Sejak perdebatan itu, Hamzah seakan mengobarkan perang dingin dengan Larissa. Ia enggan bicara dengan Larissa. Ia hanya akan bicara bila itu perlu, itu pun hanya sepatah dua patah kata saja.
Larissa sendiri semakin bimbang dan resah dibuatnya. Di satu sisi ada ibu dan kakak, keluarganya, sedang disisi lain ada Hamzah, suaminya. Ia bingung harus memutuskan apa. Ditambah sang kakak juga tak kunjung menunjukkan iktikad untuk mengutarakan niatnya meminjam uang, padahal andai ia melakukannya, maka Larissa bisa membujuk Hamzah untuk memberikan pinjaman.
Karena tak tahan melihat sikap dingin suaminya, akhirnya Larissa pun memutuskan untuk menjual kalung tersebut walau tanpa persetujuan ibunya. Ia lebih memilih untuk menuruti keinginan Hamzah dari pada menuruti permintaan ibunya. dia hanya ingin menjadi istri yang menurut pada suami dengan menuruti keinginan sang suami. Dia hanya berharap semoga sang ibu mau mengerti keadaannya.
Larissa pun pergi ke toko perhiasan untuk menjual kalung tersebut. Dan ia pun pulang membawa beberapa lembar uang seratus ribuan hasil dari menjual kalungnya.
Setibanya di rumah Larissa memberitahu ibunya jika ia telah menjual kalung tersebut. Tentu saja sang ibu marah dan kecewa melihat larissa melakukan hal yang sudah dilarangnya. Tapi ia tak menunjukkan kemarahannya itu dihadapan Larissa. Akan tetapi Larissa bisa mengerti kemarahan ibunya.
Sore hari Larissa baru menyerahkan uang tersebut pada Hamzah. Karena ia baru pulang melaut siang tadi. " Yank, ini uang hasil penjualan kalungku tadi. Belilah sepeda motor yang kau inginkan kemarin".
Hamzah terlihat terkejut saat Larissa menyodorkan uang tersebut. "Bagaiman dengan ibu? apa dia sudah setuju kalau kau menjualnya?."
"Aku sudah kasih tahu ibu soal ini. Dia marah saat tahu tadi. Tapi kamu tenang saja, tidak usah pikirkan soal ibu. Biar nanti aku yang membujuknya!."
Hamzah terlihat gembira, matanya berbinar-binar saking bahagianya. "Terimakasih banyak karena kami sudah mau menuruti keinginanku. Aku janji, aku akan segera mengganti kalung yang kau jual itu" ujarnya sambil merengkuh tubuh Larissa.
"Sama-sama, Yank. Aku ikut senang melihatmu bahagia" jawab Larissa sambil menyunggingkan sebuah senyuman yang dipaksakan.
Hamzah pun gegas keluar untuk menemui temannya yang menjual sepeda motor kemarin. Tak berselang lama ia kembali dengan mengendarai motor yang telah lama menjadi idamannya.
Larissa pun segera keluar saat mendengar suara deru motor. Tampak sebuah motor berjenis sport telah terparkir di depan rumah. Motor itu tidak baru, tapi masih terlihat bagus dan nyaman untuk dikendarai.
Hamzah pun turun dari motor, kemudian memamerkan kuncinya pada Larissa. "Lihat, sayang! Ini motor kita."
Larissa tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah suaminya.
"Sekarang kamu cepetan ganti baju. Aku mau ngajakin kamu jalan-jalan. Sekalian merasakan motor yang baru kita beli" lanjutnya.
Larissa pun menganggukkan kepala. Gegas ia masuk kedalam kamar dan berganti baju. Kemudian ia menghampiri suaminya kembali yang tengah memandang motor yang baru di belinya tadi.
"Jadi kita keluar sekarang?" ucap Larissa sambil menepuk bahu Hamzah.
Hamzah sedikit tersentak saat Larissa menepuk bahunya. Mungkin ia terlalu serius saat memandang motornya tadi. "Eh, iya, jadi. Kamu sudah siap?" tanyanya sedikit gugup.
"Sudah!" jawab Larissa singkat.
"Kalau begitu kita berangkat sekarang!."
Larissa menganggukkan kepala sebagai jawaban. Gegas ia naik diatas motor. Kemudian ia melingkarkan lengannya di atas pinggang suaminya. dan mereka pun melenggang dengan motor barunya.
Tanpa mereka sadari, seseorang dibalik jendela tengah menatap tak suka dengan kebahagiaan mereka. "Sudah tahu orang lagi butuh uang, malah beli motor!" mendengus kesal.
Orang tersebut kemudian masuk kedalam kamarnya yang terletak bersebelahan dengan kamar Larissa. Dan orang tersebut adalah Iqbal, kakak tiri Larissa.
Sepertinya keputusan yang diambil oleh Larissa adalah keputusan yang salah. Karena setelah ini sebuah badai yang sangat besar akan mengguncang rumah tangganya.
...****************...
Setelah mengetahui kalau Hamzah telah membeli sepeda motor, sikap Iqbal pun berubah. Ia menjadi dingin dan terkesan angkuh. Bahkan terlihat ogah-ogahan saat akan berangkat melaut.
Puncaknya adalah hari itu. Saat itu subuh hampir tiba, tapi Iqbal tak juga memberi isyarat untuk segera berangkat. Hamzah pun berinisiatif untuk bertanya, "Kak, kapan kita berangkat melaut? Sebentar lagi sudah masuk waktu subuh."
"Aku lihat cuaca di laut dulu. Nanti kalau memungkinkan untuk melaut aku akan menyusulmu di rumah!" jawab Iqbal, dan kemudian ia segera keluar rumah.
Hamzah pun menganggukkan kepala, percaya dengan perkataan Iqbal. Terlebih saat itu cuaca memang sedikit berangin.
Hamzah menunggu kedatangan Iqbal dengan harap-harap cemas, tapi sampai pagi menjelang Iqbal tak juga kembali untuk menyusulnya. Ia pun berpikir kalau hari ini tidak jadi melaut.
Tak berselang lama istri Iqbal kembali ke rumah. Ia marah-marah karena Hamzah tak kunjung datang ke laut. Padahal Iqbal menunggunya sedari tadi disana.
Hamzah pun terkejut, ia bingung bagaimana istri Iqbal bisa berkata seperti itu. Padahal tadi jelas-jelas Iqbal mengatakan kalau ia akan menjemput kalau keadaan memungkinkan untuk melaut.
Ternyata Iqbal memang sengaja melakukannya. Ia masih kesal karena Hamzah lebih memilih membeli motor dari pada memberinya pinjaman. Padahal kalau bukan karena ia mau mengajaknya melaut, tidak mungkin Hamzah mampu membelinya.
Lebaran tinggal sebentar lagi, tapi Hamzah malah jarang melaut akibat sikap kakak iparnya ini. Larissa pun dibuat pusing karena uang yang ada di dompet hanya tinggal seribu lima ratus perak. Ia bahkan tidak tahu harus berbuka dengan apa nanti.
Larissa pun memutar otak, dilihatnya ada dua potong ikan goreng sisa sahur tadi didalam lemari makanan. Ia pun lantas menanak nasi, beras sisa dari pernikahannya kemarin. Kemudian ia menggeleng kembali sisa ikan goreng tadi dan membuat sambal petis sebagai pelengkap.
Setelah semua siap, Larissa pun menghidangkan makanan itu diatas tikar. Karena memang mereka tidak mempunyai meja makan.
Adzan Maghrib berkumandang, mereka pun mulai berbuka puasa. "Maafkan aku, Yank. Hari ini aku hanya bisa memasak ini. Ini ikan goreng sisa sahur tadi yang aku panaskan kembali. Aku tidak punya uang untuk membuat makanan yang lebih enak lagi. Uang di dompet hanya tersisa seribu lima ratus" ucap Larissa lirih.
Hamzah tersenyum tipis mendengar ucapan Larissa. "Tidak apa, Yank. Aku akan makan apa saja masakan mu. Bagiku ini lebih dari cukup!."
"Kenapa hidup kita seperti ini, yank. Kita ini masih pengantin baru. Tapi sudah diberi cobaan seperti ini. Bahkan uang untuk makan aja tidak ada" ucap Larissa dengan berderai air mata.
"Biarlah hari ini menjadi pengingat saat kita sukses nanti. Bahwa kita juga pernah mengalami tidak bisa makan karena tidak mempunyai uang. Bahkan kita bisa menunjukkan pada anak cucu kita nanti, kalau kita memulai semua dari nol, benar-benar dari nol!" jawab Hamzah, menenangkan hari istrinya.
"Kamu tidak perlu risau lagi. Nanti aku akan coba untuk ikut temanku saja untuk melaut. Dia baru datang tadi" lanjutnya lagi.
Larissa pun menganggukkan kepala. Kemudian mereka melanjutkan makan tanpa bicara lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
tintakering
seng sabar nduk. hidup itu keras, jalani saja dengan ikhlas.
2022-11-26
0
☠ᵏᵋᶜᶟ Fiqrie Nafaz Cinta🦂
Itulah ujian di setiap kluarga beda"... terkadang orang lupa.. ynk qta puxa menurut qta tak layak. tapi menurut orang lain lebih layak... sayangi dan syukuri ynk qta puxa saat ini.. karna terkadang ynk qta puxa itu sesuatu ynk paling di inginkan oleh orang lain.....
2022-04-11
1
Syabil_aw
Hikmah yang diambil banyak, suka banget sih aku sama nih novel. Kayak kehidupan nyata.
2022-04-02
1