Dear Diary

Dear Diary

PROLOG

23 Agustus 2010

 

           Rambut brunette yang tengah diikat ke belakang seluruhnya itu nampak bergerak, berayun seirama dengan langkah kaki sang pemilik— seorang gadis berusia dua belas tahun yang nampak cemerlang— Dei Anastasya. Wajahnya ayu dengan pipi chubby menggemaskan. Langkah kakinya ringan dan beraturan, sepatunya sesekali menyaruk debu ringan. Tas sekolah warna ungunya bergerak seiring langkahnya menyusuri jalan ditemani angin yang berhembus cukup kencang, berderak di antara pepohonan rindang. Sesekali, Dei terdengar bergumam, menyanyikan sebuah lagu kesayangannya, lagu dari penyanyi teranma Indonesia berjudul Bunda. Nyaring dan jernih. Kentara, sejernih ekspresinya.

           Tangan kecil Dei menggenggam sebuah buku kecil berwarna biru. Sebuah buku raport. Dia tersenyum kecil, senang dan tak sabar menunjukkan nilai bagusnya pada sang ibu. Dia berlari kecil di antara gemerisik angin yang berhembus kencang. Langit nampak kelam dengan mendung yang mengendap-endap datang menutupi langit biru yang tadinya cerah. Dei mempercepat langkahnya saat melewati pagar rumahnya dan segera membuka pintu rumahnya dengan semangat.

           “Mama!” panggilnya dengan suara nyaring.

           Dei menutup pintu rumahnya dan membalikkan tubuhnya menatap ke sekelilingnya. Mendung yang semakin kelam, mengurangi pencahayaan dalam rumah. Terlebih, lampu rumah yang masih belum nyala, membuat suasana kian temaram. Dei menyipitkan mata sambil melangkah kecil memasuki rumah. Dia melangkah perlahan penuh hati-hati, takut terantuk sesuatu.

           “Mama... Dei, pulang... Mama... nilai Dei bagus, lho... Aww.”

           Dei meringis kecil seraya mengelus telapak kakinya yang baru saja menyaruk sesuatu di lantai. Padahal, dia sudah cukup perlahan melangkah. Tak lama, Dei menatap lantai di bawah kakinya, sebuah palu tergeletak di sana. Dei mengernyit kecil namun kembali melangkah mengabaikan palu yang entah bagaimana bisa berada di ruang tamu itu.

           “Mama... Mama... Mama... ,” panggil Dei kembali.

           Gadis kecil itu mulai memasuki ruang tengah yang nampak lebih gelap. Dei terhenti sejenak, mencoba menembus kegelapan yang ada sambil meraba dinding, mencari saklar lampu dan menyalakannya. Lampu mulai menyala, memberikan secercah terang di sekeliling Dei. Ia memutar tubuhnya dan, mata Dei seketika mendelik ketakutan. Ruang tengah rumahnya nampak berantakan. Bantal sofa tampak robek-robek, membuat kapuknya bertebaran di atas lantai. Meja kaca yang ada di tengah ruangan tampak sudah pecah, dan pecahan kacanya bercampur dengan pecahan kaca vas bunga palsu yang biasa menjadi hiasan di pojok ruang tengah. TV layar datar yang lebar di sudut ruangan juga nampak pecah. Suasana yang sangat berbeda dari tadi pagi saat ia berangkat ke sekolah.

           Dei bergetar ketakutan di tempat. Dia menatap keadaan ruang tengah rumahnya yang mengerikan itu dengan wajah pias. Isak tangis mulai turun membasahi wajah putih kecilnya. Matanya kini terpaku pada sesuatu yang lain yang tengah nampak menghiasi lantai menuju kamar milik orang tuanya yang tengah terbuka lebar. Sesuatu berwarna merah. Sesuatu yang berbau anyir... Darah. Nampak seperti sesuatu yang berdarah baru saja diseret memasuki kamar orang tuanya. Beberapa cipratan tersebar di dinding dekat pintu kamar orang tuanya. Bola mata Dei bergetar, menyiratkan rasa panik dan takut yang membuat tubuh kecilnya gigil.

           “Aaaaaaa!!! Mama!!!” teriak Dei ketakutan melihat darah bercecer dimana-mana.

           Dei berlari melintasi ruang tengah rumahnya yang berantakan menuju kamar orang tuanya namun segera terhenti di ambang pintu kamar.

           “Mama... Papa... ,” lirih Dei dengan suara bergetar bersama isak tangisnya.

           Dei terdiam membeku. Gadis kecil itu nampak tercekat. Ia terdiam dengan tangan bergetar. Kakinya lemas namun dia tidak ingin lunglai. Belum.

“D... De... De... Dei, uhuk! To... long... Pap... Papa,”

           Dei melihat papanya tengah tergeletak di atas lantai dengan wajah babak belur dan darah mengalir dari kepala, hidung serta perutnya. Papanya terlihat sangat pucat dan mulai terbatuk-batuk mengeluarkan darah dari mulutnya. Papanya nampak tertelungkup di lantai, namun jelas terlihat sesuatu yang mengerikan tertindih oleh tubuhnya yang bersimbah darah. Sesuatu yang selama ini tidak pernah Dei lihat secara langsung. Usus.

           “Papa... ,” lirih Dei dengan air mata yang deras berderai jatuh dari ujung matanya. Takut. Cemas. Jijik. Bau anyir darah semerbak membuat Dei membekap hidung. Gadis kecil itu semakin pias ketakutan.

           “De... Dei... .” rintih papanya yang mencoba mengulurkan tangan, memohon bantuan Dei kecil.

           Dei hampir melangkah mendekati papanya saat sebuah pisau tertancap di atas kepala papanya, menghabisi nyawa papanya seketika. Membuat papanya tak berkutik seketika. Mati.

           “Aaaaa!!!”

           Dei menjerit ketakutan melihat pisau itu memuncratkan darah segar sekaligus membuat papanya meninggal dengan mata melotot ke arah Dei. Lalu, seseorang muncul di samping tubuh papanya, menatap Dei yang nampak terguncang ketakutan. Sepasang tangan dari sosok itu basah dan meneteskan darah merah segar. Dei merasakan air matanya meleleh, entah karena takut atau terlalu terkejut. Sosok itu mendongak rendah, menatap lurus pada dei dan tersenyum ramah. Sosok itu terlihat santai dengan senyuman lebarnya.

           “Halo, Dei sayang... kamu sudah pulang? Papamu... baru saja mati,” sosok itu menyeringai puas menginjak perut papanya yang bahkan ususnya sudah terburai. Dei menahan rasa mualnya dan mulai sedikit terisak. Ujung gaun mamanya basah juga oleh darah.

           “Mama! Papa... kenapa, ma? Mama... takut! Dei takut!” pekik Dei mundur ketakutan dan terhenti saat punggungnya menyentuh dinding. Ia tercekat, merasakan napasnya yang mulai engap. Dada kecilnya kembang kempis dengan irama yang cepat.

           “Takut? Kamu pikir, mama yang membunuhnya?" tanya sang mama dengan wajah serius lalu tak lama, ia tertawa cukup kencang, "Ah... mama memang membunuhnya. Jangan takut, sayang... mama menghukum papa. Mama sedang menghukum papamu. Kenapa? Karena... Dia baru saja bermain dengan perempuan sial di luar rumah.”

           Dei terdiam dan menatap tubuh papanya yang tergeletak tanpa nyawa. Ia menangis sekaligus menahan rasa mual karena bau anyir darah yang semakin membuatnya pusing. Gadis kecil itu linglung, terduduk lemas di atas lantai.

           “Dei, sayang... sini... peluk mama. Kita makan siang, yuk?" ajak sang mama yang nampak berpikir kecil, "Ah... Mama akan masak goreng ati ampela... papa.”

           Dei merasakan tangan dingin penuh darah mamanya menyentuh tubuhnya. Bau anyir, amis semakin pekat tercium. Dei memberontak, namun tubuhnya serasa begitu lemas ketakutan. Tangan mamanya mulai menjamah tubuhnya, membuat seragam sekolahnya yang putih ikut merah karena darah di tangan mamanya membekas di sana. Dei semakin ingin memberontak dari rasa takut sekaligus mualnya. Namun, tenaganya lenyap. Dia hanya bisa pasrah saat mamanya membopongnya ke luar kamar, meninggalkan tubuh papanya di balik kegelapan. Mati.

           Semua menghilang. Papanya yang tergeletak tanpa nyawa, darah yang membanjiri ruang hampa. Perlahan Dei menutup mata, menangisi kepergian papanya. Dan saat ia mendongak kembali, ia menatap mamanya penuh kebencian. Namun, kebencian itu tertahan oleh pelukan hangat mamanya.

           “Suatu hari, kamu juga akan seperti mama. Laki-laki berengsek itu, pantas mati.”

           Mungkin.

 

-oOo-

Bersambung...

Halo semua, selamat datang di novel baruku. Kali ini aku memutuskan untuk menghadirkan genre Horor, Thriller ya...

Jadi, jangan kaget kalau akan ada adegan sedikit brutal dan penuh kekerasan. Tapi, gak seserem itu kok. Hanya sedikit merinding aja.

Kalau kalian berkenan, berikan like, komentar, dan rating. Kalau berkenan, berikan sedikit hadiah dan vote untuk karyaku, ya.

Jangan lupa juga untuk mampir di karyaku yang lain.

Ada Marry to Me yang bikin kalian ketagihan!

Regards Me

Far Choinice ^^

Terpopuler

Comments

Bhebz

Bhebz

hai akak, Gadis Pemimpi mampir nih, salam kenal ya

2022-04-08

0

ZaaraItsMe

ZaaraItsMe

Kok ngeriii

2022-03-29

1

Jans🍒

Jans🍒

hallo thor...

2022-03-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!