024-07-22
0
suci saipul
bahasa nya kurang abdol maaf ya Thor 🙏🙏
2023-08-14
1
Tuti Tyastuti
kasian citra
2023-08-03
1