Mengubah Takdir Kakakku Jadi Suamiku
Robert Chandra terpaku menatap lurus orang-orang yang sibuk membantu dalam prosesi pemakaman itu. Sambil menggenggam tangan Livia, putri satu-satunya yang masih berumur enam tahun.
Gadis kecil itu menatap heran pada keramaian yang terjadi sejak tadi pagi. Setelah setengah hari terbujur kaku dikelilingi orang-orang yang datang silih berganti. Isak tangis, ucapan duka dan doa-doa yang diucapkan orang-orang yang datang yang sama sekali tak dimengerti oleh Livia.
Tak ada setitik pun air mata menetes di pelupuk matanya. Gadis kecil itu masih belum mengerti dengan apa yang terjadi. Meski usapan di punggung, kata-kata menghibur, pelukan belasungkawa masih terus berdatangan padanya. Gadis kecil itu masih tak menitikkan air mata. Livia hanya duduk di samping jenazah ibunya.
Saat terdengar seseorang pelayat bercerita ibunya meninggal, Livia akan menjawab ucapan pelayat itu
"Mama belum meninggal tante, Mama hanya tidur, Mama mau istirahat dulu," ucap Livia menentang ucapan pelayat itu.
"Jangan nangis Om, Mama lagi tidur, Mama cuma capek, Mama cuma ingin istirahat," ucap gadis kecil.
Livia tak terima ibunya dinyatakan meninggal karena memang itu yang selalu diucapkan Mamanya saat dadanya terasa nyeri akibat serangan jantung yang dirasakannya. Setelah meminum obat Ny. Mina akan meminta putrinya untuk membiarkannya tidur sejenak. Rasa nyeri itu akan berkurang hingga hilang dengan beristirahat.
Ny. Mina yang menderita penyakit jantung koroner terpaksa menggantungkan hidupnya pada obat-obatan. Pemasangan ring jantung atau stent yang disarankan dokter untuk melebarkan pembuluh darah koroner yang telah menyempit atau tersumbat itu pun tak bisa dilakukannya karena pembuluh darahnya yang terlalu kecil untuk dipasangkan ring jantung.
Karena itu setiap kali mengalami serangan jantung. Ny. Mina merasakan nyeri dada dan dirasakannya semakin berat, terasa seperti ditekan beban atau seperti diremas yang disertai keringat dingin. Saat itu terjadi Ny. Mina akan meminta putrinya untuk duduk tenang di sampingnya.
Livia akan menunggu ibunya yang sedang beristirahat. Gadis kecil yang cantik itu akan duduk atau rebah di samping ibunya menunggu hingga si ibu kembali membuka matanya dan tersenyum.
"Putri Mama yang cantik ini sangat patuh. Terima kasih ya sayang sudah jagain Mama," ucap Mina sambil tersenyum.
Livia akan balas tersenyum lalu mencium pipi ibunya. Ny. Mina akan langsung memeluk putrinya dan membalas ciuman di pipi putrinya hingga berkali-kali.
Namun kali ini Ny. Mina masih belum bangun dari tidurnya hingga ayah Livia pulang dari kantor dan mendapati istrinya telah tiada. Sementara putrinya masih setia menunggu ibunya yang sedang beristirahat.
Tapi saat-saat menunggu tidak bisa berlangsung lama. Menunggu ibunya bangun tak bisa dilakukan Livia selamanya. Perlahan orang-orang mulai berdatangan, tahap demi tahap penyelenggaraan jenazah pun mulai dilakukan. Sementara Livia masih berharap ibunya membuka mata dan tersenyum padanya.
Hingga saat ibunya perlahan diturunkan masuk ke liang lahat, saat itulah Livia menyadari sesuatu yang tak diinginkannya. Livia teringat saat kucing kesayangannya mati, ayahnya menaruh kucing itu di sebuah lubang dan menguburnya.
"Kenapa Fluffy ditaruh di situ Pa?" tanya Livia tak mengerti.
"Ini namanya di kubur Nak, yang telah mati itu harus dikubur," jawab ayahnya sambil mulai menimbun.
"Kita nggak bisa ketemu Fluffy lagi ya Pa?" tanya Livia mulai berkaca-kaca.
"Ya sayang! Fluffy sudah mati, dia sudah pergi ke surga kita selamanya tak bisa bertemu lagi dengannya," jawab ayah Livia.
Mata Livia yang berkaca-kaca kini mengalirkan air matanya. Gadis kecil yang cantik itu menangis terisak-isak sambil menatap kuburan kucing kesayangannya.
Ny. Mina langsung datang dan menggendong putrinya dan menghibur putri satu-satunya itu.
"Jangan menangis sayang! Nanti kita cari gantinya yang lucu dan cantik seperti Fluffy, ya!" ucap Mina.
"Nggak mau! Nggak mau! Livia nggak mau yang baru. Livia mau Fluffy, Livia mau Fluffy!" seru Livia sambil menangis.
Ny. Mina berusaha keras menghibur putrinya dengan segala cara. Namun kali ini ibu yang selalu menghiburnya itu justru telah pergi. Itu adalah momen paling menyedihkan bagi Livia. Perpisahan yang paling menyakitkan melebihi saat kehilangan Fluffy dulu.
Karena setelah itu takkan pernah ada kesempatan lagi baginya menatap mata yang teduh itu. Mendengar suaranya yang lembut menghibur dan pelukan yang selalu menghangatkan hati dari ibunya yang cantik itu.
Livia tak percaya Mamanya pergi begitu saja, tanpa tanda-tanda, tanpa pesan atau kata-kata. Livia melepas tangannya dari genggaman ayahnya. Anak itu berlari mendekati liang lahat ibunya dan menjerit. Gadis itu tidak rela, tanah merah menimpa tubuh ibunya. Gadis kecil itu menangis sejadi-jadinya.
"Jangan! Jangan kubur Mama! Jangan kubur Mama! Mama belum mati!" teriak Livia sambil mengulurkan tangan kecilnya.
Tangis orang-orang di sekeliling makam itu menyeruak terdengar pilu. Ada yang menghindar pergi karena tak sanggup mendengar tangisan gadis kecil itu lagi. Seorang ibu-ibu langsung menggendong Livia dan beranjak pergi dari tepian makam itu.
Livia menjerit sambil berusaha turun dari gendongan itu, dengan susah payah ibu itu menahan tubuh kecil Livia. Tangan kecil Livia melambai memanggil Mamanya untuk kembali. Tn. Robert Chandra yang dari tadi hanya diam menatap kosong kini menangis tertunduk mendengar putrinya yang menjerit menangis memanggil Mamanya.
Livia beralih memandang ayahnya, tangan Livia menggapai ingin meraih ayahnya. Ibu itu menyerahkan Livia pada ayahnya. Gadis itu akhirnya menangis tersedu-sedu di bahu ayahnya.
Livia pasrah, Livia hanya bisa menangis sambil memeluk ayahnya dengan erat. Tangis ayah dan anak itu mengiringi prosesi pemakaman hingga semua tahap pemakaman itu selesai. Perlahan orang-orang pun mulai meninggalkan tanah pekuburan.
Isak tangis Livia masih terasa di bahu Tn. Robert. Pengusaha sukses itu membelai rambut anaknya. CEO perusahaan besar itu harus lebih tegar demi anak semata wayangnya. Laki-laki berwajah tampan itu tak ingin larut dalam kedukaan, dia ingin bangkit demi masa depan putrinya.
Namun sejak kepergian istrinya, Tn. Robert justru hanya mengurung diri di dalam kamarnya. Hingga berhari-hari dan tersadar saat putri kecilnya yang masuk ke kamar dan bertanya.
"Papa? Papa tidak ke kantor?" tanya gadis kecil itu.
Gadis enam tahun itu mungkin telah diajari bibi pengasuhnya. Asisten rumah tangga yang telah ikut dengan keluarga itu sejak keluarga itu baru menikah. Merasa khawatir dengan kondisi Tn. Robert yang hanya termenung di kamarnya.
Tn. Robert mengalihkan pandangannya pada putrinya yang terlihat telah tumbuh besar. Laki-laki itu tersenyum kemudian mengangguk. Hampir setiap hari putrinya mengingatkan agar Tn. Robert kembali ke dunia nyata.
"Papa, nanti jangan lupa jemput Livia ya!" ucap gadis kecil itu mengingatkan.
Jika sebelumnya Livia selalu di jemput ibunya. Kini gadis kecil yang cantik itu ingin selalu di jemput ayahnya. Livia tak bersedia dijemput oleh sopir ayahnya. Livia lakukan itu karena ingin perhatian dari ayahnya yang lebih banyak termenung. Keceriaan di rumah itu mendadak hilang sejak kepergian istri pengusaha sukses itu.
Namun kali ini Tn Robert benar-benar tak bisa menjemput karena sedang menunggu seorang utusan dari perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaannya. Melihat atasannya yang terlihat bingung, sekretaris Tn. Robert menawarkan diri untuk menjemput putri atasannya itu.
"Tapi dia tak mau dijemput oleh orang lain selain aku," ucap Robert khawatir.
"Tenang saja Tuan, aku pasti bisa membujuknya," ucap sekretaris itu sambil tersenyum.
Meski ragu akhirnya Tn. Robert mengizinkan sekretaris itu menjemput putrinya. Sekretaris yang baru satu bulan menggantikan sekretaris lamanya yang telah tua dan ingin pensiun. Sekretaris setia sejak masa Tn. Chandra, ayahanda Robert menjadi CEO di perusahaan itu.
Tn. Robert tak pernah ingin menggantinya namun karena merasa telah tua dan ingin menikmati masa tua bersama cucu-cucunya. Akhirnya sekertaris yang telah bekerja begitu lama di perusahaannya itu mengundurkan diri dan kini digantikan oleh Shanty Rahayu. Seorang sekretaris cantik, janda dengan dua orang anak.
Wajahnya yang cantik tak pernah mendapat perhatian dari Tn. Robert sebelumnya. Namun sekarang mau tak mau laki-laki tampan itu terpaksa menatapnya. Saat melihat wanita itu menggendong putrinya di punggung. Tn. Robert pun segera menghampirinya mereka.
"Kenapa harus digendong sayang, kasihan Tante ini capek gendong Livia," ucap Robert sambil mengangkat tubuh Livia dan menggendongnya.
"Tidak apa-apa Tuan. Tadi Livia bilang kakinya pegal gara-gara disuruh lari keliling aula waktu pelajaran olahraga. Jadi saya gendong saja, kasihan Livia," jawab Shanty Rahayu.
"Kamu baik sekali, terima kasih ya," ucap Robert.
Laki-laki itu menanyakan apakah Livia ingin segera pulang.
"Nanti aja Pa, pulang bareng Papa aja," ucap Livia.
"Nanti kamu bosan menunggu Papa di kantor. Livia pulang sekarang saja ya sayang," ucap Robert.
"Nggak mau Pa, Livia bosan di rumah sama Bi Iyah. Livia mau di sini aja, main sama Tante Shanty," jawab Livia.
"Baiklah kalau gitu maunya Livia, tapi kalau nanti ingin pulang, bilang sama Papa ya," ucap Robert.
"Ya Pa," jawab Livia.
Dan sejak saat itu Livia selalu menunggu ayahnya pulang bersama dari kantor dan selalu dijemput ke sekolah oleh Shanty Rahayu. Saat di kantor dan tak ada kerjaan, Shanty mengajak Livia bermain. Untuk mengurangi kebosanannya menunggu ayahnya pulang dari kantor.
"Kejar Livia Tante!" seru Livia sambil terus berlari di lorong gedung perusahaan ayahnya itu.
Shanty pun mengejar gadis kecil yang cantik itu.
"Awas hati-hati, jangan sampai jatuh!" teriak Shanty.
Gadis kecil itu masih tetap berlari.
"Awas jangan sampai kesenggol!" teriak Shanty.
Namun terlambat, Livia terlanjur menyenggol vas bunga besar itu. Saat Livia menoleh ke belakang tak sengaja gadis kecil itu menabrak sebuah vas bunga yang terlihat sangat mahal. Bunga dan tanahnya pun berhamburan.
Gadis kecil itu ketakutan, Shanty segera menghampiri Livia, mencoba menenangkan hati gadis kecil itu. Namun Livia terlanjur ketakutan, wajahnya terlihat pucat. Apalagi saat seorang ibu-ibu langsung datang dengan wajahnya yang sangar.
"Siapa yang lakukan ini? JAWAB?" tanya ibu-ibu itu dengan suara keras.
"Saya Bu, maaf saya tidak sengaja," jawab Shanty cepat.
"Kamu tahu berapa harga vas bunga ini. Bekerja setahun pun tak akan cukup untuk mengganti kerugian ini!" bentak ibu itu masih bernada tinggi.
Livia ketakutan dan bersembunyi di belakang tubuh Shanty Rahayu.
"Maaf Bu, tapi saya tidak sengaja," ucap Shanty mencoba mempertahankan diri.
"Tidak sengaja! Selama bertahun-tahun vas ini bertahan di sini tak ada satu pun yang berani menyentuhnya! Vas ini sudah ada saat Tuan Robert belum menjadi CEO di sini. Ini pemberian sahabat Tn. Candra dari Korea. Apa kamu tahu itu?" bentak ibu itu.
Shanty hanya bisa tertunduk. Wanita itu pasrah dengan hukuman yang akan diterimanya.
"Kamu dipecat tanpa pesangon!"
"Apa?" tanya Shanty kaget.
Setelah bekerja berbulan-bulan di situ, Shanty harus keluar tanpa bekal apa pun dan dia harus mencari pekerjaan lagi.
Bagaimana ini? Dipecat? Keluar dari perusahaan tanpa pesangon? Bagaimana aku bisa hidup dengan anak-anakku. Aku tidak punya tabungan. Lagipula sulit menemukan pekerjaan zaman sekarang ini. Jika bukan karena sekertaris lama itu mengambil pensiun, mana mungkin aku bisa bekerja di sini. Apa yang aku lakukan? Batin Shanty.
Shanty Rahayu berpikir mencoba untuk membujuk ibu itu hingga tak sadar Livia telah berlari ke ruangan ayahnya. Tn. Robert mendengar cerita dari Livia dan segera mendatangi Shanty dan ibu itu. Terlihat Shanty yang menangis memohon agar dirinya tidak dipecat.
"Sudah pergi sana! Kemasi barang-barangmu dan segera keluar dari perusahaan ini!" teriak ibu itu.
"Tidak perlu seperti itu, vas bunga itu memang berharga tapi tak senilai dengan kerugiannya kehilangan pekerjaan. Lagi pula Livia cerita kalau dia yang telah menyenggol vas bunga itu. Aku rasa Opa nya tidak keberatan jika dia memecahkannya tanpa sengaja," sela Robert.
"Tuan? Oh, Maaf Tuan, saya tidak tahu kalau ternyata yang memecahkan vas bunga itu ternyata putri Tuan," ucap Ibu itu dengan suara yang lebih lunak.
"Baiklah! Sekarang ibu sudah tahu, apa masih ingin memecatnya?" tanya Robert.
"Tidak Tuan," jawab ibu itu cepat.
Segera Tuan Robert menyuruh ibu itu membereskan pecahan keramik vas bunga itu. Tuan Robert pun menyuruh Shanty kembali ke meja kerjanya.
"Terima kasih telah melindungi putri saya. Harusnya tadi kamu berterus terang saja kalau Livia yang telah memecahkannya dengan begitu kamu tidak terancam akan dipecat," ucap Robert.
"Tidak apa-apa Tuan, saya kasihan sama Livia yang ketakutan. Saya juga tidak tega melihatnya merasa bersalah. Memang seharusnya saya lah yang bertanggung jawab atas apa pun yang diperbuat Livia. Karena Tuan telah memerintahkan saya untuk menjaga Livia," jelas Shanty panjang lebar.
Ucapan Shanty membuat hati Tn. Robert tergugah, baru kali ini ada seorang wanita yang begitu membela putrinya. Dua tahun berlalu sejak kematian istrinya, tak sedikit wanita-wanita yang mencoba untuk mendekatinya. Namun Tn Robert selalu menolak karena sikap mereka yang sama sekali tak peduli pada putri satu-satunya itu.
Tn. Robert pun bertahan tidak mencari pengganti istrinya, karena Tn. Robert Chandra sangat menyayangi putri tunggalnya dan tak ingin putrinya mendapatkan seorang ibu tiri. Namun, sekretaris cantik Tn. Robert itu begitu telaten mengurus segala keperluan Livia. Menjemputnya ke sekolah, menyiapkan makan siangnya bahkan membantu gadis kecil itu mengerjakan tugas sekolahnya.
Lambat laun membuat hati Tn. Robert tergugah untuk menjadikan janda dua anak itu sebagai ibu dari putri satu-satunya. Atas izin dan dukungan dari Livia, sang ayah akhirnya mempersunting Shanty Rahayu sebagai istrinya.
"Apa Livia benar-benar setuju kalau Tante Shanty menjadi Mama baru untuk Livia?" tanya Robert kembali bertanya untuk meyakinkan hatinya.
"Ya Pa, Livia mau Tante Shanty menjadi Mama baru Livia," jawab Livia tetap setelah berkali-kali Tn. Robert bertanya padanya.
Livia semakin tegas menyatakan bersedia jika Shanty Rahayu menjadi ibu sambungnya.
"Kenapa?" tanya Robert saat ingin menidurkan putrinya itu.
"Karena Tante Shanty bilang, Tante Shanty sayang sama Livia, sayangnya sama seperti pada kedua anaknya," jawab Livia.
"Tante Shanty pernah bilang begitu?" tanya Robert kurang yakin.
Livia mengangguk sambil tersenyum.
"Sungguh! Tante Shanty pernah bilang begitu?" tanya Robert yang dibalas kembali dengan anggukan oleh Livia.
Hati Tn. Robert semakin mantap setelah lebih dari tiga tahun melihat kebaikan hati Shanty terhadap putrinya. Tn. Robert bahkan pernah menyaksikan sendiri Shanty Rahayu membela putrinya hingga sekretaris cantik itu terancam dipecat.
Mengingat itu Tn. Robert akhirnya memberanikan diri untuk melamar Shanty Rahayu. Wanita itu dengan berat hati menerima lamaran Tn. Robert karena trauma dengan pernikahan pertamanya yang mana Shanty mengalami KDRT dengan suaminya terdahulu. Namun karena rasa sayangnya pada Livia, Shanty akhirnya bersedia menerima lamaran Tn. Robert.
Pernikahan mereka pun diselenggarakan dengan mewah. Tn. Robert adalah seorang gentleman yang selalu ingin membahagiakan pasangannya. Melihat kehidupan Shanty yang baginya serba pas-pasan membuat Tn. Robert memanjakan calon istrinya dengan segala cara.
Menjanjikan pesta termewah yang pernah ada, bulan madu hingga sampai tiga negara dan yang terlebih membuat Shanty ingin segera berkata 'ya aku bersedia' adalah dua set perhiasan yang membuat mata Shanty berkedip-kedip karena silau. Shanty Rahayu akhirnya menerima pinangan Tn. Robert dan mereka pun menikah.
Sepulang dari berbulan madu, Shanty pun resmi diboyong ke rumah megahnya. Shanty datang bersama kedua anaknya.
Radian Putra, hanya diam melihat kedua wanita itu terperangah saat mobil yang menjemput mereka memasuki sebuah kompleks perumahan mewah dengan tampilan yang elegan dan klasik berkonsep design mediterania.
Mobil yang membawa mereka pun sampai di depan pagar tinggi yang dapat terbuka dengan sendirinya, mobil itu pun melaju pelan memasuki pekarangan luas yang tertata rapi dan asri.
"Wah! Pagarnya bisa terbuka sendiri Ma!" ucap Monica nyaris berteriak.
"Mulai sekarang jangan panggil Mama, panggil Mommy," ucap Shanty tegas.
Monica mengangguk-angguk, entah mendengar ucapan ibunya atau tidak. Karena matanya telah terhipnotis oleh rumah megah dengan halaman depan dan belakang yang luas serta pagar yang tinggi menjulang itu. Ditambah unsur dekoratif seperti ukiran dan pahatan pada eksterior dinding. Penggunaan batuan alam dan marmer serta pilar-pilar kokoh itu memberikan kesan kemegahan bak sebuah istana.
Tn. Robert dan Livia menyambut kedatangan mereka di teras rumah yang luas itu. Livia yang begitu bahagia langsung memeluk Shanty. Wanita itu pun membalas pelukan Livia dengan hangat sementara putri kandungnya hanya sibuk melihat sekeliling rumah.
Shanty pun mengenalkan kedua anaknya pada Livia.
"Ini putra pertama Mommy, namanya Radian Putra sekarang sudah kelas tiga SMP," ucap Shanty memperkenalkan putra pertamanya.
Livia mengulurkan tangan untuk bersalaman namun Radian hanya memalingkan wajahnya.
"Dia memang pemalu," ucap Shanty cepat sambil tersenyum canggung.
Tn. Robert dan Livia beralih memandang Monica.
"Nah, ini adiknya, Monica, sekarang telah kelas 1 SMP. Mommy berencana akan memindahkan sekolah mereka secepatnya," ucap Shanty.
"Tidak perlu Shanty, jika mereka betah di sekolah yang lama tidak masalah. Mereka bisa ke sekolah diantar sopir," ucap Robert yang tak tega jika kedua anak itu harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru.
Monica pun mengangguk-angguk dan segera menyambut uluran tangan Livia lalu segera masuk ke dalam rumah tanpa dipersilahkan.
"Mama! Eh … Mommy! Di mana kamarku?" teriak Monica bergema dari dalam rumah.
Para pelayan yang sedang mengerjakan tugasnya kaget mendengar suara yang begitu kencang.
"Pilih mana yang kamu mau!" jawab Shanty dengan suara yang tak kalah kuatnya namun segera tercenung saat menyadari Tn. Robert dan Livia yang terpaku menatapnya.
Monica memilih kamar Livia karena warna cat kamar beserta interiornya yang begitu manis, pink lembut. Livia menatap ayahnya saat Monica menentukan kalau kamar Livia sekarang menjadi kamarnya.
Tn. Robert mengangguk dan Livia pun tertunduk. Hari pertama mereka pindah ke rumahnya, Livia telah tergusur dari kamarnya. Namun semua rasa sedih ditepisnya karena rasa bahagianya memiliki Shanty sebagai ibunya.
Kehidupan Livia menjadi sangat bahagia, selain memanjakan putra putrinya, Shanty pun memanjakan Livia sebagai putri bungsunya. Namun semua berubah dua tahun kemudian saat Livia berumur 12 tahun. Kondisi perusahaan ayahnya terancam pailit dan itu membuat ibu tirinya perlahan-lahan membencinya.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
May Tanty
Mampir ikutan baca kayak nya serru cerita nya
2023-08-09
0
✨viloki✨
Yah mamak tirinya bakal jahaad
2022-06-06
0
SyaSyi
sedih bgt cerita di awal
2022-05-10
0