Sepulang kerja, Hamzah lebih dulu menjemput Larissa. Mereka pulang ke rumah bersama-sama.
Sesampainya dirumah, mereka membersihkan diri secara bergantian. Dan setelah sama-sama selesai, Hamzah mengajak larissa untuk sholat ashar berjamaah, tapi Larissa malah terlihat gelisah mendengar ajakan itu. Tadi siang tiba-tiba ia datang bulan, dan sekarang dia bingung bagaimana cara untuk menyampaikannya. Ia takut Hamzah marah.
Melihat kegelisahan di wajah istrinya, hamzah pun bertanya, "Ada apa, sayank? Kok, kamu terlihat bingung?".
Larissa masih bingung bagaimana cara mengatakannya. "Emh..anu yank".
"Anu apa? Ayo katakan saja, tidak usah ragu".
"Emh... sebenarnya aku sedang datang bulan" ucap Larissa setengah ragu, ia menundukkan kepala sambil mengigit bibir bawahnya.
"Waduh, pengantin baru merana. Harus berpuasa karena tragedi berdarah" ucap Hamzah berkomentar. Ia tertawa renyah sambil menepuk jidatnya sendiri.
Karena kesibukan setelah pernikahan kemarin, mereka belum sempat menikmati malam pertama mereka. Dan sekarang Larissa malah kedatangan tamu bulanannya.
"Maafkan aku, Yank. Aku juga baru tahu tadi!" ucap Larissa tak enak hati. Ia merasa bersalah, takut Hamzah kecewa.
Hamzah tertawa melihat ekspresi wajah Larissa. Sedang Larissa merasa kesal karena malah ditertawakan olehnya. "Kok,malah ditertawakan, sih!".
"Muka kamu lucu kalau lagi cemberut" ujar Hamzah, masih tetap tertawa.
Larissa semakin kesal dibuatnya. "Nggak lucu!" menyebikkan ujung bibir.
Hamzah malah semakin terpingkal-pingkal. Air mata sampai keluar dari matanya. Ia memegangi perutnya yang mulai sakit.
Setelah beberapa saat, Hamzah pun berhenti tertawa. "Ya sudah, tidak apa-apa. Ini juga bukan kesalahan kamu, kok!" ucap Hamzah setelah berhasil menguasai dirinya kembali.
"Tapi, Yank. Aku nggak enak sama kamu".
"Nggak pa pa. Kamu nggak usah merasa nggak enak gitu sama aku. Lagipula ini kan emang hal yang wajar, itu menunjukkan kalau sistem reproduksi mu sehat-sehat saja. Mungkin waktunya aja yang kurang tepat" ujar Hamzah menenangkan.
"Beneran, Yank?" ucap Larissa, mencari kebenaran dalam ucapan Hamzah.
Hamzah mengangukkan kepala sambil tersenyum. Larissa memasang senyum lebar. Ia lega karena Hamzah tak mempermasalahkan datang bulannya ini.
"Kalau gitu, aku sholat dulu. Kamu istirahat saja dulu, nanti kita makan sama-sama" ujar Hamzah.
Hamzah menghamparkan sajadah diatas lantai. Kemudian ia melakukan empat rakaat shalat ashar. Sedang Larissa merebahkan diri diatas kasur, menunggu suaminya selesai sholat.
Setelah selesai sholat, mereka menuju meja makan dan makan bersama.
...****************...
malam hari Hamzah mendapat kabar jika anak bibinya yang masih bayi telah meninggal dunia. Mereka diminta datang kesana untuk membantu mengurus jenazah.
Hamzah gegas mengajak Larissa untuk takziyah kesana. Mereka mengendarai sepeda butut yang tadi dia gunakan, karena hanya itu satu-satunya alat transportasi yang dia punya.
Setelah beberapa lama mengayuh sepeda, mereka pun sampai juga disana. Kedatangan mereka disambut dengan suara cemoohan dari beberapa orang.
"Ha ha ha lihat itu, mereka kesini naik sepeda butut!".
"Iya, mau aja sih wanita itu diboncengi dengan sepeda jelek".
"Iya, ya. Dia kan cantik. Kok mau aja dinikahi sama laki-laki kere kayak gitu".
"Mungkin dia diguna-guna kali, sampai mau menikah dengannya".
Hamzah hanya mengelus dada mendengar cemoohan mereka. Ia tak ingin menanggapi perkataan mereka. Lagipula kalau dipikir-pikir tidak ada untungnya juga. Malah akan menambah masalah saja nantinya. Apalagi dalam suasana yang sedang berduka seperti saat ini.
Sedang Larissa terlihat menundukkan kepala. Air mata menitik dari pelupuk matanya.
Melihat sang istri bersedih, Hamzah pun menghampiri untuk menghiburnya. Ia meraih tubuh Larissa ke dalam dekapannya. "Jangan bersedih, sayank. Tidak usah dimasukkan kedalam hati. Tidak ada gunanya memikirkan ucapan mereka. Hanya akan mengotori hati dan pikiran kita saja".
Larissa mendongakkan kepala, memandang wajah suaminya. "Aku bersedih bukan karena ucapan mereka yang menyakitkan hati, Yank. Tapi aku bersedih karena memikirkan mu!" menatap dengan wajah sendu.
"Memikirkan aku? memangnya aku kenapa?" menatap tak mengerti.
"Kamu laki-laki baik, yank. Aku tidak suka melihat mereka menghinamu seperti tadi".
Hamzah tersenyum mendengar jawaban Larissa. "Kamu tenang saja, aku tidak apa-apa".
"Tapi....".
"Sudah, tidak usah dipikirkan lagi. Bukankah aku sudah pernah bilang, yang terpenting itu aku dan kamu. Karena kitalah yang menjalani, bukan mereka" ucap Hamzah, menghapus air mata Larissa.
"Sekarang senyum, dong. Aku tidak suka melihatmu bersedih begini".
Larissa pun menunjukkan senyuman termanisnya, membuat hati Hamzah bahagia melihatnya. "Nah, gitu dong. Kalau tersenyum gini kan cantik".
"aku tuh emang cantik dari lahir!" ucap Larissa narsis.
"Oh, iya ya, Aku lupa!" menggaruk kepala yang tak gatal. " Istriku ini memang paling cantik sedunia!" memuji sambil mencubit ujung hidung Larissa.
Larissa tersenyum mendengar pujian Hamzah. Mereka sama-sama tersenyum.
"Sekarang kamu tungguin di rumah ibu saja, ya. Tadi paman memintaku ke pemakaman untuk mengecek sudah selesai apa belum pembuatan liang lahatnya" ucap Hamzah.
Larissa mengangguk. Ia pun segera menuju ke rumah orang tua Hamzah. Kebetulan letaknya berada dibelakang rumah duka.
Setelah Larissa pergi, Hamzah pun menuju area pemakaman untuk mengecek. Dan setelah beberapa lama ia pun kembali lagi.
Selang beberapa menit setelah Hamzah datang, jenazah telah tiba dari rumah sakit dalam keadaan siap untuk dikebumikan. Sejenak ia disemayamkan didalam rumah.
Anak bibi yang meninggal dunia itu baru berusia beberapa Minggu. Ia dilahirkan dengan keadaan yang cukup mengkhawatirkan. Ia terlilit tali pusar dan tidak bisa menangis saat lahir. Dokter pun segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan nyawanya.
Selama beberapa hari menjalani perawatan, keadaan bayi itu belum juga ada perubahan, bahkan keadaannya semakin memburuk, bahkan ia sempat kritis. Dokter berulang kali melakukan cuci darah, tapi tak juga menunjukkan hasil yang memuaskan.
Akhirnya keluarga sepakat untuk melepas semua peralatan yang menempel ditubuhnya. Mereka tak tega melihat kondisinya. Selain itu mereka juga terbentur dengan biaya rumah sakit yang semakin hari semakin banyak.
Sebelum dibawa ke pemakaman, paman memberikan sebuah nama pada bayi tersebut. Namanya adalah Zulkarnain.
Paman menciumi wajah anaknya yang telah terbujur kaku. Air mata bercucuran, tapi ia mencoba untuk mengikhlaskan kepergiannya
Sedang bibi tidak bisa melihat wajah anaknya untuk terakhir kali. Ia tak diberi kesempatan untuk itu. Keluarga takut bibi tidak bisa menerima kepergian anaknya.
Malam semakin larut, jenazah segera dibawa ke pemakaman. Dengan menggunakan sebuah kain gendong, paman membawa tubuh anaknya. Ia memutuskan ia sendirilah yang membawa tubuhnya.
Dengan air mata bercucuran, paman mengantarkan tubuh itu ke liang lahat. Diiringi oleh sanak saudara dan beberapa tetangga dekat.
Selesai menguburkan jenazah anak itu, mereka kembali ke rumah masing-masing, begitu pula halnya dengan Hamzah dan Larissa. Mereka langsung merebahkan tubuh yang lelah sesampainya di rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
tintakering
kelak zulkarnaen akan menjadi penolong kedua orang tuanya di alam barzah.
2022-11-26
0
Senajudifa
tp mesra bsnget malah pakai sepeda
2022-11-01
0
Bintang Laut
Hallo kk baik, 😇😇 aku baru baca 3 bab, udah aku favorit in. Next lanjut baca lagi. Aku kirim setangkai bunga untukmu yaa. mampir di novelku juga ya 😊 judul Crazy Rich Daddy 😇 Mari saling mendukung,😍😍
2022-08-10
0