Ketika Cinta Harus Menentukan
"Bagaimana para saksi? sah?" tanya penghulu.
"Sah!" jawab semua bersamaan.
"Barokalloh wabaroka alaikuma wajama'a bainakuma fii khoir".
Suara doa dipanjatkan untuk mendoakan kedua mempelai yang baru saja melangsungkan pernikahan. Mereka adalah Larissa dan Hamzah. Mereka menikah di kantor KUA terdekat hanya didampingi oleh Baskoro, ayah Hamzah, dan Lia, sepupu Larissa.
Walau Hamzah hanya seorang lelaki miskin, tapi Larissa mantap memilihnya sebagai seorang suami. Ia sudah terpikat dengan kejujuran yang ditunjukkannya sejak pertama kali bertemu.
Hamzah resmi menikahi Larissa dengan mahar uang tiga ratus ribu rupiah. Uang yang ia dapatkan dari kerja kerasnya selama beberapa bulan merantau ke negeri orang. Sebagian telah ia gunakan untuk mempersiapkan pernikahan ini.
Larissa meraih tangan Hamzah dan mencium punggung tangannya. "Sekarang aku adalah milikmu seutuhnya, Mas. Aku akan tunduk pada perintahmu. Kau adalah imam keluargaku".
Hamzah meraih Larissa dan mendaratkan sebuah ciuman di pucuk kepalanya. "Terimakasih karena sudah bersedia menjadi istriku, teman dalam hidupku, dan partner dalam sisa umurku".
Larissa tersenyum mendengar ucapan Hamzah. "Aku bahagia menjadi istrimu, Mas!".
Hamzah pun ikut tersenyum. "Aku juga bahagia!".
Penghulu menyerahkan beberapa berkas yang harus mereka tandatangani. Setelah usai, ia menyerahkan dua buah buku nikah pada mereka berdua. Selanjutnya ia memberikan beberapa petuah padanya.
Usai ijab kabul, mereka kembali ke rumah masing-masing. Resepsi akan dilakukan esok hari di rumah Larissa. Menurut kepercayaan masyarakat di desa, mereka belum boleh berkumpul bersama walau sudah resmi menikah. Mereka baru boleh tinggal bersama setelah ada acara penyerahan.
Sesampainya di rumah, Larissa merebahkan tubuh diatas ranjang. Matanya menerawang kearah langit-langit kamar. Ingatannya kembali pada pertemuan pertama mereka.
FLASHBACK ON
Sebuah pesan singkat masuk di handphone, ternyata dari sebuah nomor tidak dikenal. Larissa mengernyitkan dahi, ia menghela napas berat, 'Nomor tidak di kenal lagi' batinnya. Tak urung Ia pun membuka dan membaca isinya.
'Hai, boleh kenalan, nggak?' isi pesan tersebut.
Ternyata isinya adalah sebuah permintaan kenalan. Selama beberapa Minggu ini, ia memang kerap mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal. Isinya juga sama, yaitu permintaan perkenalan.
Selama ini Larissa enggan membalas setiap pesan dari nomor yang tidak ia kenal. Tapi entah kenapa kali ini ia merasa ada yang lain. Ia pun iseng menjawab pesan tersebut. 'Boleh, kamu siapa?'.
'Aku Hamzah, Aku tinggal di dekat rumahmu'.
Larissa mengerutkan dahi mendengar jawaban darinya. Ia mencoba mengingat apakah ada tetangganya yang bernama Hamzah.
Selama ini Larissa tidak tinggal dirumahnya. Ia dibesarkan di sebuah panti asuhan di kota Malang. Keluarga Larissa tergolong keluarga tidak mampu. Itu sebabnya ia berada disana. Ia hanya pulang sekali dalam setahun, itupun hanya seminggu saja. Itulah mengapa ia tidak begitu mengenal semua tetangganya.
Tak mau ambil pusing dalam mengingat nama itu, Larissa gegas menjawab pesan itu kembali. 'Kamu dapat nomorku dari mana?'.
'Aku dapat dari sepupumu, Munir!'.
'Sialan, dia lagi ternyata!' umpat Larissa dalam hati. Sepupunya itu memang kerap membagikan nomornya pada teman-temannya, satu hal yang sering membuat Larissa merasa kesal padanya.
Larissa tak lagi menanggapi pesan tersebut. Ia kembali disibukkan dengan pekerjaannya.
Keesokan hari, Hamzah kembali mengirim pesan pada Larissa. 'Boleh, ketemuan *n**ggak*?'.
Ada sesuatu yang menggelitik dalam pikiran Larissa saat membaca pesan itu. Tapi entah kenapa ia setuju begitu saja dengan ajakannya. Sebenarnya dia juga penasaran dengan sosok Hamzah tersebut. 'Boleh, kita ketemu dimana?'.
'Gimana kalau kita bertemu di lapangan desa, besok pagi habis Subuh. Sekalian kita jalan pagi ke pasir putih.'
Kebiasaan orang di desa ini memang suka jalan pagi ke pasir putih saat hari Jum'at. Tempatnya memang sangat cocok untuk melepas kepenatan setelah sepekan bekerja. Ditambah dengan udara yang masih sejuk karena memang masih pagi, membuat orang betah berlama-lama berada disana. Terlebih sebelum pukul delapan pagi tidak dipungut biaya masuk.
Setelah berpikir sejenak, Larissa pun setuju dengan ajakannya. 'Baik, aku setuju!'. Setelah menjawab pesan tersebut, Larissa kembali melanjutkan aktivitasnya.
Sesuai janji, keesokan hari Larissa datang ke lapangan desa. Ia menelpon Hamzah untuk menanyakan keberadaannya, karena dia belum mengetahui bagaimana wajahnya. Hamzah memberi isyarat dengan melambaikan tangan. Ternyata dia sudah menunggu dari tadi.
Kesan pertama yang larissa lihat dari sosok Hamzah adalah ia seorang pemuda yang sopan dan tidak banyak bicara. Dia tidak tampan, tapi cukup mempesona. Di samping itu, dia juga sosok pemuda yang sederhana dan apa adanya.
Tapi ada satu hal yang membuat larissa kurang menyukainya, yaitu postur tubuhnya. Hamzah mempunyai postur tubuh yang tidak terlalu tinggi, tapi juga tidak tergolong pendek. Sedang Larissa menyukai pemuda yang memiliki postur badan tinggi besar, terlihat lebih gagah dan enak untuk dipeluk aja menurutnya.
Larissa berjalan menghampirinya. Setelah sedikit bertegur sapa, merekapun melangkah beriringan menuju arah tujuan mereka.
Sepanjang perjalanan, Larissa banyak mengajukan pertanyaan seputar pribadi Hamzah. Ia ingin mengenal dirinya lebih banyak. Hamzah menjawab pertanyaan Larissa dengan singkat, tapi tak menyembunyikan keramahan didalamnya.
Setelah beberapa lama berjalan, akhirnya mereka pun sampai juga. Hamzah mengajak Larissa duduk di dekat terumbu karang yang berada disebelah timur pantai. Pemandangan yang sangat indah terhampar didepan mata. Mereka bisa melihat matahari terbit dari sana.
"Boleh nanya sesuatu nggak?" tanya Hamzah, membuka suara.
"Boleh, mau nanya apa?".
"Kamu sudah punya pacar belum?".
Larissa ingin tertawa mendengar pertanyaan Hamzah, tapi ia menahannya. Ia takut membuat Hamzah tersinggung. "Tidak, emang ada apa?".
"Nggak pa pa. Aku lega mendengarnya. Aku takut kamu sudah ada yang punya, dan dia marah padaku karena mengajakmu jalan".
Setelah itu, mereka banyak bercerita tentang diri masing-masing. Menurut pengakuan Hamzah, ia telah mengenal Larissa sejak kecil, dan ia mulai jatuh hati dengannya setelah melihat sosok Larissa saat dewasa.
Mendengar pengakuan Hamzah, membuat Larisa tergelitik hatinya untuk bertanya bagaimana ia bisa jatuh hati padanya. Hamzah pun menceritakan awal mula ia jatuh hati padanya.
Waktu itu Hamzah ingin memakan rujak buah. Dia pun membelinya pada Bu Ani, ibunya Larissa, karena rujak Bu Ani terkenal sangat enak. Kebetulan saat itu Larissa lah yang melayani. Saat itulah Hamzah mulai jatuh hati padanya.
Larissa tersenyum kecil mendengar cerita Hamzah. 'Kalau dibikin cerita kayaknya lucu. Judulnya 'cintaku bersemi di penjual rujak' gumam Larissa dalam hati.
Saking asyiknya mengobrol, membuat mereka tak menyadari jika matahari mulai tinggi. Hamzah pun mengajak Larissa untuk kembali pulang. Mereka berpisah di tengah jalan.
Sesampai dirumah, sebuah pesan masuk ke ponsel Larissa, ternyata itu dari Hamzah. 'Kamu sudah sampai rumah belum, Yank?'.
Larissa melongok membaca pesan tersebut, ia tertawa dibuatnya. 'Memang tadi dia nembak aku? kok dia manggil aku sayank?'.
Larissa tak memikirkan lagi dengan panggilan tersebut, karena sebenarnya ia merasa berbunga-bunga mendengar panggilan itu. Cepat-cepat ia membalasnya. 'Aku sudah sampai'.
Sejak saat itulah mereka sering bertemu. Membuat bunga-bunga cinta semakin merekah di hati Larissa.
FLASHBACK OFF
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Anonymous
n
2024-08-25
0
Larina
jatuh cinta nunggu besar ya
2022-11-22
1
Larina
waduh, jadi kayak ga enak gitu
2022-11-22
0