Genius Bride Duda Depresi
"Aku tidak mau Van, kau pikir aku gadis macam apa? Aku adalah seorang Dosen yang menjunjung martabat dan wibawa, aku kesini bertemu denganmu untuk sebatas liburan dan melepas rindu," ujar Apel pada tunangannya itu.
Apel Diandra Andrews, seorang Dosen sastra prancis di Indonesia, pergi menemui tunangannya yang sedang mendapat masa kerja di Luzern, Swiss.
Awalnya tunangannya hanya meminta dirinya datang sebagai bentuk liburan, namun bukannya sesuai kalimat, Apel malah mendapatkan kalimat kurang ajar, saat Tunangannya meminta dirinya melayani nafsu-nya.
Padahal Apel sendiri sudah berjanji, bahwa biarlah itu menjadi kado pernikahan mereka nantinya, tapi tetap saja Tunangannya selalu bersikeras akan hal ini.
"Tapi kita sudah bertunangan, aku berjanji tidak akan meninggalkanmu, lagipula aku akan menikahmu, aku akan bertanggung jawab," ujar pria yang kini memgenggam tangan Apel.
Evan Davivo, seorang General Manager salah satu perusahaan swasta terkemuka di Indonesia mendapat tugas di Luzern, Swiss yang berlaku selama enam bulan lamanya sehingga membuat Apel menyusulnya kemari atas permintaannya sendiri.
"Jika kau berbicara tentang bertanggung jawab, bahkan semut sekalipun bisa bertanggung jawab atas kesalahannya, namun kita harus memikirkan tentang resiko, aib dan masalah kedepannya," jelas Apel yang membuat Evan benar-benar muak.
Dia sudah menahan dirinya selama masa pacaran sampai tunangan untuk tidak melakukan hal itu kepada Apel bahkan wanita malam sekalipun dia tolak.
Dan saat Evan meminta, ia malah mendapatkan sebuah penolakan yang membuatnya benar-benar frustrasi.
"Kalau kau tidak mau, bilang saja! Tidak usah bersembunyi dalam topeng kemunafikan dirimu sendiri," lantang Evan yang membuat Apel membalikkan badannya menatap Evan.
Apel berjalan ke arah Evan, semilir angin malam dikota Luzern, membuat suasana panas yang terjadi diantara pasangan ini malah semakin menjadi.
"Bukan begitu," ujar Apel menjelaskan.
Evan menepis tangan Apel yang hendak menggenggam tangannya, Evan membuang muka saking kesalnnya dan melepas cincin pertunangan mereka.
"Kalau kau tidak mau menerimaku untuk meminta hal itu padamu, jadi jangan harap aku masih mau menjadi tunanganmu, kita selesai!" Evan melemparkan cincin pertunangan itu kepada Apel.
Deg!
Bagai disambar petir, Apel benar-benar terguncang seketika, bayangannya untuk menghabiskan liburan berdua dengan Evan hancur seketika.
Evan berjalan meninggalkan Apel disana, membuat Apel berdiri kelu dengan mengenggam cincin pertunangan mereka, niatnya mengejar Evan terhenti saat Evan sudah berlalu dengan mobilnya meninggalkan dirinya dipinggir jalab.
Keindahan kota Luzern yang dia sangka akan menyambutnya dengan bahagia malah membawakannya duka, sesuatu yang berawal luka malah berakhir duka mendalam.
Bukan begitu maksudnya, namun apa yang Evan lakukan seolah-olah dia tidak mau, Apel sebenarnya mau asalkan mereka sudah sah dalam ikatan pernikahan yang pas bukan dalam status belum sah.
Kini Apel hanya bisa berdiri dengan tatapan bingung, apa yang akan ia lakukan lagi di Kota Luzern ini, semuanya sudah hancur, bahkan dia masih bingung apa yang akan dia katakan pada keluarganya kalau dia tahu hubungannya dengan Evan sudah kandas di kota yang seharusnya menjadi tempat memadu kasih dan melepas rindu mereka.
Seolah kegeniusan yang dimiliki dosen berdarah indonesia-jerman ini hilang seketika, hatinya terguncang, benar-benar menyakitkan,
Seuntai senyum yang dia harapkan akan menjadi penyambut paginya bersama Oppo dikota ini lebur seketika, mempertahankan harga dirinya justru membuat dia kehilangan sesuatu yang membuat hatinya semakin kalut.
Disaat Apel sedang menangis tersedu-sedu dipinggir jalan itu, sebuah alphard berwarna hitam tiba-tiba saja terparkir disampingnya.
Apel menatap mobil tersebut dan melihat seorang pria yang berumur sekitar 40 tahunan namun masih maskulin dan gagah membuka kaca mobilnya sehingga kedua Manik mata mereka saling bertemu.
"Kau butuh tumpangan?"
Apel mengangguk, semudah itu baginya, memang jika manusia sudah dalam keadaan kalut dan terguncang, semua akal sehatnya sudah tidak berfungsi lagi, dan inilah yang terjadi pada Apel.
Apel masuk kedalam mobil tersebut sesaat seringai mengerikan tercetus dan tergurat jelas dari wajah pria yang menawarinya tumpangan.
"Kau butuh air?" tanya pria tersebut menyodorkan sebotol air kepada Apel.
Apel yang masih sesenggukkan dengan tangisnya, menerima air tersebut dan meminumnya sampai habis, sesaat kemudian ia merasakan pusing dan jatuh tak sadarkan diri ditempat itu.
"Kau sangat bodoh, just play the game, Baby," bisik pria tersebut menyeringai.
•
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
ya ampun Apel,,,jatuh ke tangan orang yg salah kh???
2025-01-13
0
Musniwati Elikibasmahulette
dasar duda kurang ajar
2023-10-01
0
Afi na
oyyy Thor numpang lewat ye...
🏃🏃🏃🏃🏃🏃🏃🏃🏃🏃
2022-11-17
0