I Can Live Without You
Perceraian bukanlah akhir dari segalanya … tapi perjuangan yang baru dimulai.
Pertemuan dan perpisahan adalah rahasia Allah, tiada seorang pun yang akan mengetahui takdir yang akan kau jalani. Jangan sia-siakan kehidupan dengan sesuatu yang tak perlu dan jangan takut untuk menjalani kehidupan karena Allah selalu bersamamu!
--------------------------------------------------
Seorang pria dan wanita memasuki rumah kebahagiaan orang tua Emilia, dengan pakaian seragam kejaksaan, "Maaf, ini rumah ibu, Emilia Tantri?" tanda seorang pria.
"Iya, saya sendiri!" balas Emilia.
"Maaf, Bu! Saya hanya ingin menyampaikan surat panggilan dari pengadilan agama, bahwasanya suami Ibu yang bernama Farel Setiawan menggugat cerai Ibu," ujarnya.
"Ya," jawab Emilia kelu. Ia tahu cepat atau lambat hal itu pasti terjadi, waktunya sudah tiba, batin Emilia.
"Apakah perceraian kami, akan segera selesai, Pak! Ibu?" tanya Emilia. Ia seakan sudah berjengit ingin berlari jauh, "Maaf, ini baru sidang pertama," balas si wanita cantik berhijab putih.
"Saya hanya ingin, semua prosesnya cepat!" jawab Emilia tanpa basa-basi lagi. Ia sudah lelah akan 10 tahun hidup bersama Farel Setiawan.
"Tidak bisa seperti itu, paling tidak prosesnya 3 kali persidangan dan Ibu wajib datang," balas si pria.
"Saya hanya ingin, cepat selesai! Saya rasa di antara kami sudah tidak ada lagi kecocokan," balas Emilia.
"Bisa saja, Bu! Ibu tidak perlu menghadiri 3 kali panggilan sidang maka talak akan jatuh dengan sendirinya," balas si pria.
"Baiklah, saya tidak akan menghadirinya!" Emilia menatap keduanya dengan tegas walaupun terkesan angkuh.
"Tapi Ibu akan rugi sendiri, paling tidak, jika dengan kehadiran Ibu. Maka setiap bulan, anak kalian akan mendapatkan uang belanja dari ayahnya," ujar si wanita.
Apa, iya?! Selama 8 tahun terakhir ini pun aku tidak diberi uang belanja, selain segalanya harus bagi dua, batin Emilia, "tidak apa-apa, Bu!" balas Emilia cepat. Ia ingin mengusir keduanya dari rumah namun, demi kesopansantunan ia berusaha untuk tetap tersenyum.
"Baiklah, Bu! Tandatangani saja surat ini!" balasnya, kedua panitera tersebut berusaha untuk membuat Emilia berusaha untuk menjalin kembali pernikahan dengan suaminya Farell. Emilia membaca sekilas dan menandatanganinya.
Ia membaca gugatan yang dilontarkan kepadanya sangat kejam, tertulis di sana : Jika selama 10 tahun ini dia tidak menjadi istri yang baik, jika selama 10 tahun ini ia menjadi istri yang tidak pernah mengurus suami, jika 10 tahun ini mereka tidak memiliki seorang anak pun, jika selama 10 tahun ini tidak memiliki harta apa pun. Menyakitkan!
Jadi, putra kami itu anak siapa? Hantu! Memang aku selingkuh apa? batin Emilia semakin marah dan langsung menandatangani surat tersebut, "terima kasih!" lanjut Emilia.
Setelah keduanya meninggalkan rumahnya, ia menutup pintu dan merosot jatuh di balik pintu, andaikan kau marah padaku, jangan libatkan Keano, batin Emilia bersedih.
Seorang anak lelaki berumur 2,5 tahun berlari menghampirinya, "Mama!" sapa Keano memeluknya dengan tersenyum.
"Mama menangis? Apakah papa jahat sama Mama lagi?" tanya Keano.
"Tidak, Sayang! Mama baik-baik, saja!" balas Emilia, "Mama hanya lelah," balas Emilia, "bagaimanapun Keano tidak boleh durhaka dan menganggap jelek papanya," batin Emilia.
Emilia memasak setelah ia pulang dari pekerjaannya, ia hanyalah seorang wiraswasta membuka toko baju di kota kelahirannya. Setelah memberi makan dan menidurkan Keano, ia mulai sholat mengadu dan menangis kepada Allah pemilik segalaNya.
Emilia merebahkan diri memeluk putranya, Ya, Allah mampukah aku membesarkan Kiano seorang diri? batinnya perih. Ia mengingat kenangan kata-kata Farel kepadanya, "Jika kau berpisah, denganku! Maka hidupmu tidak seenak sekarang, kau bisa makan dan pergi ke mana pun," ujarnya sambil tertawa.
Emilia mengerutkan kening tidak mengerti, "Bukankah aku pergi ke mana pun memakai duitku sendiri?" tanya Emilia, "apa maksudmu?" tanya Emilia bingung. Ia menjadi istri yang sangat bodoh selama 10 tahun ini, ia tidak pernah memeriksa ponsel dan dompet suaminya. Ia juga tidak peduli jika suaminya tidak memberinya uang, sejak ia memiliki usaha sendiri.
"Kamu pun, jika berpisah denganku tidak semudah mencari uang saat bersamaku. Kakimu jadi kepala dan kepalamu akan menjadi kaki saat kau mengais rezeki!" sumpah Emilia mengutuk suaminya.
Emilia terlalu bodoh, kenangan berputar kala ia merindukan belaian suaminya, "Mas, ini malam jum'at!" rengek Emilia.
"Aku, capek! Kamu nggak mikir apa? Aku itu sudah lelah, kamu harus mengerti dong?" balas Farel membentak dirinya dengan marah. Emilia terdiam dengan rasa sakit dan hasrat yang menggebu, "Salahkah jika aku meminta hakku?" lirih Emilia. Hingga akhirnya segalanya menjadi buram. Ia selalu mendapatkan penolakan, entah apa yang salah dan terlalu banyak pertengkaran. Pernikahan tak seindah masa pacaran.
Emilia meneteskan air matanya, ia tidak menyangka jika suami yang dipujanya selalu bersikap dingin dan mencintainya di dalam keanehan dan dunianya sendiri.
Emilia memeluk Keano mengingat drama rumah tangga yang ia sendiri pun tidak mengerti akan semua yang terjadi, hingga harus berakhir dengan sebuah perpisahan dengan sebuah fitnah jika Emilia dikatakan selingkuh.
Emilia masih memeluk Keano dengan berderai air mata "Maafkan Mama dan papa, Sayang. Maafkan, kami! Aku harap kamu tidak membenci kami suatu saat nanti," lirih Emilia.
Hari-hari yang dilalui Emilia begitu menyedihkan, ia tidak terlalu peduli dengan usaha dan asistennya yang selalu menjaga, ia sibuk mencari hobi baru dengan menanam sayuran. Ia ingin melampiaskan kemarahan dan sakit hatinya kepada Farell, ia menyesali pernikahan, Mengapa aku dulu mau menikah dengannya? Mengapa aku harus jatuh cinta padanya?"batinnya marah.
Namun, Emilia tidak memiliki jawaban untuk semuanya, ia mulai ke ladang, toko, dan rumah orang tuanya. Ia sibuk menghabiskan waktu dengan semua itu bersama putra tunggalnya Keano, belahan jiwa yang dimilikinya, "Keano!" pekik Emilia terperanjat kala Keano memberinya sekuntum bunga rumput yang indah.
"Untuk, Mama!" balasnya tersenyum.
"Cantik sekali, Sayang," balas Emilia.
***
Di suatu pagi, air mata terus berderai ia masih harus menyelesaikan pekerjaannya menyemprot rumput di ladang keluarga, ia meminta kepada ibunya, "Ma, biar aku saja yang melakukannya," ujar Emilia.
"Itu sangat berat, sekali! Biarlah, Ucok yang akan melakukannya," jawab Asih, ibunda Emilia.
"Tidak masalah," balas Emilia.
Hingga pada akhirnya Sang Ibu mengalah dan Emilia yang melakukan semua pekerjaan itu. Dengan ikhlas dan tulus Ia melakukan semuanya, dengan emosi yang membuncah ia menghabiskan waktu seharian untuk menyemprot ladang. Ia menjadi sosok yang kuat dengan kemarahan yang dimiliki.
Seumur hidupnya ia tidak pernah melakukan hal itu. Namun, kini segala hal yang tidak pernah dilakukannya harus dilakukan. Semua itu hanya untuk menghabiskan waktu, ia tidak ingin menangis dan terus menangis mendengar omongan dan fitnah juga pertanyaan setiap orang, setiap ia melangkah ke luar rumah.
"Aku membencimu, Farell!" ujarnya kala semua orang mulai menudingnya berselingkuh, "jika aku tahu begini aku akan benar-benar berselingkuh dulunya," umpat Emilia menyesali segalanya jika dulu ia terlalu baik dan bodoh juga patuh menjaga rumah tangga mereka.
Air mata terus berderai, kala ia telah tiba di rumah, ponselnya berdering nama mantan suaminya tertera di sana.
~Farel
[Surat cerainya sudah bisa diambil! Ambillah, besok!]
~Emilia
[Terima kasih!]
Tut! Tut! Tut!
Oh, ternyata tangisku adalah aku sudah diceraikan! batin Emilia, ia hanya diam tidak tahu apakah tertawa ataukah terus menangis?
Bersambung ....
-------------------------------------------
Jika suka jangan lupa like, komen, gift, dan vote karena semua itu sangat berpengaruh pada naskahku, terima kasih!🤗😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
delianavi
aku mampir Thor habis baca karya mu pulau kematian langsung cuss kesini
2022-08-26
1
Neti Jalia
mampir
2022-04-04
0
Win
Hadir kak😁
Mampir juga dong Di novel aku😁
"Pernikahan impian."
makasih😁😁
2022-03-16
0