"Iya, istrimu! Aku akan menjelaskannya nanti. Aku minta nomor ponsel istrimu," balas Emilia mencari kertas dan pena.
"Emilia, kamu tidak perlu melakukan semua itu, Afiqah adalah wanita yang paling baik dan soleha yang pernah aku kenal. Dia tidak akan marah, karena aku tidak pernah mengkhianatinya, begitu juga denganmu!" balas Deffri.
"Tapi, semua orang akan mengatakan, 'Yang tidak-tidak,' itu yang aku takutkan. Aku tidak ingin kalian akan bertengkar nantinya," ucap Emilia menatap ke arah Deffri, "dan aku tidak ingin disebut sebagai pelakor dan perusak rumah tangga orang," lanjut Emilia.
"Emilia, Afiqah istriku, sudah meninggal 7 tahun yang lalu! Jadi, kamu nggak perlu merasa takut atau bersalah," ucap Deffri, "aku malah tidak ingin kamu dan suamimu yang ribut, karenaku!" lanjut Deffri.
"Aku dan papa Keano, sudah berpisah sebulan yang lalu," balas Emilia.
"Oh, lalu mengapa dia mengatakan … ya sudahlah! Aku akan pulang Emilia, maaf karenaku kalian jadi bertengkar," ucap Deffri.
"Sudahlah, tidak apa-apa, Def! Aku baik-baik, saja!" balas Emilia.
"Baiklah, aku pulang Em. Jika ada apa-apa, ini kartu namaku. Hubungi aku ya," ujar Deffri.
"Terima kasih, aku sangat yakin jika aku baik-baik saja," balas Emilia tersenyum.
Akhirnya Deffri meninggalkan Emilia di tokonya.
Keano dan Mira kembali, "Mama, kita mau ke mana? Kita akan pulang ya?" tanya Keano senang.
"Iya, kita akan pulang!" balas Emilia tersenyum, "Mira, ayo, kita pulang!" ajak Emilia.
Di sepanjang jalan, Keano menyanyi lagu anak-anak bersama dengan Emilia di atas sepeda motor dan tertawa bahagia.
Ciiiit!
Sebuah mobil, menyalip mereka. Emilia hampir terjatuh dari sepeda motor bersama Keano, "Apaan sih, Mas? Kalau kami jatuh gimana?" tukas Emilia kala Deffri keluar dari dalam mobil.
"Ayo, Keano! Ikut Papa!" teriak Keano menarik lengan Keano dari sepeda motor, "kamu tidak boleh dibesarkan, oleh wanita murahan sepertinya!" hardik Farel marah. Ia langsung menyeret tangan mungil Keano dari atas sepeda motor.
"Mas! Apa yang kau lakukan?" teriak Emilia mencoba untuk memeluk putranya hingga ia terjatuh dari sepeda motor.
"Mama! Hiks! Hiks!" teriak Keano yang masih menangis dan ketakutan melihat pertengkaran papa dan mamanya, selama ini Keano tidak pernah melihat papa-mamanya bertengkar begitu mengerikan. Ia hanya melihat jika Emilia selalu menangis di kamar dan kamar mandi dengan diam-diam.
"Ayo, ikut! Jika kamu tidak ikut Papa, maka Papa akan memukul Mama kamu, Keano!" teriak Farel.
"Jangan pukul Mama, Pa! Keano akan ikut," teriak Keano bersimbah air mata.
"Keano!" teriak Emilia berusaha untuk bangkit dari sepeda motor yang menghimpitnya. Namun, kakinya sudah terluka.
"Apaan sih, kamu Mas? Anak? Kamu bilang Keano anak kamu? Sementara saat kamu menggugat perceraian, kamu tidak mengatakan kita memiliki anak, bukan?" ucap Emilia marah.
"Oh, sejak kamu mengenal pria itu! Kamu sudah berani melawanku, begitu?" hardik Farek marah.
"Tapi, itu fakta, Mas! Dulu aku tidak melawan karena kau masih suamiku, dan sekarang ingatlah statusmu dan diriku sudah berbeda, Mas!" balas Emilia masih berusaha bergerak, "agh!" rintih Emilia, perih menganga di betisnya, tapi Emilia tidak peduli lagi. Ia hanya ingin putranya kembali kepadanya.
"Persetan! Bukankah kamu yang meminta cerai! Aku tidak mau bercerai tapi kau sibuk ingin bercerai. Jadi, inilah balasan untukmu, sialan! Jika Keano bukan anakku, lalu anak siapa? Apakah kau berselingkuh begitu?" tanya Farel sengit.
"Tutup mulutmu, bajingan!" teriak Emilia adu mulut terjadi di jalan sempit dan sepi tersebut, "Mama!" teriak Keano dengan sebelah tangan di cengkraman Farel.
Plak! Plak!
Tamparan bertubi-tubi mendarat di pipi Emilia yang tidak bisa melawan karena terhimpit sepeda motor.
"Hentikan, Pa! Aku akan ikut Papa, tolong hentikan! Kasihan Mama!" teriak Keano dengan menangis, ia tidak tega melihat papa yang dirindukan melakukan hal itu, Keano tidak lagi mengenal siapa papanya.
"Diam kau, anak sialan! Jika kau tidak diam. Aku akan terus memukul Mamamu!" ancam Farel.
Keano langsung terdiam seketika, "Mama, Keano pergi! Jaga diri baik-baik," ujar Keano berusaha untuk tidak menangis.
"Ayo, tinggalkan wanita sialan itu!" ajak Farel, menyeret tubuh Keano masuk ke dalam mobil.
"Keano! Farel! Jangan bawa putraku," teriak Emilia menangis, darah mulai merembes dari luka di kaki dan pergelangan tangan karena aspal. Emilia berusaha untuk mengangkat tubuhnya. Namun, ia tak jua mampu untuk bergerak, Ya, Allah! Putraku, aku tidak bisa hidup tanpanya, batin Emilia. Air mata mulai berderai, ia masih berusaha menggerakkan sepeda motor tetapi ia seakan menggerakkan batu.
Tubuh mungilnya tak lagi mampu bergerak di sana, ia tidak ingin menantikan keajaiban tiba. Ia sudah lelah menanti, tapi semuanya semakin kacau dan tak lagi pasti.
Sebuah mobil perlahan melintas, "Apakah itu Emilia?" batin Deffri ia masih kepikiran akan Emilia hingga ia kembali ingin melihat keadaannya.
Deffri langsung menepikan mobil, "Ya, Allah! Itu benar-benar Emilia," lirih Deffri segera keluar dari dalam mobil menghampirinya.
"Apa yang terjadi, Em? Mana putramu?" tanya Deffri mengangkat sepeda motor dan membantu Emilia berdiri, "Def, putraku, Def!" Emilia langsung mencengkram tangan Deffri.
"Ada apa dengan putramu, Em?" tanya Deffri khawatir.
"Farel membawanya," lirih Emilia.
"Baiklah, kita akan mengambilnya nanti. Tapi, obati dulu lukamu," balas Deffri, langsung menuntun Emilia masuk ke mobil dan ingin membawanya ke rumah sakit.
"Bagaimana dengan sepeda motorku, Deff?" tanya Emilia bingung.
"Jangan khawatir, ada yang akan mengambilnya. Duduklah dulu, oleskan ini!" ucap Deffri memberikan salep kepada Emilia yang langsung mengoleskan ke lukanya, "aku ingin putraku!" lirih Emilia.
"Iya, aku tahu, Em! Tapi, sembuhkan dulu lukamu," balas Deffri meraih ponsel di sakunya dan menelepon seseorang untuk membawa sepeda motor Emilia untuk mengantarkan ke rumah orang tuanya
Sesampainya di rumah sakit setelah diobati salah seorang dokter, Defri mengantarkan Emilia kembali ke rumah orang tua Emilia, "Emilia! Apa yang terjadi, Nak?" tanya Asih tergopoh menyongsong putri tunggalnya yang bernasib malang.
"Kenalkan, Bu! Saya Deffri teman Emilia sekolah dulu. Saya menemukannya terjatuh di tepi jalan," balas Deffri.
"Astaghfirullah, Nak! Lalu, Keano mana!" tanya Asih menanyakan cucunya.
"Farel membawanya, Ma!" balas Emilia.
"Maksud kamu, Nak?"
Emilia menceritakan segalanya membuat Deffri dan Asih meradang marah, "Besok, kita ke sana. Enak saja dia mengambil, Keano! Bukankah dia yang mengatakan tidak memiliki seorang anak pun!" teriak Asih sengit.
"Iya, Bu! Sudahlah, mari kita masuk! Def, terima kasih sudah menolongku!" ujar Emilia tidak ingin jika penyakit diabetes ibunya kambuh lagi, ia juga tidak ingin jadi pergunjingan tetangga. Semua orang sudah melihat jika Emilia diantar pulang seorang pria dengan menaiki mobil. Orang-orang hanya melihat siapa yang bersamanya tanpa melihat perban di sekujur kaki dan tangan Emilia.
Hidup itu ibarat SMS\=Susah Melihat orang Senang dan Senang Melihat orang Susah. Satu hal yang mulai Emilia pahami, "Jika kau jatuh kerabat dan sahabat terbaik pun lenyap entah kemana, jika engkau senang semua yang tak dikenal pun bisa menjadi keluarga dan mendekat".
-----------------------------------------------------
Jangan lupa dukungannya, makasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
syafridawati
makasih mak
2022-03-23
0
Restviani
yup, bener sekali. Tapi, musibah selalu memberikan makna. karena musibah akan memperlihatkan mana orang yg peduli pada kita, dan mana orang yang hanya sekedar berpura-pura peduli
2022-03-23
0
DEBU KAKI
semangat kak
2022-03-14
1